Pertamina Menangi Blok Rokan
A
A
A
Fahmy Radhi
Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Antimafia Migas
PEMERINTAH melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk memenangkan Pertamina dalam pengelolaan Blok Rokan ketimbang Chevron. Blok Rokan merupakan ladang minyak dan gas (migas) yang terletak di Kepulauan Riau. Blok Rokan saat ini masih dikelola oleh Chevron, perusahaan migas Amerika Serikat.Chevron mengelola blok Rokan sejak menandatangani kontrak pada 8 Agustus 1971. Kontrak berlaku 30 tahun yang berakhir pada 2001 lalu kontrak diperpanjang lagi selama 20 tahun hingga akan berakhir pada 2021.
Blok Rokan menghasilkan 207.148 barel per hari (bph), setara dengan 26% produksi migas nasional. Produksi migas Rokan hingga akhir 2018 diperkirakan mencapai 205.952 bph atau dalam setahun sekitar 75 juta barel. Dengan rata-rata Indonesian Crude Price (ICP) saat ini sebesar USD66,55 per barel, pendapatan kotor Blok Rokan sebesar USD4,99 miliar. Dengan pendapatan sebesar itu, tidak mengherankan kalau Chevron dan Pertamina saling bersaing untuk mendapatkan hak pengelolaan Blok Rokan pascakontrak berakhir.
Awalnya banyak kalangan yang meragukan Pertamina bisa memenangi persaingan berhadapan dengan Chevron dalam pengelolaan Blok Rokan. Pasalnya, Pertamina selalu mengalami kekalahan setiap kali bersaing dengan perusahaan migas asing, seperti Chevron dan Exxon Mobil. Sebelumnya Pertamina tidak pernah berani menetapkan pembayaran signature bonus dalam jumlah besar sehingga selalu kalah dalam bersaing mendapatkan wilayah kerja blok migas.
Kemenangan ini merupakan awal yang baik bagi Pertamina untuk kembali memenangkan persaingan dalam pengelolaan blok migas, baik di wilayah kerja dalam negeri maupun luar negeri. Untuk itu, Pertamina harus didukung manajemen operasional yang efisien dan manajemen keuangan yang andal serta manajemen biaya yang berdasarkan good corporate governance.
Persaingan antara Pertamina dan Chevron dalam pengelolaan Blok Rokan bisa terjadi setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 23 Tahun 2018. Dalam Permen itu, pemerintah memberikan kesempatan yang sama antara Pertamina dan existing investor, dalam hal ini Cheron, untuk mengelola blok terminasi, termasuk Blok Rokan, dengan mengajukan proposal kepada pemerintah.Pemberian kesempatan yang sama itu berdasarkan PP 35/2004 tentang Kegiatan Hulu Migas. Pasal 28 ayat 1 menyebutkan bahwa existing investor dapat mengajukan proposal perpanjangan saat kontrak berakhir. Jika proposal ditolak, pemerintah akan menyerahkan blok terminasi itu kepada Pertamina. Namun, jika Pertamina menolak, Pemerintah akan melelang blok terminasi tersebut.
Faktor apa saja yang menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk menangkan Pertamina dalam persaingan dengan Chevron? Menurut Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, keputusan memenangkan proposal Pertamina itu semata-mata atas dasar pertimbangan bisnis dan ekonomi setelah mengevaluasi proposal kedua perusahaan. Menurut tim penilai, proposal Pertamina dinilai lebih baik dan menguntungkan bagi negara dibanding proposal yang diajukan oleh Chevron.
Berdasarkan hasil penilaian proposal, Pertamina menawarakan signature bonus sebesar USD784 juta atau sekitar Rp11,3 triliun. Signature bonus adalah bonus yang diserahkan kepada pemerintah sebelum penandatanganan kontrak. Tujuannya untuk menunjukkan komitmen bahwa pemenang lelang bersungguh-sungguh.Selain itu, untuk menunjukkan bahwa pemenang lelang itu merupakan perusahaan yang bonafide. Dalam proposalnya, Pertamina memberikan nilai Komitmen Kerja Pasti (KKP) sebesar USD500 juta atau Rp7,2 triliun dari aktivitas eksploitasi migas dalam 5 tahun. Dengan KKP itu, potensi pendapatan negara selama 20 tahun ke depan diproyeksikan sebesar USD57 miliar atau sekitar Rp825 triliun.Nilai signature bonus dan nilai KKP yang ditawarkan Pertamina dinilai lebih besar dibanding penawaran Chevron, yang menjadi dasar utama bagi pemerintah untuk memenangkan perusahaan BUMN tersebut dalam pengelolaan Blok Rokan. Untuk bisa memenuhi KKP, Pertamina dituntut untuk meningkatkan produksi, atau minimal tidak terjadi penurunan, seperti yang terjadi di Blok Mahakam dan ONWJ.
