Mensos 'Blusukan' ke Kampung Nelayan dan Jelaskan Arti Mars PKH
A
A
A
JAKARTA - Menteri Sosial (Mensos) Agus Gumiwang Kartasasmita mengunjungi Kota Batam, Kepulauan Riau untuk memantau pelaksanaan pencairan bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) tahap ke-3 dan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) tahap ke-8.
Mensos mengatakan, realisasi bantuan sosial PKH telah mencapai di atas 98% pada tahap I dan II dan telah berkontribusi dalam penurunan angka kemiskinan.
Badan Pusat statistik (BPS) telah merilis data tentang penurunan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 630 ribu orang menjadi 25,95 juta orang atau 9,82% per Maret 2018 dibandingkan per September 2017 (26,58 juta orang atau 10,12%).
“Capaian ini menurut BPS disebabkan antara lain bantuan sosial meningkat 87,6 persen. Di Kementerian Sosial, terdapat bansos nontunai PKH, BPNT/Beras Sejahtera (Rastra). Untuk itu pada pencairan tahap ketiga ini saya minta semua pihak terkait bersama-sama menuntaskan pada Agustus,” tutur Mensos dalam acara penyaluran bansos yang berlangsung di Kantor Wali Kota Batam, Selasa 28 Agustus 2018, dalam siaran pers Kemensos kepada SINDOnews.
Kegiatan ini dihadiri Wali Kota Batam Muhammad Rudi, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Andi ZA Dulung, Forkopimda Kota Batam, Kepala Dinas Sosial Provinsi Kepulauan Riau Doli Boniara, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Batam Hasyimah, pimpinan Bank BRI Taufik dan Anis Abdul Hakim, serta pimpinan Bulog.
Di hadapan 350 KPM PKH yang berasal dari Kecamatan Bengkong, Kecamatan Batu Ampar dan Kecamatan Batam Kota, Mensos memberikan kesempatan kepada penerima manfaat menyampaikan kendala, saran atau masukan terkait pelaksanaan program.
Saat itu para ibu menyampaikan bahwa bansos PKH tahap ketiga sudah masuk ke rekening Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di BRI pada awal Bulan Agustus.
Mensos kemudian memberikan motivasi kepada ibu-ibu KPM dengan cara memberi makna dari bait-bait lagu Mars PKH yang dinyanyikan bersama-sama dengan penuh semangat di awal kegiatan.
"Intinya semangat dari PKH adalah kita bangun Indonesia jaya. Ibu-ibu siap menjadi bagian dari Indonesia jaya? Bagaimana caranya? Dalam lagu Mars PKH caranya adalah satukan langkah menyongsong masa depan. Berbekal niat dan kebersamaan," katanya.
Kebersamaan ini, kata dia, bukan hanya antara ibu-ibu namun juga kebersamaan ibu-ibu dengan para Pendamping PKH, kebersamaan pemerintah dengan pendamping PKH juga penting. Dengan kebersamaan apa pun tantangannya pasti bisa diatasi.
"Mari sadari bangsa ini besar. Potensinya luar biasa. Bagaimana cara menjadi bangsa yang besar? Bangsa ini harus dibangun oleh orang-orang tegar seperti ibu-ibu. Jangan putus asa. Terus semangat. Sesulit apapun tersenyum. Karena rasa ceria dan gembira menimbulkan optimisme," tuturnya.
Selanjutnya Mensos berharap bansos PKH dan BPNT dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dia juga berharap kelak ketika kembali ke Kota Batam akan lebih banyak ibu-Ibu yang telah mandiri atau graduasi dari PKH dan BPNT.
Dia mencontohkan beberapa penerima PKH dari Batam yang telah mandiri atau tergraduasi dari program PKH dan BPNT.Mereka menerima sertifikat Piagam KPM Sejahtera Mandiri dari Mensos dan diserahkan langsung kepada KPM PKH.
