Ekonomi Umat Saat Lemah, Ini yang Harus Kita Kuatkan
A
A
A
MEKKAH - Ketika memutuskan mau menerima menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2019, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin sudah memiliki sejumlah konsep untuk diperkenalkan ke masyarakat. (Baca juga: Tawaran Cawapres Ini Bentuk Penghargaan bagi Ulama, Harus Kita Respons )
Apa saja itu? Berikut wawancara eksklusif SINDOnews dengan KH Ma’ruf Amin di Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Ketika terpilih sebagai cawapres, apa visi misi Pak Kyai?
Pertama, konsep menjaga keutuhan NKRI ini. Sebab ini kalau tidak dijaga, NKRI bubar. NKRI komitmen bersama para pendahulu.
Maka saya menyebutnya negara ini negara kesepakatan. Karena dibangun oleh semua elemen seluruh bangsa. Ditemukan konsep dasar negara Pancasila. Istilah itu bagi kelompok kebangsaan adalah kebangsaan yang religius. Bagi kelompok Islam, kebangsaan yang bertauhid. Di sini kebangsaan dan islam bertemu. Kalau itu tercapai, negara akan aman. Negara ini akan terjaga dari perpecahan.
Untuk menjaga NKRI utuh ini harus kita jaga dengan paradigma yang ada di Indonesia, yang di negara lain tidak muncul yaitu ukhuwah. Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Wathaniyah.
Prinsip ini yang ingin terus kita dengungkan. Bahwa jangan ada yang tidak memiliki komitmen kebangsaan. Dan juga kita harus punya kesepakatan, mekanisme dalam menyampaikan aspirasi, yaitu melalui mekanisme yang diatur dalam UUD 1945. Itu kesepakatan. Oleh karena itu boleh ada radikalisme, apalagi terorisme.
Kedua, yang harus kita ciptakan adalah keamanan dan kedamaian. Negara kalau tidak aman tidak bisa membangun. Contoh Afghanistan. Dia adalah negara paling kaya di dunia. Gasnya, minyaknya, emasnya, terbesar. Tapi tidak bisa, kenapa? Karena tidak damai. Perang terus.
Karena itu ketika kita bicara dalam konsep Islam pentingnya kemaslahatan, ada lima prinsip yaitu, terjaganya agama, terjaganya jiwa, terjaganya akal, terjaganya keturunan, terjaganya harta. Itu lima prinsip.
Saya bilang ini nggak cukup. Harus ditambah ini. Yaitu terjaganya keamanan dan keselamatan. Kalau tanpa dua ini tidak bisa. Jadi ada tujuh prinsip.
Bagaimana dengan membangun ekonomi?
Setelah yang saya sampaikan tadi, baru kemudian kita masuk pada pembangunan ekonomi. Ekonomi seperti apa? Yaitu ekonomi yang semua komponennya itu sesuai dengan sila kelima Pancasila yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Bagian yang lemah dari rakyat Indonesia itu adalah bagian umat (Islam). Umat ini bagian terbesar dari bangsa ini. Kalau umat lemah, negara lemah. Kalau umat ini kuat, negara ini kuat.
Umat ini yang saat ini dalam posisi lemah. Makanya ini harus kita kuatkan. Bukan melemahkan yang kuat, tapi menguatkan yang lemah. Caranya gimana? Bukan membenturkan, tapi bermitra. Memitrakan, saling kolaborasi, saling menguatkan dan saling menjaga sehingga terjadi harmonisasi kehidupan.
Kehidupan ekonominya naik. Itu ekonomi berkeadilan, sesuai dengan sila kelima Pancasila. Ini yang coba saya ingin bangun.
Juga memberikan nilai tambah, bagi terutama di daerah sentra pertanian. Misalnya coklat di Sulawesi. Harga di Sulawesi itu cuma Rp1.000 per kilogram. Ketika masuk ke Singapura, diolah sedikit, dipoles sedikit menjadi Rp20.000. Nilai tambahnya Rp19.000.
Terkait pembangunan ekonomi ini, kita ini ingin para pengusaha meneteskan, yang selama ini tidak menetes. Trickle down effect. Yang semula dikonsepkan, ternyata nggak menetes kan? Nah ini yang kita tarik. Anda harus ikut bersama dan saya sudah dengar tidak ada yang keberatan. Dan Pak Jokowi sudah setuju.
Tentu saja yang perlu diatur itu adalah tahapan-tahapannya seperti apa. Ini supaya tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Semua diuntungkan. Menguntungkan semua pihak.
Yang menjadi keraguan publik sekarang adalah masalah kesehatan karena usia Pak Kyai yang sudah lanjut. Bagaimana Pak Kyai menjawab isu ini?
