Kontestasi Pilpres Akan Seru jika Hal Ini Terjadi
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan menyebut persaingan pada pemilihan presiden (Pilpres) bisa lebih ketat bila tidak ada petahana ikut bersaing di dalamnya. Hal ini tergambar pada pilpres tahun 2014.
Djayadi memaparkan Pilpres 2014 berbeda dengan Pilpres 2004 dan 2009, di mana tidak ada calon petahana, dan bahkan petahana (Susilo Bambang Yudhoyono) secara resmi tidak mencalonkan siapa-siapa.
"Peluang untuk menang bagi kontestan siapapun menjadi lebih terbuka karena efek petahana menjadi netral," ujar Djayadi di kantor SMRC, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (7/10/2018).
Djayadi menjelaskan, nama Prabowo Subianto menjadi calon yang paling kuat awalnya (terekam pada survei 2011) karena pernah jadi calon wapres pada 2009 meskipun gagal.
"Joko Widodo (Jokowi) belum hadir waktu itu. Jokowi baru hadir tahun 2012 dan terus menguat ketika mulai kampanye untuk jadi gubernur di Jakarta," jelasnya.
Satu tahun menjelang hari H Pilpres 2014, yang tanpa petahana itu, persaingan sangat ketat. Menurut Djayadi, Jokowi mulai mengungguli Prabowo pada Maret 2013, sekitar 16 bulan sebelum hari H pada Juli 2014.
"Sejak keunggulan itu Jokowi tidak pernah di bawah Prabowo meskipun selisihnya sempat menipis pada Juni 2014, satu bulan menjelang hari H. Setelah itu Jokowi kembali menguat, dan menang pada hari H," ungkap Djayadi.
"Selain itu calon yang trennya unggul cenderung terus unggul meskipun dengan selisih yang tidak besar," tutupnya.
Djayadi memaparkan Pilpres 2014 berbeda dengan Pilpres 2004 dan 2009, di mana tidak ada calon petahana, dan bahkan petahana (Susilo Bambang Yudhoyono) secara resmi tidak mencalonkan siapa-siapa.
"Peluang untuk menang bagi kontestan siapapun menjadi lebih terbuka karena efek petahana menjadi netral," ujar Djayadi di kantor SMRC, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (7/10/2018).
Djayadi menjelaskan, nama Prabowo Subianto menjadi calon yang paling kuat awalnya (terekam pada survei 2011) karena pernah jadi calon wapres pada 2009 meskipun gagal.
"Joko Widodo (Jokowi) belum hadir waktu itu. Jokowi baru hadir tahun 2012 dan terus menguat ketika mulai kampanye untuk jadi gubernur di Jakarta," jelasnya.
Satu tahun menjelang hari H Pilpres 2014, yang tanpa petahana itu, persaingan sangat ketat. Menurut Djayadi, Jokowi mulai mengungguli Prabowo pada Maret 2013, sekitar 16 bulan sebelum hari H pada Juli 2014.
"Sejak keunggulan itu Jokowi tidak pernah di bawah Prabowo meskipun selisihnya sempat menipis pada Juni 2014, satu bulan menjelang hari H. Setelah itu Jokowi kembali menguat, dan menang pada hari H," ungkap Djayadi.
"Selain itu calon yang trennya unggul cenderung terus unggul meskipun dengan selisih yang tidak besar," tutupnya.
(maf)