"Ibu Dahliana, mewakili pemerintah, saya mengucapkan selamat. Usaha kerupuk yang dijalankan telah membuahkan hasil dengan pendapat bersih Rp3,5 juta per bulan. Semoga memotivasi ibu-ibu yang lain," katanya saat menyerahkan piagam KPM Mandiri disaksikan penerima bansos lainnya.
Dahliana merupakan penerima PKH tahun 2017 saat itu sang suami yang pengangguran diterima bekerja di sebuah perusahaan dan diberi peluang untuk memasarkan kerupuk buatan istrinya di perusahaan tersebut.
Dalam setahun, usahanya berkembang pesat, kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak terpenuhi selain dari PKH. Bahkan, dia sudah bisa menabung. Pada Mei 2018, dia menyatakan mundur dari kepesertaan PKH dan BPNT karena telah mampu dan mandiri.
Contoh lain, sambung Mensos, Sri Lisdawati yang menerima PKH sejak 2010. Ia menjalani usaha payet kebaya dengan modal Rp2 juta (sebagian dari bansos PKH). Berbekal kursus menjahit dan menjadi karyawan salah satu butik di Kota Batam.
Setelah butik tutup, dia memberanikan diri menerima orderan payet kebaya. Lambat laun hasil karyanya yang bagus semakin terkenal. Bahkan dia selalu mendapat order dari Malaysia dan Singapura. Usahanya kian menanjak pada awal tahun 2018. Kini omset setiap bulannya mencapai Rp10 juta per bulan.
Pemerintah pusat, lanjutnya, tidak akan melepas begitu saja penerima PKH yang telah tergraduasi. Mereka akan tetap dibimbing dan diarahkan untuk memperoleh modal usaha, seperti dari KUR Himbara.
"Kalau ibu sudah lepas (dari PKH-red) maka kami akan tetap bimbing. Mungkin ada yang punya usaha keripik, restoran padang, atau apapun. Mudah-mudahan Allah berikan jalan. Saya minta ketika saya kembali ke Batam, akan lebih banyak ibu-ibu yang graduasi mandiri dan punya usaha," ujarnya menyemangati KPM PKH.
Mensos kemudian menyampaikan apresiasinya kepada para Pendamping PKH dan BPNT yang telah bekerja keras untuk mendampingi penerima manfaat program. Menurut dia, keberhasilan PKH dan BPNT tak lepas dari peran pendamping dalam membimbing KPM.
Selain memberikan penghargaan kepada tujuh KPM yang telah mandiri, Mensos juga memberikan bantuan pendidikan sebesar Rp350.000 per jiwa dari BRI untuk 10 anak-anak dari KPM yang berprestasi di bidang akademik dan non akademik. Di antaranya Jimas Rama Adhitya siswa SMPN 41 Batam yang meraih juara I Zona Regional Riau Piala Danone, juara I Provinsi Kepri Piala Danone, dam juara I sepak takraw tingkat Provinsi Kepri.
Sementara itu Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat mengatakan PKH di Kota Batam sampai dengan tahun 2018, terdiri dari 21.712 PKH Reguler, PKH Disabilitas 70 orang, PKH Lanjut Usia 106 orang, dan 32.493 keluarga BPNT.
Setelah memantau penyaluran bansos, Mensos mengunjungi beberapa penerima bansos di rumahnya. Didampingi Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Hari Hikmat dan Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin, Menteri mendatangi rumah Mariam (45) dan Liana (44) di Kampung Belian Tuak, Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota, Batam.
Tiba di rumah panggung milik Mariam yang berada di pinggir pantai ini, Menteri Agus menyapa perempuan berkerudung yang menyambut bersama suaminya.
Mariam bercerita memiliki tiga anak. Dua di antaranya sudah menikah dan bekerja. Si bungsu kini duduk di bangku SMA dan biaya sekolahnya sebagian ditopang dari anggaran PKH.
Mensos kemudian menanyakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan buku tabungan yang biasa digunakan untuk mengambil bansos. "Ibu punya Kartu Indonesia Sehat (KIS) atau tidak? Anak-anak yang sekolah apakah memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP)? Coba kalau iya, saya ingin lihat kartunya," tanya Mensos.
