Tahun Politik, Ketua MPR Ungkap Kisah Teladan Pendiri Bangsa
A
A
A
JAKARTA - Ketua MPR Zulkifli Hasan mengajak semua pihak untuk membuka kembali kisah keteladanan para pendiri bangsa dalam menghadapi tahun politik ini.
Hal itu dikatakan Zulkifli Hasan dalam pidatonya dalam Sidang Tahunan MPR, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018).
"Kita ingat bagaimana kisah persabatan Pak Kasimo dan Pak Natsir yang bersepeda bersama setelah debat sengit di parlemen. Pak Prawoto, mantan Wakil Perdana Menteri dan saat itu menjadi Wakil Ketua Konstituante, adalah pribadi yang jujur, berdedikasi, dan sangat sederhana," ujar Zulkifli Hasan.
Dia melanjutkan, Prawoto tak kunjung memiliki rumah. Ketika hendak membeli rumah yang sudah lama dikontraknya, kata dia, Kasimo membantu Prawoto.
"Kita juga ingat persahabatan Bung Karno dan Bung Hatta yang tetap hangat dan akrab meski sudah tak bisa bersama lagi," ujar Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Padahal, lanjut dia, Bung Karno dan Bung Hatta berbeda pandangan yang tak ada titik temunya tentang demokrasi. "Kita juga ingat kisah persahabatan Pak Simatupang dengan Pak Kasman dan Pak Prawoto ketika sama-sama bergerilya akibat agresi Belanda," kata mantan Menteri Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Kemudian, dia mengingatkan kisah Buya Hamka yang bergegas untuk mengimami salat jenazah Bung Karno kendati dulu pernah dipenjarakan tanpa proses peradilan. "Bagi Buya Hamka perbedaan politik bukan halangan untuk memaafkan," katanya.
Zulkifli mengatakan, pendiri bangsa juga memberi keteladanan bahwa memimpin adalah mengabdi, bukan sekadar jalan mencari kuasa. "Seperti Bung Hatta yang tak mampu membeli Sepatu Bally sampai akhir hayatnya. Atau seperti prinsip yang selalu diajarkan KH Agus Salim: Leiden is Liijden, memimpin adalah jalan menderita," tuturnya.
Hal itu dikatakan Zulkifli Hasan dalam pidatonya dalam Sidang Tahunan MPR, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018).
"Kita ingat bagaimana kisah persabatan Pak Kasimo dan Pak Natsir yang bersepeda bersama setelah debat sengit di parlemen. Pak Prawoto, mantan Wakil Perdana Menteri dan saat itu menjadi Wakil Ketua Konstituante, adalah pribadi yang jujur, berdedikasi, dan sangat sederhana," ujar Zulkifli Hasan.
Dia melanjutkan, Prawoto tak kunjung memiliki rumah. Ketika hendak membeli rumah yang sudah lama dikontraknya, kata dia, Kasimo membantu Prawoto.
"Kita juga ingat persahabatan Bung Karno dan Bung Hatta yang tetap hangat dan akrab meski sudah tak bisa bersama lagi," ujar Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Padahal, lanjut dia, Bung Karno dan Bung Hatta berbeda pandangan yang tak ada titik temunya tentang demokrasi. "Kita juga ingat kisah persahabatan Pak Simatupang dengan Pak Kasman dan Pak Prawoto ketika sama-sama bergerilya akibat agresi Belanda," kata mantan Menteri Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Kemudian, dia mengingatkan kisah Buya Hamka yang bergegas untuk mengimami salat jenazah Bung Karno kendati dulu pernah dipenjarakan tanpa proses peradilan. "Bagi Buya Hamka perbedaan politik bukan halangan untuk memaafkan," katanya.
Zulkifli mengatakan, pendiri bangsa juga memberi keteladanan bahwa memimpin adalah mengabdi, bukan sekadar jalan mencari kuasa. "Seperti Bung Hatta yang tak mampu membeli Sepatu Bally sampai akhir hayatnya. Atau seperti prinsip yang selalu diajarkan KH Agus Salim: Leiden is Liijden, memimpin adalah jalan menderita," tuturnya.
(dam)