Di Blok Mahakam, Pertamina ternyata hanya mampu menghasilkan produksi minyak sebesar 75.879 bph dari target 85.869 bph atau sekitar 88,37% dari yang ditargetkan. Sementara produksi gas sebesar 814,4 MMSCFD dari target 831,9 MMSCFD atau 97,9% dari target. Penurunan produksi, yang ditunjukkan tidak tercapainya target produksi itu, tidak hanya terjadi di Blok Mahakam, tetapi terjadi juga di Blok ONWJ. Pada 2017 produksi minyak di Blok ONWJ sebesar 30.457 bph atau sekitar 92,29% dari target.
Kalau Pertamina benar-benar mampu memenuhi, tidak saja signature bonus dan KKP, tetapi juga peningkatan produksi Blok Rokan, maka keputusan pemerintah memenangkan Pertamina sudah sangat tepat dan patut diapresiasi. Pasalnya, keputusan itu, selain memenuhi pertimbangan penilaian bisnis dan ekonomi, juga memenuhi pertimbangan konstitusi. Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 Pasal 33 menyebutkan bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, yang dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
Penyerahan Blok Rokan kepada Pertamina, sebagai representasi negara, sudah sesuai dengan amanah konstitusi “dikuasai negara”. Sementara peningkatan produksi Blok Rokan, yang akan menghasilkan pendapatan optimal diharapkan akan memberikan kesempatan bagi negara dalam mempergunakan penghasilan Blok Rokan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena itu, semua komponen bangsa semestinya ikut mengawal agar komitmen Pertamina itu dapat direalisasikan.
Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Antimafia Migas
PEMERINTAH melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk memenangkan Pertamina dalam pengelolaan Blok Rokan ketimbang Chevron. Blok Rokan merupakan ladang minyak dan gas (migas) yang terletak di Kepulauan Riau. Blok Rokan saat ini masih dikelola oleh Chevron, perusahaan migas Amerika Serikat.Chevron mengelola blok Rokan sejak menandatangani kontrak pada 8 Agustus 1971. Kontrak berlaku 30 tahun yang berakhir pada 2001 lalu kontrak diperpanjang lagi selama 20 tahun hingga akan berakhir pada 2021.
Blok Rokan menghasilkan 207.148 barel per hari (bph), setara dengan 26% produksi migas nasional. Produksi migas Rokan hingga akhir 2018 diperkirakan mencapai 205.952 bph atau dalam setahun sekitar 75 juta barel. Dengan rata-rata Indonesian Crude Price (ICP) saat ini sebesar USD66,55 per barel, pendapatan kotor Blok Rokan sebesar USD4,99 miliar. Dengan pendapatan sebesar itu, tidak mengherankan kalau Chevron dan Pertamina saling bersaing untuk mendapatkan hak pengelolaan Blok Rokan pascakontrak berakhir.
Awalnya banyak kalangan yang meragukan Pertamina bisa memenangi persaingan berhadapan dengan Chevron dalam pengelolaan Blok Rokan. Pasalnya, Pertamina selalu mengalami kekalahan setiap kali bersaing dengan perusahaan migas asing, seperti Chevron dan Exxon Mobil. Sebelumnya Pertamina tidak pernah berani menetapkan pembayaran signature bonus dalam jumlah besar sehingga selalu kalah dalam bersaing mendapatkan wilayah kerja blok migas.
Kemenangan ini merupakan awal yang baik bagi Pertamina untuk kembali memenangkan persaingan dalam pengelolaan blok migas, baik di wilayah kerja dalam negeri maupun luar negeri. Untuk itu, Pertamina harus didukung manajemen operasional yang efisien dan manajemen keuangan yang andal serta manajemen biaya yang berdasarkan good corporate governance.
