Mahfud MD Nilai Sah Peraturan KPU Larang Eks Koruptor Nyaleg
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, salah satu akar permasalahan antara Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perihal mantan narapidana (Napi) korupsi yang maju sebagai bakal calon legislatif (bacaleg) di Pemilu 2019 disebabkan intervensi Bawaslu dalam penafsiran hukum.
Padahal, saat itu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah mengundangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang telah diajukan KPU. Menurut Mahfud, saat ini PKPU tersebut sudah sah untuk diberlakukan.
"Ketika KPU tidak membolehkan itu, lalu diundangkan oleh Kemenkumham. Kemudian berarti itu sudah sah. Harus berlaku," kata Mahfud di Kantor Pergerakan Indonesia Maju (PIM), Jalan
Brawijaya VIII, Nomor 11, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (6/9/2018).
Mahfud menjelaskan akar permasalahan tersebut terletak pada Undang-Undang yang menyatakan mantan narapidana korupsi boleh maju sebagai caleg, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.
Namun KPU tidak membolehkan Undang-Undang tersebut melalui Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. Mahfud mengatakan hanya Mahkamah Agung (MA) yang dapat membatalkan keputusan tersebut.
Dirinya menambahkan jika Bawaslu membuat keadaan semakin kacau dengan meloloskan bacaleg mantan narapidan korupsi.
"Nah dengan Bawaslu turut campur seperti itu keadaan jadi kacau, yang dulu sudah taat tidak ajukan calon (yang eks Koruptor), sekarang karena Bawaslu membolehkan mereka meminta dibuatkan daftar baru lagi kan," jelasnya.
Mahfud berpendapat keputusan Bawaslu tersebut harus diabaikan. Hal tersebut lantaran keputusan Bawaslu membuat masalah makin kacau.
"Kita nunggu putusan MA soal JR (Judisial Riview) karena PKPU itu sudah sah diundangkan. Dan sesuatu yang sudah sah dan diundangkan itu, itu mengikat. Kecuali dicabut oleh MA. Kan gitu. Itu saja. Yang kasus itu soal kasus caleg-caleg," tuturnya.
Padahal, saat itu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah mengundangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang telah diajukan KPU. Menurut Mahfud, saat ini PKPU tersebut sudah sah untuk diberlakukan.
"Ketika KPU tidak membolehkan itu, lalu diundangkan oleh Kemenkumham. Kemudian berarti itu sudah sah. Harus berlaku," kata Mahfud di Kantor Pergerakan Indonesia Maju (PIM), Jalan
Brawijaya VIII, Nomor 11, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (6/9/2018).
Mahfud menjelaskan akar permasalahan tersebut terletak pada Undang-Undang yang menyatakan mantan narapidana korupsi boleh maju sebagai caleg, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.
Namun KPU tidak membolehkan Undang-Undang tersebut melalui Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. Mahfud mengatakan hanya Mahkamah Agung (MA) yang dapat membatalkan keputusan tersebut.
Dirinya menambahkan jika Bawaslu membuat keadaan semakin kacau dengan meloloskan bacaleg mantan narapidan korupsi.
"Nah dengan Bawaslu turut campur seperti itu keadaan jadi kacau, yang dulu sudah taat tidak ajukan calon (yang eks Koruptor), sekarang karena Bawaslu membolehkan mereka meminta dibuatkan daftar baru lagi kan," jelasnya.
Mahfud berpendapat keputusan Bawaslu tersebut harus diabaikan. Hal tersebut lantaran keputusan Bawaslu membuat masalah makin kacau.
"Kita nunggu putusan MA soal JR (Judisial Riview) karena PKPU itu sudah sah diundangkan. Dan sesuatu yang sudah sah dan diundangkan itu, itu mengikat. Kecuali dicabut oleh MA. Kan gitu. Itu saja. Yang kasus itu soal kasus caleg-caleg," tuturnya.
(maf)