Pengurus Wilayah MUI Tolak Ijtima Ulama, Ini Kata Pengamat Politik
A
A
A
JAKARTA - Munculnya penolakan pengurus wilayah Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden hasil ijtima ulama dinilai sebagai bagian dari proses demokrasi.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, esensei dari demokrasi adalah partisipasi, representasi, dan kontestasi dalam pemilu. Siti menilai, fenomena penolakan pengurus wilayah MUI di sejumlah daerah terhadap rekomendasi ijtima ulama yang merestui Prabowo Subianto sebagai capres serta Ustad Abdul Somad dan Salim Segaf Al-Jufri sebagai calon wakil presiden, sebagai bagian dari representasi dan partisipasi aktif akar rumput.
"Saya tidak melihat politik identitas dalam konotasi negatif di situ. Kalau tidak ada representasi, maka tidak ada kebebasan masyarakat di situ," kata Siti kepada SINDOnews, Jumat (3/8/2018).
Sebagai penduduk mayoritas, muslim di Indonesia sangat beragam. Keberagaman muslim merupakan bagian dari kebhinekaan. Sebagai mayoritas, Siti mengatakan tuntutan representasi Islam sangat tinggi. Karena beragam, suara muslim juga bisa berlabuh ke calon dari kubu mana pun. Bisa calon yang diusung Demokrat, Gerindra, PDIP atau Golkar.
"Saat ini, para calon memang tengah memperebutkan ceruk-ceruk itu. Yang tak boleh, menurut saya, adalah politisasi terhadap simbol-simbol ke-Islaman tadi," ucap Siti.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, esensei dari demokrasi adalah partisipasi, representasi, dan kontestasi dalam pemilu. Siti menilai, fenomena penolakan pengurus wilayah MUI di sejumlah daerah terhadap rekomendasi ijtima ulama yang merestui Prabowo Subianto sebagai capres serta Ustad Abdul Somad dan Salim Segaf Al-Jufri sebagai calon wakil presiden, sebagai bagian dari representasi dan partisipasi aktif akar rumput.
"Saya tidak melihat politik identitas dalam konotasi negatif di situ. Kalau tidak ada representasi, maka tidak ada kebebasan masyarakat di situ," kata Siti kepada SINDOnews, Jumat (3/8/2018).
Sebagai penduduk mayoritas, muslim di Indonesia sangat beragam. Keberagaman muslim merupakan bagian dari kebhinekaan. Sebagai mayoritas, Siti mengatakan tuntutan representasi Islam sangat tinggi. Karena beragam, suara muslim juga bisa berlabuh ke calon dari kubu mana pun. Bisa calon yang diusung Demokrat, Gerindra, PDIP atau Golkar.
"Saat ini, para calon memang tengah memperebutkan ceruk-ceruk itu. Yang tak boleh, menurut saya, adalah politisasi terhadap simbol-simbol ke-Islaman tadi," ucap Siti.
(amm)