Selama ini saya menjalankan tugas saya sebagai Rais Aam PBNU dan Ketua Umum MUI. Tanya saja ke PBNU, tanya saja ke MUI. Saya tiap minggu keliling daerah.
Apa saja itu? Berikut wawancara eksklusif SINDOnews dengan KH Ma’ruf Amin di Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Ketika terpilih sebagai cawapres, apa visi misi Pak Kyai?
Pertama, konsep menjaga keutuhan NKRI ini. Sebab ini kalau tidak dijaga, NKRI bubar. NKRI komitmen bersama para pendahulu.
Maka saya menyebutnya negara ini negara kesepakatan. Karena dibangun oleh semua elemen seluruh bangsa. Ditemukan konsep dasar negara Pancasila. Istilah itu bagi kelompok kebangsaan adalah kebangsaan yang religius. Bagi kelompok Islam, kebangsaan yang bertauhid. Di sini kebangsaan dan islam bertemu. Kalau itu tercapai, negara akan aman. Negara ini akan terjaga dari perpecahan.
Untuk menjaga NKRI utuh ini harus kita jaga dengan paradigma yang ada di Indonesia, yang di negara lain tidak muncul yaitu ukhuwah. Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Wathaniyah.
Prinsip ini yang ingin terus kita dengungkan. Bahwa jangan ada yang tidak memiliki komitmen kebangsaan. Dan juga kita harus punya kesepakatan, mekanisme dalam menyampaikan aspirasi, yaitu melalui mekanisme yang diatur dalam UUD 1945. Itu kesepakatan. Oleh karena itu boleh ada radikalisme, apalagi terorisme.
Kedua, yang harus kita ciptakan adalah keamanan dan kedamaian. Negara kalau tidak aman tidak bisa membangun. Contoh Afghanistan. Dia adalah negara paling kaya di dunia. Gasnya, minyaknya, emasnya, terbesar. Tapi tidak bisa, kenapa? Karena tidak damai. Perang terus.
Karena itu ketika kita bicara dalam konsep Islam pentingnya kemaslahatan, ada lima prinsip yaitu, terjaganya agama, terjaganya jiwa, terjaganya akal, terjaganya keturunan, terjaganya harta. Itu lima prinsip.
Saya bilang ini nggak cukup. Harus ditambah ini. Yaitu terjaganya keamanan dan keselamatan. Kalau tanpa dua ini tidak bisa. Jadi ada tujuh prinsip.
Bagaimana dengan membangun ekonomi?
Setelah yang saya sampaikan tadi, baru kemudian kita masuk pada pembangunan ekonomi. Ekonomi seperti apa? Yaitu ekonomi yang semua komponennya itu sesuai dengan sila kelima Pancasila yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Bagian yang lemah dari rakyat Indonesia itu adalah bagian umat (Islam). Umat ini bagian terbesar dari bangsa ini. Kalau umat lemah, negara lemah. Kalau umat ini kuat, negara ini kuat.
Umat ini yang saat ini dalam posisi lemah. Makanya ini harus kita kuatkan. Bukan melemahkan yang kuat, tapi menguatkan yang lemah. Caranya gimana? Bukan membenturkan, tapi bermitra. Memitrakan, saling kolaborasi, saling menguatkan dan saling menjaga sehingga terjadi harmonisasi kehidupan.
Kehidupan ekonominya naik. Itu ekonomi berkeadilan, sesuai dengan sila kelima Pancasila. Ini yang coba saya ingin bangun.
Juga memberikan nilai tambah, bagi terutama di daerah sentra pertanian. Misalnya coklat di Sulawesi. Harga di Sulawesi itu cuma Rp1.000 per kilogram. Ketika masuk ke Singapura, diolah sedikit, dipoles sedikit menjadi Rp20.000. Nilai tambahnya Rp19.000.
Terkait pembangunan ekonomi ini, kita ini ingin para pengusaha meneteskan, yang selama ini tidak menetes. Trickle down effect. Yang semula dikonsepkan, ternyata nggak menetes kan? Nah ini yang kita tarik. Anda harus ikut bersama dan saya sudah dengar tidak ada yang keberatan. Dan Pak Jokowi sudah setuju.
Tentu saja yang perlu diatur itu adalah tahapan-tahapannya seperti apa. Ini supaya tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Semua diuntungkan. Menguntungkan semua pihak.
Yang menjadi keraguan publik sekarang adalah masalah kesehatan karena usia Pak Kyai yang sudah lanjut. Bagaimana Pak Kyai menjawab isu ini?
Selama ini saya menjalankan tugas saya sebagai Rais Aam PBNU dan Ketua Umum MUI. Tanya saja ke PBNU, tanya saja ke MUI. Saya tiap minggu keliling daerah.
(poe)