Liana merupakan salah satu KPM PKH yang tinggal di Belian Tuak RT 01 RW 06 Kelurahan Belian Kecamatan Batam Kota, Kota Batam.
Suaminya Fadli Fathi seorang nelayan dengan penghasilan rata-rata Rp90.000 per hari. "Suami saya rata-rata bisa dapat uang Rp90.000, itu kalau pas lagi cuaca bagus, kalau lagi cuaca kurang bagus ya bisa berhari-hari tidak melaut," tuturnya.
Dia mengatakan menerima bantuan PKH sejak tahun 2010, "Saya mulai menerima bantuan PKH sejak saya punya anak satu, waktu itu masih ambilnya di kantor Pos," tutur Liana.
Waktu itu uang yang diterimanya digunakan untuk keperluan anaknya yang masih sekolah, "Uang PKH saya pakai buat beli baju beli buku beli tas, dulu kan buku pelajaran harus bayar, kalau satu buku Rp17.000, kalau sampai delapan sudah berapa?" ujarnya.
Setelah Liana bisa menggunakan ATM, dia merasa bahwa bantuan yang sekarang lebih mudah. "Sekarang kalau ambil bantuan lebih enak dan setiap saat bisa, ATM juga dekat tinggal jalan sedikit sudah sampai. Enak pokoknya, bisa ambil sesuai kebutuhan saja," paparnya.
Selain mendapat bantuan uang, Liana mengaku mendapat banyak pelajaran dari Pendamping PKH. "Setiap bulan kan ada pertemuan kelompok (family development session) banyak sekali pelajarannya, beda kaya dulu tidak ada sekolahan. Kalau dahulu pendampingnya sedikit, kalau sekarang pendampingnya banyak," lanjut Liana.
Dia mengaku rutin membawa anaknya ke Posyandu karena mendapat nasehat dari pendampingnya, anak keduanya berusia tiga tahun. "Ini anak saya yang kecil berusia tiga tahun pas tanggal 27 Agustus kemarin," ungkapnya sambil mengusap kepala anaknya yang tidur di ayunan.
Mensos mengatakan, realisasi bantuan sosial PKH telah mencapai di atas 98% pada tahap I dan II dan telah berkontribusi dalam penurunan angka kemiskinan.
Badan Pusat statistik (BPS) telah merilis data tentang penurunan angka kemiskinan di Indonesia sebesar 630 ribu orang menjadi 25,95 juta orang atau 9,82% per Maret 2018 dibandingkan per September 2017 (26,58 juta orang atau 10,12%).
“Capaian ini menurut BPS disebabkan antara lain bantuan sosial meningkat 87,6 persen. Di Kementerian Sosial, terdapat bansos nontunai PKH, BPNT/Beras Sejahtera (Rastra). Untuk itu pada pencairan tahap ketiga ini saya minta semua pihak terkait bersama-sama menuntaskan pada Agustus,” tutur Mensos dalam acara penyaluran bansos yang berlangsung di Kantor Wali Kota Batam, Selasa 28 Agustus 2018, dalam siaran pers Kemensos kepada SINDOnews.
Kegiatan ini dihadiri Wali Kota Batam Muhammad Rudi, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Andi ZA Dulung, Forkopimda Kota Batam, Kepala Dinas Sosial Provinsi Kepulauan Riau Doli Boniara, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Batam Hasyimah, pimpinan Bank BRI Taufik dan Anis Abdul Hakim, serta pimpinan Bulog.
Di hadapan 350 KPM PKH yang berasal dari Kecamatan Bengkong, Kecamatan Batu Ampar dan Kecamatan Batam Kota, Mensos memberikan kesempatan kepada penerima manfaat menyampaikan kendala, saran atau masukan terkait pelaksanaan program.
Saat itu para ibu menyampaikan bahwa bansos PKH tahap ketiga sudah masuk ke rekening Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di BRI pada awal Bulan Agustus.
