Pengamat: Narasi Politik Seakan Kubu Islam-Nasionalis Saling Berhadapan
A
A
A
JAKARTA - Rekomendasi Ijtima Ulama yang digagas alumni 212 masuk dalam pertimbangan partai politik (parpol) koalisi kubu Prabowo Subianto. Bahkan rekomendasi Ijtima ulama tersebut jadi pembahasan dalam pertemuan antara elit Gerindra, Demokrat dan PKS yang intens dilakukan kemarin.
Kendati begitu, rekomendasi yang memunculkan nama Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri dan Ustaz Abdul Somad sebagai pendamping Prabowo belum final dan masih dikaji oleh kubu calon lawan petahana Jokowi.
Direktur Politik dan Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menilai, Salim Segaf tak bisa disebut sebagai representasi Islam, meski klaim tersebut kuat dilancarkan oleh mereka.
"Posisi Salim tergolong lemah untuk mendongkrak perolehan suara Prabowo, hal ini dikarenakan Salim merupakan kader partai politik," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Selasa (31/7/2018).
Menurut Sulthan, Salim hanya mampu menyedot masa PKS, belum tentu dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Disisi lain PKS sudah pasti bersama Prabowo. Sementara Ustaz Somad menarik, namun sayang Ia lebih memilih menjadi suluh di tengah kelam.
Pengamat Politik asal UIN Jakarta ini menganggap, narasi politik hari ini seolah-olah kubu Islam dengan nasionalis sedang berhadap-hadapan. Namun di sisi lain hal itu tidak berpengaruh pada peningkatan elektabilitas partai Islam. Artinya, kata dia, umat butuh figure Islam yang non partisan.
"Saya pikir ijtima’ ulama berani secara tegas mendorong Habib Rizik sebagai Capres/Cawapres. Hemat saya, Prabowo perlu mempertimbangkan tokoh muda sebagai alternative untuk melawan Jokowi," katanya.
Menurutnya, nama Ketua Ketua Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) perlu dipertimbangkan secara matang. Jangan lupa Presiden keenam yang juga Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pengaruhnya masih cukup kuat di level bawah. "Jika tidak kemungkinan besar Jokowi melenggang ke Istana dengan mudah untuk kedua kalinya," tambah lulusan UGM ini.
Kendati begitu, rekomendasi yang memunculkan nama Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri dan Ustaz Abdul Somad sebagai pendamping Prabowo belum final dan masih dikaji oleh kubu calon lawan petahana Jokowi.
Direktur Politik dan Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menilai, Salim Segaf tak bisa disebut sebagai representasi Islam, meski klaim tersebut kuat dilancarkan oleh mereka.
"Posisi Salim tergolong lemah untuk mendongkrak perolehan suara Prabowo, hal ini dikarenakan Salim merupakan kader partai politik," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Selasa (31/7/2018).
Menurut Sulthan, Salim hanya mampu menyedot masa PKS, belum tentu dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Disisi lain PKS sudah pasti bersama Prabowo. Sementara Ustaz Somad menarik, namun sayang Ia lebih memilih menjadi suluh di tengah kelam.
Pengamat Politik asal UIN Jakarta ini menganggap, narasi politik hari ini seolah-olah kubu Islam dengan nasionalis sedang berhadap-hadapan. Namun di sisi lain hal itu tidak berpengaruh pada peningkatan elektabilitas partai Islam. Artinya, kata dia, umat butuh figure Islam yang non partisan.
"Saya pikir ijtima’ ulama berani secara tegas mendorong Habib Rizik sebagai Capres/Cawapres. Hemat saya, Prabowo perlu mempertimbangkan tokoh muda sebagai alternative untuk melawan Jokowi," katanya.
Menurutnya, nama Ketua Ketua Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) perlu dipertimbangkan secara matang. Jangan lupa Presiden keenam yang juga Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pengaruhnya masih cukup kuat di level bawah. "Jika tidak kemungkinan besar Jokowi melenggang ke Istana dengan mudah untuk kedua kalinya," tambah lulusan UGM ini.
(pur)