MUI: Perang Tagar di Tahun Politik Banyak Mudaratnya
A
A
A
JAKARTA - Perang tagar bernuansa Pilpres di media sosial dinilai sudah melebihi batas. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganggap kondisi demikian tidak sehat dan dapat mengancam keutuhan bangsa.
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, perang tagar di media sosial belakangan ini menampilkan gejala perpecahan bangsa di mana kotak-kotak kepentingan politik bernuansa ideologis menguat.
"Ini kondisi yang tidak sehat," kata Zainut Tauhid melalui keterangan resminya, Senin (3/9/2018).
Meski masa kampanye Pemilu 2019 belum dimulai, kerap kita dapati perang opini dan gagasan berlangsung terbuka di media sosial. Terkadang hal itu diwarnai aksi pengerahan massa di lapangan.
Meski mengatasnamakan kebebasan berekspresi, Zainut mengingatkan, setiap warga negara terikat oleh norma kepatutan, norma hukum, dan etika dalam menyampaikan pendapat.
Zainut juga mengkritisi perang tagar antara #2019GantiPresiden dengan tagar Jokowi dua periode. Meski dianggap tak menyalahi aturan pemilu, Zainut menilai perang tagar itu tak patut dilakukan. Pasalnya, perang tagar iti tidak produktif di tengah suhu politik yang semakin memanas. "Kami menilai mudaratnya lebih banyak dari padaanfaatnya," kata Zainut.
Karenanya, MUI mengimbau semua pihak untuk mengedepankan kesantunan dan kepatutan dalam menyampaikan pendapat. Kepada para elite politik, MUI meminta mereka menahan diri.
Tak ketinggalan, kepada umat Islam, MUI menyerukan agar tetap memelihara ukhuwah Islamiyah dan tidak terjebak dalam pertentangan.
Kepada aparat keamanan serta tokoh agama dan tokoh masyarakat, MUI mengimbau agar ikut mendinginkan suasana dan menentramkan masyarakat. Agar hajat pesta demokrasi dapat berlangsung lancar, tertib, aman dan penuh kegembiraan.
"Tujuan Pemilu tidak hanya sekadar memilih dan mengganti presiden saja. Tapi juga membangun peradaban bangsa yang demokratis, maju, berdaulat, adil, sejahtera dan beradab," kata Zainut.
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, perang tagar di media sosial belakangan ini menampilkan gejala perpecahan bangsa di mana kotak-kotak kepentingan politik bernuansa ideologis menguat.
"Ini kondisi yang tidak sehat," kata Zainut Tauhid melalui keterangan resminya, Senin (3/9/2018).
Meski masa kampanye Pemilu 2019 belum dimulai, kerap kita dapati perang opini dan gagasan berlangsung terbuka di media sosial. Terkadang hal itu diwarnai aksi pengerahan massa di lapangan.
Meski mengatasnamakan kebebasan berekspresi, Zainut mengingatkan, setiap warga negara terikat oleh norma kepatutan, norma hukum, dan etika dalam menyampaikan pendapat.
Zainut juga mengkritisi perang tagar antara #2019GantiPresiden dengan tagar Jokowi dua periode. Meski dianggap tak menyalahi aturan pemilu, Zainut menilai perang tagar itu tak patut dilakukan. Pasalnya, perang tagar iti tidak produktif di tengah suhu politik yang semakin memanas. "Kami menilai mudaratnya lebih banyak dari padaanfaatnya," kata Zainut.
Karenanya, MUI mengimbau semua pihak untuk mengedepankan kesantunan dan kepatutan dalam menyampaikan pendapat. Kepada para elite politik, MUI meminta mereka menahan diri.
Tak ketinggalan, kepada umat Islam, MUI menyerukan agar tetap memelihara ukhuwah Islamiyah dan tidak terjebak dalam pertentangan.
Kepada aparat keamanan serta tokoh agama dan tokoh masyarakat, MUI mengimbau agar ikut mendinginkan suasana dan menentramkan masyarakat. Agar hajat pesta demokrasi dapat berlangsung lancar, tertib, aman dan penuh kegembiraan.
"Tujuan Pemilu tidak hanya sekadar memilih dan mengganti presiden saja. Tapi juga membangun peradaban bangsa yang demokratis, maju, berdaulat, adil, sejahtera dan beradab," kata Zainut.
(pur)