Mensos kemudian memberikan motivasi kepada ibu-ibu KPM dengan cara memberi makna dari bait-bait lagu Mars PKH yang dinyanyikan bersama-sama dengan penuh semangat di awal kegiatan.
"Intinya semangat dari PKH adalah kita bangun Indonesia jaya. Ibu-ibu siap menjadi bagian dari Indonesia jaya? Bagaimana caranya? Dalam lagu Mars PKH caranya adalah satukan langkah menyongsong masa depan. Berbekal niat dan kebersamaan," katanya.
Kebersamaan ini, kata dia, bukan hanya antara ibu-ibu namun juga kebersamaan ibu-ibu dengan para Pendamping PKH, kebersamaan pemerintah dengan pendamping PKH juga penting. Dengan kebersamaan apa pun tantangannya pasti bisa diatasi.
"Mari sadari bangsa ini besar. Potensinya luar biasa. Bagaimana cara menjadi bangsa yang besar? Bangsa ini harus dibangun oleh orang-orang tegar seperti ibu-ibu. Jangan putus asa. Terus semangat. Sesulit apapun tersenyum. Karena rasa ceria dan gembira menimbulkan optimisme," tuturnya.
Selanjutnya Mensos berharap bansos PKH dan BPNT dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dia juga berharap kelak ketika kembali ke Kota Batam akan lebih banyak ibu-Ibu yang telah mandiri atau graduasi dari PKH dan BPNT.
Dia mencontohkan beberapa penerima PKH dari Batam yang telah mandiri atau tergraduasi dari program PKH dan BPNT.Mereka menerima sertifikat Piagam KPM Sejahtera Mandiri dari Mensos dan diserahkan langsung kepada KPM PKH.
"Ibu Dahliana, mewakili pemerintah, saya mengucapkan selamat. Usaha kerupuk yang dijalankan telah membuahkan hasil dengan pendapat bersih Rp3,5 juta per bulan. Semoga memotivasi ibu-ibu yang lain," katanya saat menyerahkan piagam KPM Mandiri disaksikan penerima bansos lainnya.
Dahliana merupakan penerima PKH tahun 2017 saat itu sang suami yang pengangguran diterima bekerja di sebuah perusahaan dan diberi peluang untuk memasarkan kerupuk buatan istrinya di perusahaan tersebut.
Dalam setahun, usahanya berkembang pesat, kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak terpenuhi selain dari PKH. Bahkan, dia sudah bisa menabung. Pada Mei 2018, dia menyatakan mundur dari kepesertaan PKH dan BPNT karena telah mampu dan mandiri.
Contoh lain, sambung Mensos, Sri Lisdawati yang menerima PKH sejak 2010. Ia menjalani usaha payet kebaya dengan modal Rp2 juta (sebagian dari bansos PKH). Berbekal kursus menjahit dan menjadi karyawan salah satu butik di Kota Batam.
Setelah butik tutup, dia memberanikan diri menerima orderan payet kebaya. Lambat laun hasil karyanya yang bagus semakin terkenal. Bahkan dia selalu mendapat order dari Malaysia dan Singapura. Usahanya kian menanjak pada awal tahun 2018. Kini omset setiap bulannya mencapai Rp10 juta per bulan.
Pemerintah pusat, lanjutnya, tidak akan melepas begitu saja penerima PKH yang telah tergraduasi. Mereka akan tetap dibimbing dan diarahkan untuk memperoleh modal usaha, seperti dari KUR Himbara.
"Kalau ibu sudah lepas (dari PKH-red) maka kami akan tetap bimbing. Mungkin ada yang punya usaha keripik, restoran padang, atau apapun. Mudah-mudahan Allah berikan jalan. Saya minta ketika saya kembali ke Batam, akan lebih banyak ibu-ibu yang graduasi mandiri dan punya usaha," ujarnya menyemangati KPM PKH.
