Pilpres dan Asian Games
A
A
A
LINI masa media sosial pada Sabtu malam (28/7) hingga Minggu (29/7) dini hari dihebohkan dengan informasi mengenai tersanderanya artis Neno Warisman berserta sejumlah rekannya di Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau. Neno rencananya akan mengikuti aksi damai bertajuk #2019GantiPresiden yang akan diselenggarakan di kota tersebut pada Minggu pagi. Penghadangan dilakukan oleh sekelompok massa yang diduga tidak menghendaki kehadiran Neno di kota itu. Setelah ketegangan sempat memuncak akibat dua kelompok massa berhadapan, Neno dkk akhirnya bisa keluar dari bandara setelah tertahan sekitar delapan jam.
Sejumlah elite politik sontak mengecam tindakan sekelompok orang yang dinilai sebagai bentuk persekusi tersebut. Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah termasuk yang melontarkan protes dan kecaman melalui akun Twitter. Kedua wakil ketua DPR yang juga politisi dari kubu partai oposisi ini mengkritik kinerja aparat keamanan karena dinilai lalai dan tidak mampu menjaga keamanan objek vital seperti bandara sehingga massa bisa dengan mudah melakukan tindakan anarkistis.
Aksi damai bertagar #2019GantiPresiden ataupun #2019TetapJokowi bukan baru kali ini digelar pendukung calon presiden (capres) yang akan bertarung pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Aksi dukung-mendukung hampir setiap hari berlangsung, termasuk yang digelar di Surabaya kemarin. Di kota ini sekelompok warga mendeklarasikan dukungan untuk pasangan Jokowi-Mahfud MD sebagai capres-cawapres. Berbeda dengan Batam, deklarasi di Surabaya berlangsung aman.
Persaingan kedua kubu pendukung capres sejauh ini tidak hanya dalam bentuk saling pamer massa, melainkan juga berupa perang tagar di media sosial. Beberapa waktu lalu kedua kelompok juga sempat terlibat ketegangan di Bundaran HI Jakarta saat keduanya menggelar acara yang sama di lokasi car free day . Rivalitas kedua kubu sempat mereda, tetapi kembali menghangat setelah kejadian di Bandara Hang Nadim ini.
Kejadian di Batam pada Sabtu malam hingga Minggu dini hari itu seyogianya menjadi perhatian serius pemerintah. Ini bukan soal kelompok siapa yang menghadang dan kubu mana yang dihadang. Tapi ini lebih pada pentingnya situasi keamanan dan ketertiban di masyarakat terjaga. Di tengah situasi politik yang begitu dinamis, kewaspadaan aparat harus ditingkatkan dengan tetap mengedepankan independensi dan netralitas dalam menangani setiap kejadian.
Imbauan ini penting dilontarkan karena bukan tidak mungkin gesekan antarpendukung seperti ini kembali akan terjadi menyusul kian meningkatnya eskalasi jelang pendaftaran pasangan capres-cawapres pada 4-10 Agustus 2018. Gencarnya perang pernyataan oleh para elite politik di media belakangan ini sangat mungkin memengaruhi situasi emosional masyarakat di tingkat bawah. Setiap potensi konflik di masyarakat ini seyogianya bisa disiapkan langkah antisipasinya demi mencegah agar tidak membesar.
Pilpres 2014 lalu seyogianya menjadi pelajaran di mana pertarungan ketika itu begitu keras karena hanya melibatkan dua pasangan capres-cawapres. Ekses dari pertarungan tersebut bahkan masih terasa hingga hari ini. Pilpres 2019 menyimpan bara serupa karena potensi hanya dua pasangan calon yang bertarung sangat besar. Terlebih terbuka peluang kontestasi kembali akan menghadirkan dua capres yang sama: Prabowo Subianto vs Joko Widodo.
Kesigapan aparat mengantisipasi potensi konflik sekecil apa pun sangat diperlukan karena ini menyangkut pertaruhan nama bangsa. Tak lama lagi Indonesia kedatangan kontingen negara-negara peserta Asian Games. Pembukaan pesta olahraga bangsa-bangsa se-Asia ini akan digelar pada 18 Agustus mendatang, hanya terpaut lebih sepekan setelah pendaftaran capres-cawapres dilakukan.
Diperkirakan sekitar 19.000 atlet dan ofisial dari 32 negara yang ikut serta pada ajang olahraga yang digelar di Jakarta-Palembang ini. Isu keamanan tentu menjadi sangat krusial. Akan berdatangan ratusan media asing yang akan ”memotret” kondisi Indonesia, tidak hanya berkaitan dengan perebutan medali oleh atlet, melainkan segala hal tentang Indonesia. Untuk menciptakan kesan yang baik dan positif di mata negara lain, situasi tenang dan aman adalah hal yang mutlak terpenuhi. Ini seyogianya menjadi perhatian semua pihak, tidak hanya pemerintah dan aparat, tapi juga oleh masyarakat.
