Belum Ada Teknologi Akurat untuk Prediksi Gempa
A
A
A
JAKARTA - Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto menyebutkan sampai kini belum ada satu pun teknologi di dunia yang mampu secara akurat dan presisi memprediksi kapan datangnya bencana, terutama gempa bumi.
Menurut dia, jika ada yang menyebar informasi akan terjadi gempa, dipastikan informasi itu bohong atau hoaks.
“Jika ada pendapat yang menyatakan mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi beserta kekuatan magnitudonya, bisa dipastikan itu adalah hoaks,” kata Eko dalam Media Briefing Analisis LIPI untuk Gempa dan Tsunami Indonesia, di Kantor LIPI, Jakarta, Selasa (2/10/2018).
Eko memaparkan, gempa dan tsunami di Palu terjadi karena berada di atas sesar Palu Koro. Fakta ini seharusnya menjadikan kesiapsiagaan dan kewaspadaan bencana harus menjadi perhatian agar dampak buruk dapat diminimalisasi.
“Sesar Palu Koro adalah patahan yang membelah Sulawesi menjadi dua bagian barat dan timur. Sesar ini mempunyai pergerakan aktif dan jadi perhatian para peneliti geologi,” tuturnya.
Peneliti Bidang Geofisika Kelautan dari Pusat Penelitian Oseanografi, Nugroho Dwi Hananto menjelaskan, sesar mendatar Palu Koro kemungkinan memiliki komponen deformasi (perubahan) vertikal di dasar laut yang memicu terjadinya tsunami.
“Kawasan Teluk Palu hingga Donggala juga mempunyai bentuk mirip kanal tertutup dengan bentuk dasar laut yang curam. Akibatnya jika ada massa air laut datang, gelombangnya lebih tinggi dan kecepatannya lebih cepat,” ujar Nugroho.
Dia berpendapat gempa dan tsunami Palu menjadi pelajaran penting mengenai perlunya data geo-sains yang lebih lengkap untuk bisa mengkaji potensi terjadinya gempa yang sumbernya berasal dari bawah laut.
Menurut dia, jika ada yang menyebar informasi akan terjadi gempa, dipastikan informasi itu bohong atau hoaks.
“Jika ada pendapat yang menyatakan mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi beserta kekuatan magnitudonya, bisa dipastikan itu adalah hoaks,” kata Eko dalam Media Briefing Analisis LIPI untuk Gempa dan Tsunami Indonesia, di Kantor LIPI, Jakarta, Selasa (2/10/2018).
Eko memaparkan, gempa dan tsunami di Palu terjadi karena berada di atas sesar Palu Koro. Fakta ini seharusnya menjadikan kesiapsiagaan dan kewaspadaan bencana harus menjadi perhatian agar dampak buruk dapat diminimalisasi.
“Sesar Palu Koro adalah patahan yang membelah Sulawesi menjadi dua bagian barat dan timur. Sesar ini mempunyai pergerakan aktif dan jadi perhatian para peneliti geologi,” tuturnya.
Peneliti Bidang Geofisika Kelautan dari Pusat Penelitian Oseanografi, Nugroho Dwi Hananto menjelaskan, sesar mendatar Palu Koro kemungkinan memiliki komponen deformasi (perubahan) vertikal di dasar laut yang memicu terjadinya tsunami.
“Kawasan Teluk Palu hingga Donggala juga mempunyai bentuk mirip kanal tertutup dengan bentuk dasar laut yang curam. Akibatnya jika ada massa air laut datang, gelombangnya lebih tinggi dan kecepatannya lebih cepat,” ujar Nugroho.
Dia berpendapat gempa dan tsunami Palu menjadi pelajaran penting mengenai perlunya data geo-sains yang lebih lengkap untuk bisa mengkaji potensi terjadinya gempa yang sumbernya berasal dari bawah laut.
(dam)