Mensos kemudian menyampaikan apresiasinya kepada para Pendamping PKH dan BPNT yang telah bekerja keras untuk mendampingi penerima manfaat program. Menurut dia, keberhasilan PKH dan BPNT tak lepas dari peran pendamping dalam membimbing KPM.
Selain memberikan penghargaan kepada tujuh KPM yang telah mandiri, Mensos juga memberikan bantuan pendidikan sebesar Rp350.000 per jiwa dari BRI untuk 10 anak-anak dari KPM yang berprestasi di bidang akademik dan non akademik. Di antaranya Jimas Rama Adhitya siswa SMPN 41 Batam yang meraih juara I Zona Regional Riau Piala Danone, juara I Provinsi Kepri Piala Danone, dam juara I sepak takraw tingkat Provinsi Kepri.
Sementara itu Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat mengatakan PKH di Kota Batam sampai dengan tahun 2018, terdiri dari 21.712 PKH Reguler, PKH Disabilitas 70 orang, PKH Lanjut Usia 106 orang, dan 32.493 keluarga BPNT.
Setelah memantau penyaluran bansos, Mensos mengunjungi beberapa penerima bansos di rumahnya. Didampingi Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Hari Hikmat dan Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin, Menteri mendatangi rumah Mariam (45) dan Liana (44) di Kampung Belian Tuak, Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota, Batam.
Tiba di rumah panggung milik Mariam yang berada di pinggir pantai ini, Menteri Agus menyapa perempuan berkerudung yang menyambut bersama suaminya.
Mariam bercerita memiliki tiga anak. Dua di antaranya sudah menikah dan bekerja. Si bungsu kini duduk di bangku SMA dan biaya sekolahnya sebagian ditopang dari anggaran PKH.
Mensos kemudian menanyakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan buku tabungan yang biasa digunakan untuk mengambil bansos. "Ibu punya Kartu Indonesia Sehat (KIS) atau tidak? Anak-anak yang sekolah apakah memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP)? Coba kalau iya, saya ingin lihat kartunya," tanya Mensos.
Liana merupakan salah satu KPM PKH yang tinggal di Belian Tuak RT 01 RW 06 Kelurahan Belian Kecamatan Batam Kota, Kota Batam.
Suaminya Fadli Fathi seorang nelayan dengan penghasilan rata-rata Rp90.000 per hari. "Suami saya rata-rata bisa dapat uang Rp90.000, itu kalau pas lagi cuaca bagus, kalau lagi cuaca kurang bagus ya bisa berhari-hari tidak melaut," tuturnya.
Dia mengatakan menerima bantuan PKH sejak tahun 2010, "Saya mulai menerima bantuan PKH sejak saya punya anak satu, waktu itu masih ambilnya di kantor Pos," tutur Liana.
Waktu itu uang yang diterimanya digunakan untuk keperluan anaknya yang masih sekolah, "Uang PKH saya pakai buat beli baju beli buku beli tas, dulu kan buku pelajaran harus bayar, kalau satu buku Rp17.000, kalau sampai delapan sudah berapa?" ujarnya.
Setelah Liana bisa menggunakan ATM, dia merasa bahwa bantuan yang sekarang lebih mudah. "Sekarang kalau ambil bantuan lebih enak dan setiap saat bisa, ATM juga dekat tinggal jalan sedikit sudah sampai. Enak pokoknya, bisa ambil sesuai kebutuhan saja," paparnya.
Selain mendapat bantuan uang, Liana mengaku mendapat banyak pelajaran dari Pendamping PKH. "Setiap bulan kan ada pertemuan kelompok (family development session) banyak sekali pelajarannya, beda kaya dulu tidak ada sekolahan. Kalau dahulu pendampingnya sedikit, kalau sekarang pendampingnya banyak," lanjut Liana.
Dia mengaku rutin membawa anaknya ke Posyandu karena mendapat nasehat dari pendampingnya, anak keduanya berusia tiga tahun. "Ini anak saya yang kecil berusia tiga tahun pas tanggal 27 Agustus kemarin," ungkapnya sambil mengusap kepala anaknya yang tidur di ayunan.
(dam)