Komisi Pemberantasan Korupsi Bakal Usut Jaringan Mafia Lapas
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menelusuri indikasi jual beli fasilitas mewah untuk terpidana korupsi di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia.
Langkah ini menyusul terbongkarnya kasus dugaan penyuapan kepada Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein yang diduga dilakukan terpidana korupsi Fahmi Darmawansyah alias Emi. Wahid Husein diduga menerima sejumlah uang dan barang untuk mengizinkan pemberian fasilitas mewah di kamar narapidana Emi. KPK dalam kasus ini telah menetapkan empat tersangka, yakni Wahid Husen sebagai penerima suap, Hendri Saputra (staf Kalapas Sukamiskin) sebagai penerima suap, Andri Rahmat (tahanan pendamping) sebagai perantara suap, dan Fahmi Darmansyah (terpidana kasus suap Bakamla) sebagai pemberi suap.
Selain menetapkan tersangka dalam kasus ini, KPK juga menyita sejumlah barang bukti, antara lain mobil Mitsubishi Tri ton Exceed hitam, mobil Mitsubishi Pajero Sport Dakar hitam, dan uang tunai Rp20,505 juta dan USD410 dari rumah Wahid, uang Rp27,255 juta dari rumah Hendri, Rp139,3 juta dan se jumlah catatan sumber uang dari sel Emi di Lapas Su ka miskin, serta Rp92,96 juta dan USD1.000 dari sel Andri di Lapas Sukamiskin. Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menegaskan, ada dugaan perbuatan serupa yang terindikasi suap di lapaslapas selain Lapas Sukamiskin. Pasalnya sebelumnya sudah terungkap indikasi atau isu terkait jual beli fasilitas maupun izin khusus bagi narapidana di sejumlah lapas.
Dia menggariskan, tujuan penanganan kasus dugaan suap di Lapas Sukamiskin ditambah rencana mengusut indikasi hal serupa di lapas-lapas lain adalah untuk memperbaiki sistem di seluruh lapas. Karena lapas masuk dalam bagian penting criminal justice system (CJS) di Indonesia. “Ini menarik karena mungkin terjadi di tempat lain. Mungkin akan jadi sia-sia kalau di ujung criminal justice system nggak dibenahi,” tegas Saut.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menggariskan, dari informasi dan data awal ditambah barang bukti yang disita KPK saat OTT ditemukan dugaan bahwa banyak pelaku yang membentuk jaringan mafia jual beli fasilitas dan izin khusus di Lapas Sukamiskin Bandung.
Artinya KPK menduga bahwa terduga para pelaku tidak hanya empat orang yang sudah dijadikan tersangka dan ditahan KPK. Ditambah lagi, Syarif menggariskan, ada perbedaan signifikan pelayanan untuk narapidana perkara umum dengan narapidana perkara korupsi. Diduga selalu ada setoran setiap kali penambahan fasilitas di dalam kamar sel untuk satu narapidana, misalnya air conditioner (AC) atau pendingin ruangan atau kepemilikan telepon seluler (ponsel) dalam sel hingga indikasi menjalankan bisnis dari dalam lapas. Termasuk diduga terkait dengan adanya sejumlah saung di dalam Lapas Sukamiskin.
“Ada kamar-kamar lain di Lapas Sukamiskin yang kami curigai. Kami tetap melanjutkan pendalaman dan memeriksa lebih lanjut terkait fasilitas-fasilitas dan pemberian izin-izin. Kami akan kembangkan secara profesional siapa saja dan berapa setiap seseorang (narapidana) membayar. Temuan awal kami, antara rentang Rp200 juta sampai Rp500 juta per kamar. Setiap kali ada tambahan fasilitas juga harus dibayar,” tegas Syarif.
Mantan Senior Adviser on Justice and Environmental Gov ernance di Partnership for Governance Reform (Kemitraan) itu memaparkan, secara khusus untuk kasus dugaan suap ini ada tiga bagian lain yang dikembangkan KPK.
Pertama, memastikan berapa jumlah uang atau barang (aset) yang diberikan tersangka Fahmi Darmawansyah alias Emi ke tersangka Wahid Husen. Kedua, apakah ada pemberian lain Emi maupun terduga pelaku lain ke para pejabat lapas selain Wahid dan tersangka Hendri Saputra. Bahkan pengusutan tersebut dilakukan ke pejabat di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Jawa Barat hingga pejabat di lingkungan Ditjenpas Kemenkumham.
“Dugaan ini (suap) mengalir sampai ke atas, akan masuk bagian dari materi pemeriksaan. Sampai dengan saat ini belum bisa kami sampaikan. Kami baru menetapkan empat tersangka, nanti akan kita dapatkan yang lain,” tegasnya.
