Bawaslu Larang Bantuan Berbalut Logo Parpol dan Nomor Urut
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI melarang para pejabat negara dan daerah menyalurkan bantuan yang dibungkus logo partai politik atau nomor urut kandidat pilpres untuk korban gempa dan tsunami di Kabupaten Donggala serta Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar menyebut pemberian bantuan yang dibungkus nomor urut atau logo parpol merupakan hal yang dilarang Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Oleh sebab itu saya berharap kepada para aparatur sipil negara dan para partai, tidak menggunakan logo partai ataupun lambang partai serta tak adanya statement untuk memilih salah satu calon. Karena pejabat negara atau daerah yang terbukti melakukan hal itu bisa dikenai sanksi melanggar Pasal 282 dan 283 UU Pemilu," kata Fritz pada diskusi Polemik MNC Trijaya dengan tema Pemilu 2019 Pertaruhan Demokrasi, di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2018).
"Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat," bunyi Pasal 283 ayat (2) UU Pemilu.”
Hal tersebut, lanjut Fritz, bila dilakukan salah satu pasangan calon maupun peserta pemilu dapat menimbulkan kerugian. "Jadi menurut saya harus dilihat bahwa dalam proses bantuan itu diperbolehkan tapi setidaknya tak ada jatidiri yang ditunjukan," tuturnya.
Oleh karenanya Bawaslu berharap kepada seluruh elemen termasuk masyarakat untuk mengawal para peserta pemilu yang akan diselenggarakan serentak pada 2019 nanti.
"Oleh karena itu kita harus kawal bersama supaya nanti wakil rakyat yang kemudian capres cawapres yang kita pilih memang benar-benar untuk kemajuan Indonesia," tuturnya.
Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar menyebut pemberian bantuan yang dibungkus nomor urut atau logo parpol merupakan hal yang dilarang Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Oleh sebab itu saya berharap kepada para aparatur sipil negara dan para partai, tidak menggunakan logo partai ataupun lambang partai serta tak adanya statement untuk memilih salah satu calon. Karena pejabat negara atau daerah yang terbukti melakukan hal itu bisa dikenai sanksi melanggar Pasal 282 dan 283 UU Pemilu," kata Fritz pada diskusi Polemik MNC Trijaya dengan tema Pemilu 2019 Pertaruhan Demokrasi, di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2018).
"Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat," bunyi Pasal 283 ayat (2) UU Pemilu.”
Hal tersebut, lanjut Fritz, bila dilakukan salah satu pasangan calon maupun peserta pemilu dapat menimbulkan kerugian. "Jadi menurut saya harus dilihat bahwa dalam proses bantuan itu diperbolehkan tapi setidaknya tak ada jatidiri yang ditunjukan," tuturnya.
Oleh karenanya Bawaslu berharap kepada seluruh elemen termasuk masyarakat untuk mengawal para peserta pemilu yang akan diselenggarakan serentak pada 2019 nanti.
"Oleh karena itu kita harus kawal bersama supaya nanti wakil rakyat yang kemudian capres cawapres yang kita pilih memang benar-benar untuk kemajuan Indonesia," tuturnya.
(pur)