Kampanye yang Bisa Memecah Bangsa Harus Dihentikan
A
A
A
JAKARTA - Kampanye yang bisa memecah belah bangsa harus dihentikan karena bisa merusak kerukunan antara warga negara. Salah satunya #2019GantiPresiden.
Apalagi masa kampanye Pilpres sudah mulai sehingga seharusnya menggunakan tagar resmi. "Baik Prabowo maupun Jokowi, keduanya adalah tokoh bangsa yang seharusnya sama-sama kita hormati, keduanya adalah putra terbaik bangsa yang tidak patut untuk dicela dan diumbar keburukannya," kata pengamat politik dari Universitas Riau Erdianto Effendi, dalam rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (25/9/2018).
Ia menekankan, berbagai kekurangan dan prestasi kedua capres sudah disebarluaskan. Sehingga sesungguhnya masyarakat sudah mengetahui dan mendapat informasi yang cukup untuk menentukan dan memastikan siapa yang akan menjadi pilihan masyarakat pada pada 2019. “Seluruh pihak perlu menjaga kedamaian dan kesejukan menyongsong Pemilu dan Pilres 2019,” tegasnya.
Apalagi sudah hampir lima tahun masyarakat kita terbelah dalam dua kubu yang berseberangan terkait perbedaan pilihan presiden. Berbagai kampanye hitam, penghinaan, ujaran kebencian dan persekusi dilakukan kedua belah pihak, hingga penyebutan istilah yang menistakan begitu meluas di media massa.
Dalam konteks demokrasi dan hak asasi manusia, penyampaian pendapat dalam bentuk apa pun adalah sah dan dijamin konstitusi. Namun jika hal tersebut membuat masyarakat terbelah maka dibutuhkan tokoh yang mempersatukan masyarakat untuk saling menghargai, saling menghormati kedua belah pihak.
Pngamat politik Boni Hargens menilai gerakan #2019GantiPresiden yang terus dihembuskan bisa merusak iklim persaudaraan antara masyarakat. Terlebih ada dugaan, kelompok radikal yang ikut memboncengi gerakan #2019GantiPresiden.
"Jadi, letak masalahnya pada motif dan pelaku gerakan #2019GantiPresiden, salah satunya dijadikan kuda Troya untuk kepentingan yang membahayakan ketahanan ideologi negara. Diduga ada kelompok radikal ikut di dalamnya untuk memperoleh jalan kekuasaan dalam rangka mendirikan khilafah sebagai cita-cita politik mereka," katanya.
Apalagi masa kampanye Pilpres sudah mulai sehingga seharusnya menggunakan tagar resmi. "Baik Prabowo maupun Jokowi, keduanya adalah tokoh bangsa yang seharusnya sama-sama kita hormati, keduanya adalah putra terbaik bangsa yang tidak patut untuk dicela dan diumbar keburukannya," kata pengamat politik dari Universitas Riau Erdianto Effendi, dalam rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (25/9/2018).
Ia menekankan, berbagai kekurangan dan prestasi kedua capres sudah disebarluaskan. Sehingga sesungguhnya masyarakat sudah mengetahui dan mendapat informasi yang cukup untuk menentukan dan memastikan siapa yang akan menjadi pilihan masyarakat pada pada 2019. “Seluruh pihak perlu menjaga kedamaian dan kesejukan menyongsong Pemilu dan Pilres 2019,” tegasnya.
Apalagi sudah hampir lima tahun masyarakat kita terbelah dalam dua kubu yang berseberangan terkait perbedaan pilihan presiden. Berbagai kampanye hitam, penghinaan, ujaran kebencian dan persekusi dilakukan kedua belah pihak, hingga penyebutan istilah yang menistakan begitu meluas di media massa.
Dalam konteks demokrasi dan hak asasi manusia, penyampaian pendapat dalam bentuk apa pun adalah sah dan dijamin konstitusi. Namun jika hal tersebut membuat masyarakat terbelah maka dibutuhkan tokoh yang mempersatukan masyarakat untuk saling menghargai, saling menghormati kedua belah pihak.
Pngamat politik Boni Hargens menilai gerakan #2019GantiPresiden yang terus dihembuskan bisa merusak iklim persaudaraan antara masyarakat. Terlebih ada dugaan, kelompok radikal yang ikut memboncengi gerakan #2019GantiPresiden.
"Jadi, letak masalahnya pada motif dan pelaku gerakan #2019GantiPresiden, salah satunya dijadikan kuda Troya untuk kepentingan yang membahayakan ketahanan ideologi negara. Diduga ada kelompok radikal ikut di dalamnya untuk memperoleh jalan kekuasaan dalam rangka mendirikan khilafah sebagai cita-cita politik mereka," katanya.
(poe)