DPR RI Jadi Tolak Ukur, Gerindra Klaim Partai Terbersih dari Korupsi
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Gerindra Andi Rahmat Wijaya mengklaim partainya menjadi yang terbersih dan jauh dari korupsi. Ukurannya, hingga kini tidak ada satu pun kader yang duduk di DPR RI terjerat kasus korupsi.
"Kalau ukurannya secara umum partai yang masuk di parlemen tersangkut korupsi, Gerindra satu-satunya partai yang belum kena (kader korupsi) di DPR RI," ujar Rahmat dalam diskusi bertajuk Mencari Partai Antikorupsi di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Untuk urusan korupsi, Rahmat mengatakan partai telah melakukan langkah pencegahan. Langkah pencegahan itu kemudian dipadukan dengan kewajiban lapor LHKPN bagi para kader Gerindra. Out putnya hingga dua periode keberadaan Gerindra di Senayan belum ada kader yang ditangkap KPK.
Lebih lanjut, Rahmat menilai, tingginya angka korupsi di Indonesia merupakan buntut dari model sistem pemilu proporsional terbuka diterapkan di Tanah Air. Melalui sistem itu, kata Rahmat, para calon anggota legislatif berlomba-lomba mendekati masyarakat dengan segala cara, termasuk menggunakan politik uang.
"Tokoh yang populer belum tentu menang dalam sistem ini. Dia bisa digilas pengusaha kaya. Jadi sistem seperti perlu diperbaiki ulang," kata Rahmat.
"Kalau ukurannya secara umum partai yang masuk di parlemen tersangkut korupsi, Gerindra satu-satunya partai yang belum kena (kader korupsi) di DPR RI," ujar Rahmat dalam diskusi bertajuk Mencari Partai Antikorupsi di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Untuk urusan korupsi, Rahmat mengatakan partai telah melakukan langkah pencegahan. Langkah pencegahan itu kemudian dipadukan dengan kewajiban lapor LHKPN bagi para kader Gerindra. Out putnya hingga dua periode keberadaan Gerindra di Senayan belum ada kader yang ditangkap KPK.
Lebih lanjut, Rahmat menilai, tingginya angka korupsi di Indonesia merupakan buntut dari model sistem pemilu proporsional terbuka diterapkan di Tanah Air. Melalui sistem itu, kata Rahmat, para calon anggota legislatif berlomba-lomba mendekati masyarakat dengan segala cara, termasuk menggunakan politik uang.
"Tokoh yang populer belum tentu menang dalam sistem ini. Dia bisa digilas pengusaha kaya. Jadi sistem seperti perlu diperbaiki ulang," kata Rahmat.
(kri)