Persaingan antara Pertamina dan Chevron dalam pengelolaan Blok Rokan bisa terjadi setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 23 Tahun 2018. Dalam Permen itu, pemerintah memberikan kesempatan yang sama antara Pertamina dan existing investor, dalam hal ini Cheron, untuk mengelola blok terminasi, termasuk Blok Rokan, dengan mengajukan proposal kepada pemerintah.Pemberian kesempatan yang sama itu berdasarkan PP 35/2004 tentang Kegiatan Hulu Migas. Pasal 28 ayat 1 menyebutkan bahwa existing investor dapat mengajukan proposal perpanjangan saat kontrak berakhir. Jika proposal ditolak, pemerintah akan menyerahkan blok terminasi itu kepada Pertamina. Namun, jika Pertamina menolak, Pemerintah akan melelang blok terminasi tersebut.
Faktor apa saja yang menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk menangkan Pertamina dalam persaingan dengan Chevron? Menurut Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, keputusan memenangkan proposal Pertamina itu semata-mata atas dasar pertimbangan bisnis dan ekonomi setelah mengevaluasi proposal kedua perusahaan. Menurut tim penilai, proposal Pertamina dinilai lebih baik dan menguntungkan bagi negara dibanding proposal yang diajukan oleh Chevron.
Berdasarkan hasil penilaian proposal, Pertamina menawarakan signature bonus sebesar USD784 juta atau sekitar Rp11,3 triliun. Signature bonus adalah bonus yang diserahkan kepada pemerintah sebelum penandatanganan kontrak. Tujuannya untuk menunjukkan komitmen bahwa pemenang lelang bersungguh-sungguh.Selain itu, untuk menunjukkan bahwa pemenang lelang itu merupakan perusahaan yang bonafide. Dalam proposalnya, Pertamina memberikan nilai Komitmen Kerja Pasti (KKP) sebesar USD500 juta atau Rp7,2 triliun dari aktivitas eksploitasi migas dalam 5 tahun. Dengan KKP itu, potensi pendapatan negara selama 20 tahun ke depan diproyeksikan sebesar USD57 miliar atau sekitar Rp825 triliun.Nilai signature bonus dan nilai KKP yang ditawarkan Pertamina dinilai lebih besar dibanding penawaran Chevron, yang menjadi dasar utama bagi pemerintah untuk memenangkan perusahaan BUMN tersebut dalam pengelolaan Blok Rokan. Untuk bisa memenuhi KKP, Pertamina dituntut untuk meningkatkan produksi, atau minimal tidak terjadi penurunan, seperti yang terjadi di Blok Mahakam dan ONWJ.
Di Blok Mahakam, Pertamina ternyata hanya mampu menghasilkan produksi minyak sebesar 75.879 bph dari target 85.869 bph atau sekitar 88,37% dari yang ditargetkan. Sementara produksi gas sebesar 814,4 MMSCFD dari target 831,9 MMSCFD atau 97,9% dari target. Penurunan produksi, yang ditunjukkan tidak tercapainya target produksi itu, tidak hanya terjadi di Blok Mahakam, tetapi terjadi juga di Blok ONWJ. Pada 2017 produksi minyak di Blok ONWJ sebesar 30.457 bph atau sekitar 92,29% dari target.
Kalau Pertamina benar-benar mampu memenuhi, tidak saja signature bonus dan KKP, tetapi juga peningkatan produksi Blok Rokan, maka keputusan pemerintah memenangkan Pertamina sudah sangat tepat dan patut diapresiasi. Pasalnya, keputusan itu, selain memenuhi pertimbangan penilaian bisnis dan ekonomi, juga memenuhi pertimbangan konstitusi. Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 Pasal 33 menyebutkan bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, yang dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”.
Penyerahan Blok Rokan kepada Pertamina, sebagai representasi negara, sudah sesuai dengan amanah konstitusi “dikuasai negara”. Sementara peningkatan produksi Blok Rokan, yang akan menghasilkan pendapatan optimal diharapkan akan memberikan kesempatan bagi negara dalam mempergunakan penghasilan Blok Rokan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena itu, semua komponen bangsa semestinya ikut mengawal agar komitmen Pertamina itu dapat direalisasikan.
(whb)