PDIP Bicara Soal Film G30S/PKI, PRRI Hingga Produksi Film Persatuan

Jum'at, 28 September 2018 - 18:38 WIB
PDIP Bicara Soal Film G30S/PKI, PRRI Hingga Produksi Film Persatuan
PDIP Bicara Soal Film G30S/PKI, PRRI Hingga Produksi Film Persatuan
A A A
JAKARTA - Setiap Momentum akhir September dan Oktober masyarakat Indonesia kerap dihadapkan pada situasi perdebatan tentang penayangan Film G30S/PKI. Film garapan Sutradara Arifin C Noer sempat populer di era Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun.

Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto mempersilakan kepada kelompok masyarakat manapun untuk menonton film G30S/PKI tersebut. Ia juga mendorong agar film dengan latar sejarah perjuangan para pendiri bangsa yang memuat narasi persatuan nasional diperbanyak.

"Kita melihat ya, nonton itu sah-sah saja. Saya saja dulu setiap tahun menonton. Karena dulu itu namanya TV itu hanya ada TVRI. Jadi diputarkan film itu. Bahkan kepulan asapnya pun kita hapal," ujar Hasto saat dimintai komentar di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta, Jumat (28/9/2018).

Hasto menuturkan, saat zaman otoriter Orde Baru, stasiun TVRI pasti memutarkannya setiap 30 September. Di era itu, banyak larangan termasuk membaca karya Proklamator RI Bung Karno.

Ketika Reformasi 1998 terjadi, kata Hasto, ada upaya untuk melihat kejadian seputar tragedi 1965 secara jernih. Dan dalam konteks itu, Hasto mengatakan sebenarnya perlu juga menghadirkan film-film lain yang berisi narasi persatuan nasional. Berbeda dengan film G30S/PKI yang narasi dominan adalah konflik.

"Misalnya film-film soal pembacaan detik-detik proklamasi, Sumpah Pemuda, tentang Hari Santri dan 10 November. Itu kan hal bagus karena bagaimana nation and character building itu sangat penting," jelasnya.

Masih menurut Hasto, saat ini banyak dibutuhkan film yang membangun narasi persatuan. Hal tersebut dibutuhkan supaya generasi muda memahami konteks sejarah yang sebenarnya.

"Misal belajar dari kasus PRRI/Permesta yang bekerja sama dengan pihak asing saat itu," jelas Hasto.

Belajar soal perjuangan bangsa seperti kasus PRRI/Permesta, menurut Hasto, akan membawa ke alam pikir soal kondisi Indonesia yang sangat strategis. Indonesia yang secara geografis terletak diantara dua benua, selalu tidak lepas dari kepentingan asing.

"Bayangkan, pemerintahan kita baru saat itu, tapi ada yang (memberontak) melibatkan asing waktu itu. Kemudian ada berbagai konsolidasi kekuasaan lain yang tak mudah. Pemberontakan PKI 1948 juga jadi pelajaran sejarah bagi bangsa kita," beber Hasto.

"Pembelajaran sejarah ini supaya kita menatap masa depan dengan sejarah itu. Dan terbukti lah Pancasila yang menyatukan kita bersama," tambah dia.

Dengan begitu, pria yang menjabat sebagai Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf Amin ini menekankan bahwa isu musiman menjelang peringatan peristiwa G30S/PKI bisa ditanggapi secara bijak. Yakni belajar dari masa lalu untuk kemudian melakukan langkah-langkah rekonsiliasi untuk menatap masa depan.

Hasto mengingatkan bahwa Indonesia diakui oleh berbagai negara dalam melakukan rekonsiliasi. Indonesia dilibatkan dalam mendamaikan konflik saudara di Kamboja. Begitupun dalam berusaha mendamaikan konflik Korea Selatan-Korea Utara. Terbukti di Asian Games terakhir di Jakarta delegasi kedua negara muncul bersama-sama saat upacara pembukaan.

"Kalau mereka memberikan apresiasi terhadap kepemimpinan kita, kita punya daya kemampuan dalam membantu negara-negara dalam menyelesaikan konfliknya. Kenapa kemudian dari dalam diri kita sendiri, selalu melihat masa lalu dan kemudian tidak merancang proses rekonsiliasi untuk masa depan bagi anak cucu kita?" tukasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4061 seconds (0.1#10.140)