Demi kesuksesan Asian Games, yang perlu diantisipasi tidak hanya aksi terorisme, melainkan juga situasi tidak kondusif yang berpotensi ditimbulkan oleh dinamika politik Tanah Air.
Sejumlah elite politik sontak mengecam tindakan sekelompok orang yang dinilai sebagai bentuk persekusi tersebut. Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah termasuk yang melontarkan protes dan kecaman melalui akun Twitter. Kedua wakil ketua DPR yang juga politisi dari kubu partai oposisi ini mengkritik kinerja aparat keamanan karena dinilai lalai dan tidak mampu menjaga keamanan objek vital seperti bandara sehingga massa bisa dengan mudah melakukan tindakan anarkistis.
Aksi damai bertagar #2019GantiPresiden ataupun #2019TetapJokowi bukan baru kali ini digelar pendukung calon presiden (capres) yang akan bertarung pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Aksi dukung-mendukung hampir setiap hari berlangsung, termasuk yang digelar di Surabaya kemarin. Di kota ini sekelompok warga mendeklarasikan dukungan untuk pasangan Jokowi-Mahfud MD sebagai capres-cawapres. Berbeda dengan Batam, deklarasi di Surabaya berlangsung aman.
Persaingan kedua kubu pendukung capres sejauh ini tidak hanya dalam bentuk saling pamer massa, melainkan juga berupa perang tagar di media sosial. Beberapa waktu lalu kedua kelompok juga sempat terlibat ketegangan di Bundaran HI Jakarta saat keduanya menggelar acara yang sama di lokasi car free day . Rivalitas kedua kubu sempat mereda, tetapi kembali menghangat setelah kejadian di Bandara Hang Nadim ini.
Kejadian di Batam pada Sabtu malam hingga Minggu dini hari itu seyogianya menjadi perhatian serius pemerintah. Ini bukan soal kelompok siapa yang menghadang dan kubu mana yang dihadang. Tapi ini lebih pada pentingnya situasi keamanan dan ketertiban di masyarakat terjaga. Di tengah situasi politik yang begitu dinamis, kewaspadaan aparat harus ditingkatkan dengan tetap mengedepankan independensi dan netralitas dalam menangani setiap kejadian.
Imbauan ini penting dilontarkan karena bukan tidak mungkin gesekan antarpendukung seperti ini kembali akan terjadi menyusul kian meningkatnya eskalasi jelang pendaftaran pasangan capres-cawapres pada 4-10 Agustus 2018. Gencarnya perang pernyataan oleh para elite politik di media belakangan ini sangat mungkin memengaruhi situasi emosional masyarakat di tingkat bawah. Setiap potensi konflik di masyarakat ini seyogianya bisa disiapkan langkah antisipasinya demi mencegah agar tidak membesar.
Pilpres 2014 lalu seyogianya menjadi pelajaran di mana pertarungan ketika itu begitu keras karena hanya melibatkan dua pasangan capres-cawapres. Ekses dari pertarungan tersebut bahkan masih terasa hingga hari ini. Pilpres 2019 menyimpan bara serupa karena potensi hanya dua pasangan calon yang bertarung sangat besar. Terlebih terbuka peluang kontestasi kembali akan menghadirkan dua capres yang sama: Prabowo Subianto vs Joko Widodo.
Kesigapan aparat mengantisipasi potensi konflik sekecil apa pun sangat diperlukan karena ini menyangkut pertaruhan nama bangsa. Tak lama lagi Indonesia kedatangan kontingen negara-negara peserta Asian Games. Pembukaan pesta olahraga bangsa-bangsa se-Asia ini akan digelar pada 18 Agustus mendatang, hanya terpaut lebih sepekan setelah pendaftaran capres-cawapres dilakukan.
Diperkirakan sekitar 19.000 atlet dan ofisial dari 32 negara yang ikut serta pada ajang olahraga yang digelar di Jakarta-Palembang ini. Isu keamanan tentu menjadi sangat krusial. Akan berdatangan ratusan media asing yang akan ”memotret” kondisi Indonesia, tidak hanya berkaitan dengan perebutan medali oleh atlet, melainkan segala hal tentang Indonesia. Untuk menciptakan kesan yang baik dan positif di mata negara lain, situasi tenang dan aman adalah hal yang mutlak terpenuhi. Ini seyogianya menjadi perhatian semua pihak, tidak hanya pemerintah dan aparat, tapi juga oleh masyarakat.
Demi kesuksesan Asian Games, yang perlu diantisipasi tidak hanya aksi terorisme, melainkan juga situasi tidak kondusif yang berpotensi ditimbulkan oleh dinamika politik Tanah Air.
(wib)