Demokrat Dinilai Tak Solid Dukung Prabowo-Sandi
A
A
A
JAKARTA - Dukungan Partai Demokrat (PD) terhadap pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dinilai setengah hati. Buktinya, kader teras PD, terutama di daerah yang mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin terus bertambah.
Jika sebelumnya ada nama Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) M Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TBG) yang mendukung Jokowi, berikutnya ada mantan wakil gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar yang diplot sebagai juru bicara Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin.
Sebelumnya, dalam rapat koordinasi daerah (rakorda) PD Jawa Timur, Ketua DPD PD Jatim Soekarwo juga menyatakan mendukung Jokowi sesuai aspirasi kader di daerah. Terbaru Gubernur Banten Wahidin dan Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan akan mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Direktur Eskutif Lembaga Survei Saiful Mujani Research&Consulting Jayadi Hanan mengatakan, dalam sebuah koalisi, PD dinilai tidak mendapatkan keuntungan apapun ketika mendukung pasangan Prabowo-Sandi. Karena itu, PD tidak fokus untuk memenangkan pasangan capres-cawapres yang diusung koalisi Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan PD ini.
"Boleh dibilang Demokrat tak dapat apa-apa. Kalau koalisi, pertanyaannya parpol dapat apa? Mereka cawapres gak dapat, isunya bahwa ada bantuan kampanye (mahar), Demokrat juga tak jelas dapat atau tidak. (Ketua) tim sukses pun gak Demokrat," kata Jayadi, Minggu (9/9/2018).
Karena itu, Jayadi menilai, PD tidak akan fokus pada pilpres, tapi akan lebih banyak berfokus untuk menyelamatkan kemenangan pemilihan legislatuf (pileg) terutama di dapil-dapil. "Mereka akan fokus di pileg supaya suara di pileg meinimal menyamai (Pemilu) 2014, kalau bisa meningkat karena tak punya capres. Kalau mengampanyekan Prabowo-Sandi, tak akan mempengaruhi suara Demokrat yang akan diuntungkan Gerindra karena ada efek ekor jas atau cocktile effect," katanya.
Menurut Jayadi, tanda-tanda PD tidk solid mendukung pasangan Prabowo-Sandi sudah muncul sejak awal. Misalnya, PD adalah parpol terakhir yang memberikan dukungan. Bahkan, saat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak ikut hadir.
"Terkesan Partai Demokrat membiarkan kadernya mengkritik (Prabowo-Sandi) dengan isu 'jenderal kardus' padahal itu memberi citra buruk. Mereka yang bersikap berbeda itu terkesan dibiarkan," paparnya.
Begitu pula ketika suara kader di daerah lebih menginginkan mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin, PD tidak bisa dengan keras menentangnya. "Analisis saya, suara-suara yang berasal dari dapil (pendukung Jokowi) dibiarkan oleh pusat. Misal di Papua, dari berbagai survei, memenangkan Jokowi, atau di Jatim yang juga ada dapil-dapil seperti di Trenggalek, Pacitan, di sana Demokrat kuat. Akibatnya, kader yang mendukung Jokowi, dibiarkan. Terlepas disebut main dua kaki atau tidak, itu konsekuensi fokus di pileg, harus mendengarkan dinamika di daerah," paparnya.
Karena itu, kata Jayadi, pasangan Prabowo-Sandi tidak bisa mengharapkan banyak suara dari kader PD. Menurut Jayadi, karena pileg dan pilpres digelar serentak, hal yang sama juga dimungkinkan terjadi di PAN. Sebab, pada dasarnya Gerindra merupakan rival di pileg. Sementara ketika parpol-parpol pendukung tersebut mati-matian mendukung Prabowo-Sandi, yang diuntungkan hanya Gerindra.
Jika sebelumnya ada nama Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) M Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TBG) yang mendukung Jokowi, berikutnya ada mantan wakil gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar yang diplot sebagai juru bicara Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin.
Sebelumnya, dalam rapat koordinasi daerah (rakorda) PD Jawa Timur, Ketua DPD PD Jatim Soekarwo juga menyatakan mendukung Jokowi sesuai aspirasi kader di daerah. Terbaru Gubernur Banten Wahidin dan Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan akan mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Direktur Eskutif Lembaga Survei Saiful Mujani Research&Consulting Jayadi Hanan mengatakan, dalam sebuah koalisi, PD dinilai tidak mendapatkan keuntungan apapun ketika mendukung pasangan Prabowo-Sandi. Karena itu, PD tidak fokus untuk memenangkan pasangan capres-cawapres yang diusung koalisi Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan PD ini.
"Boleh dibilang Demokrat tak dapat apa-apa. Kalau koalisi, pertanyaannya parpol dapat apa? Mereka cawapres gak dapat, isunya bahwa ada bantuan kampanye (mahar), Demokrat juga tak jelas dapat atau tidak. (Ketua) tim sukses pun gak Demokrat," kata Jayadi, Minggu (9/9/2018).
Karena itu, Jayadi menilai, PD tidak akan fokus pada pilpres, tapi akan lebih banyak berfokus untuk menyelamatkan kemenangan pemilihan legislatuf (pileg) terutama di dapil-dapil. "Mereka akan fokus di pileg supaya suara di pileg meinimal menyamai (Pemilu) 2014, kalau bisa meningkat karena tak punya capres. Kalau mengampanyekan Prabowo-Sandi, tak akan mempengaruhi suara Demokrat yang akan diuntungkan Gerindra karena ada efek ekor jas atau cocktile effect," katanya.
Menurut Jayadi, tanda-tanda PD tidk solid mendukung pasangan Prabowo-Sandi sudah muncul sejak awal. Misalnya, PD adalah parpol terakhir yang memberikan dukungan. Bahkan, saat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak ikut hadir.
"Terkesan Partai Demokrat membiarkan kadernya mengkritik (Prabowo-Sandi) dengan isu 'jenderal kardus' padahal itu memberi citra buruk. Mereka yang bersikap berbeda itu terkesan dibiarkan," paparnya.
Begitu pula ketika suara kader di daerah lebih menginginkan mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin, PD tidak bisa dengan keras menentangnya. "Analisis saya, suara-suara yang berasal dari dapil (pendukung Jokowi) dibiarkan oleh pusat. Misal di Papua, dari berbagai survei, memenangkan Jokowi, atau di Jatim yang juga ada dapil-dapil seperti di Trenggalek, Pacitan, di sana Demokrat kuat. Akibatnya, kader yang mendukung Jokowi, dibiarkan. Terlepas disebut main dua kaki atau tidak, itu konsekuensi fokus di pileg, harus mendengarkan dinamika di daerah," paparnya.
Karena itu, kata Jayadi, pasangan Prabowo-Sandi tidak bisa mengharapkan banyak suara dari kader PD. Menurut Jayadi, karena pileg dan pilpres digelar serentak, hal yang sama juga dimungkinkan terjadi di PAN. Sebab, pada dasarnya Gerindra merupakan rival di pileg. Sementara ketika parpol-parpol pendukung tersebut mati-matian mendukung Prabowo-Sandi, yang diuntungkan hanya Gerindra.
(pur)