Jalanan Utama di Kota Mekkah Macet Total
A
A
A
MEKKAH - Hampir semua jalanan di Kota Mekkah yang mengarah ke Masjidilharam dan areal Jamarat di Mina macet total sejak Selasa (21/8) pagi. Akibatnya banyak jamaah haji yang terpaksa jalan kaki untuk menuju atau pulang dari Masjidilharam.
Kemacetan itu, selain karena bertambahnya volume kendaraan terutama bus, juga karena banyak jalan yang ditutup. Jalanan yang ditutup terutama yang mengarah ke Masjidilharam dan ke Jamarat di Mina.
Jutaan orang jamaah bergerak dari Mina menuju Masjidilharam untuk melakukan tawaf ifadhah setelah itu mereka kembali ke Mina. Demikian juga ada jutaan jamaah juga yang memilih lebih dulu ke Jamarat untuk melempar jumroh aqobah, setelah itu bergerak ke Masjidilharam untuk melaksanakan tawaf ifadah.
Rekan-rekan Media Center Haji (MCH) bersama puluhan ribu jamaah terpaksa harus berjalan kaki dari Masjidilharam ke Wisma Al-Mabrur yang menjadi tempat menginap. Tim MCH yang sehari sebelumnya melaksanakan wukuf di Padang Arafah bersama sekitar 3 juta jamaah haji dari seluruh dunia, sekitar pukul 23.00 waktu Arab Saudi (WAS) bergeser ke Muzdalifah.
Mampir sebentar untuk mengambil kerikil di Muzdalifah, kemudian langsung menuju ke Masjidilharam untuk melaksanakan tawaf ifadah yang merupakan rukun haji. Padang Arafah-Muzdalifah-Masjidilharam terasa nyaman karena naik bus.
Namun baliknya, seusai Salat Subuh berjamaah di Masjidilharam, kami harus jalan kaki dari Masjidilharam ke Wisma Al-Mabrur yang berada di kawasan Syisyah. Jarak kedua tempat tersebut sekitar 3 kilometer.
Waktu itu, tim MCH terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ada tujuh orang mencoba untuk menyewa taksi, jenis mobil minibus. Tarifnya terhitung mahal, karena setiap orang dikenai ongkos 30 reyal (atau setara dengan Rp70.000).
Saya termasuk dalam rombongan itu. Namun taksi yang kami tumpangi hanya bisa jalan sekitar satu kilometer. Kami pun terpaksa harus turun dan melanjutkan perjanan dengan jalan kaki. Kendati hanya 1 km, namun kami tetap ditarik tarif 30 reyal per orang.
Sebenarnya ada moda transportasi lain yang ada di Mekkah di kala terjadi kemacetan hebat seperti ini. Jasa ojeg motor menjadi satu moda transportasi yang menjadi pilihan warga. Namun jumlah ojeg di Mekkah tak banyak.
Bagi penumpangnya juga dijamin sport jantung, karena pengemudinya terhitung ugal-ugalan. Informasinya, untuk mengendarai motor di Mekkah tak perlu memiliki surat izin mengemudi.
Sehingga tak mengherankan apabila pengendara motor maupun penumpangnya tak perlu mengenakan helm. Jalannya pun seringkali memotong kendaraan lain yang ada di depannya.
“Ojeg motor itu ada kalau pas musim haji saja, di luar itu motornya dibuat main-main saja karena warga Arab itu lebih suka naik mobil. Tukang ojeg itu biasanya warga pendatang,” kata Anwar, sopir MCH yang telah puluhan tahun menetap di Arab Saudi ini.
Kemacetan itu, selain karena bertambahnya volume kendaraan terutama bus, juga karena banyak jalan yang ditutup. Jalanan yang ditutup terutama yang mengarah ke Masjidilharam dan ke Jamarat di Mina.
Jutaan orang jamaah bergerak dari Mina menuju Masjidilharam untuk melakukan tawaf ifadhah setelah itu mereka kembali ke Mina. Demikian juga ada jutaan jamaah juga yang memilih lebih dulu ke Jamarat untuk melempar jumroh aqobah, setelah itu bergerak ke Masjidilharam untuk melaksanakan tawaf ifadah.
Rekan-rekan Media Center Haji (MCH) bersama puluhan ribu jamaah terpaksa harus berjalan kaki dari Masjidilharam ke Wisma Al-Mabrur yang menjadi tempat menginap. Tim MCH yang sehari sebelumnya melaksanakan wukuf di Padang Arafah bersama sekitar 3 juta jamaah haji dari seluruh dunia, sekitar pukul 23.00 waktu Arab Saudi (WAS) bergeser ke Muzdalifah.
Mampir sebentar untuk mengambil kerikil di Muzdalifah, kemudian langsung menuju ke Masjidilharam untuk melaksanakan tawaf ifadah yang merupakan rukun haji. Padang Arafah-Muzdalifah-Masjidilharam terasa nyaman karena naik bus.
Namun baliknya, seusai Salat Subuh berjamaah di Masjidilharam, kami harus jalan kaki dari Masjidilharam ke Wisma Al-Mabrur yang berada di kawasan Syisyah. Jarak kedua tempat tersebut sekitar 3 kilometer.
Waktu itu, tim MCH terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ada tujuh orang mencoba untuk menyewa taksi, jenis mobil minibus. Tarifnya terhitung mahal, karena setiap orang dikenai ongkos 30 reyal (atau setara dengan Rp70.000).
Saya termasuk dalam rombongan itu. Namun taksi yang kami tumpangi hanya bisa jalan sekitar satu kilometer. Kami pun terpaksa harus turun dan melanjutkan perjanan dengan jalan kaki. Kendati hanya 1 km, namun kami tetap ditarik tarif 30 reyal per orang.
Sebenarnya ada moda transportasi lain yang ada di Mekkah di kala terjadi kemacetan hebat seperti ini. Jasa ojeg motor menjadi satu moda transportasi yang menjadi pilihan warga. Namun jumlah ojeg di Mekkah tak banyak.
Bagi penumpangnya juga dijamin sport jantung, karena pengemudinya terhitung ugal-ugalan. Informasinya, untuk mengendarai motor di Mekkah tak perlu memiliki surat izin mengemudi.
Sehingga tak mengherankan apabila pengendara motor maupun penumpangnya tak perlu mengenakan helm. Jalannya pun seringkali memotong kendaraan lain yang ada di depannya.
“Ojeg motor itu ada kalau pas musim haji saja, di luar itu motornya dibuat main-main saja karena warga Arab itu lebih suka naik mobil. Tukang ojeg itu biasanya warga pendatang,” kata Anwar, sopir MCH yang telah puluhan tahun menetap di Arab Saudi ini.
(pur)