Syarif menuturkan, poin ketiga yang pasti diusut KPK adalah terkait dengan dua narapidana perkara korupsi yang sebelumnya ditangani KPK. Keduanya adalah? Fuad Amin Imron dan Tb Chairi Wardana Chasan alias Wawan. Karena saat OTT, Fuad dan Wawan tidak berada di dalam sel dan kamar selnya terkunci. Keduanya mendapat izin berobat, tetapi setelah dicek di rumah sakit yang menjadi tempat rujukan keduanya juga tidak ada. Juru Bicara KPK Febridiansyah membeberkan, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang sebelumnya disusul penetapan dan penahanan empat tersangka bukan bagian akhir dari kasus dugaan suap ini.
Pasalnya pengembangan terus dilakukan. Apalagi menurut Febri, dugaan permintaan Wahid yang disepakati para narapidana di Lapas Sukamiskin hingga terjadi transaksi dilakukan secara terbuka dan terang-terangan. “Permintaan mobil, uang, dan sejenisnya di Lapas Sukamiskin diduga dilakukan secara gamblang. KPK menemukan buktibukti, permintaan tersebut dilakukan baik langsung atau tidak langsung, bahkan tidak lagi menggunakan sandi atau kode-kode terselubung. Sangat terang. Termasuk pembicaraan tentang ‘nilai kamar’ dalam rentang Rp200 juta hingga Rp500 juta per kamar,” tegas Febri saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (22/7).
Langkah ini menyusul terbongkarnya kasus dugaan penyuapan kepada Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein yang diduga dilakukan terpidana korupsi Fahmi Darmawansyah alias Emi. Wahid Husein diduga menerima sejumlah uang dan barang untuk mengizinkan pemberian fasilitas mewah di kamar narapidana Emi. KPK dalam kasus ini telah menetapkan empat tersangka, yakni Wahid Husen sebagai penerima suap, Hendri Saputra (staf Kalapas Sukamiskin) sebagai penerima suap, Andri Rahmat (tahanan pendamping) sebagai perantara suap, dan Fahmi Darmansyah (terpidana kasus suap Bakamla) sebagai pemberi suap.
Selain menetapkan tersangka dalam kasus ini, KPK juga menyita sejumlah barang bukti, antara lain mobil Mitsubishi Tri ton Exceed hitam, mobil Mitsubishi Pajero Sport Dakar hitam, dan uang tunai Rp20,505 juta dan USD410 dari rumah Wahid, uang Rp27,255 juta dari rumah Hendri, Rp139,3 juta dan se jumlah catatan sumber uang dari sel Emi di Lapas Su ka miskin, serta Rp92,96 juta dan USD1.000 dari sel Andri di Lapas Sukamiskin. Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menegaskan, ada dugaan perbuatan serupa yang terindikasi suap di lapaslapas selain Lapas Sukamiskin. Pasalnya sebelumnya sudah terungkap indikasi atau isu terkait jual beli fasilitas maupun izin khusus bagi narapidana di sejumlah lapas.
Dia menggariskan, tujuan penanganan kasus dugaan suap di Lapas Sukamiskin ditambah rencana mengusut indikasi hal serupa di lapas-lapas lain adalah untuk memperbaiki sistem di seluruh lapas. Karena lapas masuk dalam bagian penting criminal justice system (CJS) di Indonesia. “Ini menarik karena mungkin terjadi di tempat lain. Mungkin akan jadi sia-sia kalau di ujung criminal justice system nggak dibenahi,” tegas Saut.
Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif menggariskan, dari informasi dan data awal ditambah barang bukti yang disita KPK saat OTT ditemukan dugaan bahwa banyak pelaku yang membentuk jaringan mafia jual beli fasilitas dan izin khusus di Lapas Sukamiskin Bandung.
Artinya KPK menduga bahwa terduga para pelaku tidak hanya empat orang yang sudah dijadikan tersangka dan ditahan KPK. Ditambah lagi, Syarif menggariskan, ada perbedaan signifikan pelayanan untuk narapidana perkara umum dengan narapidana perkara korupsi. Diduga selalu ada setoran setiap kali penambahan fasilitas di dalam kamar sel untuk satu narapidana, misalnya air conditioner (AC) atau pendingin ruangan atau kepemilikan telepon seluler (ponsel) dalam sel hingga indikasi menjalankan bisnis dari dalam lapas. Termasuk diduga terkait dengan adanya sejumlah saung di dalam Lapas Sukamiskin.
“Ada kamar-kamar lain di Lapas Sukamiskin yang kami curigai. Kami tetap melanjutkan pendalaman dan memeriksa lebih lanjut terkait fasilitas-fasilitas dan pemberian izin-izin. Kami akan kembangkan secara profesional siapa saja dan berapa setiap seseorang (narapidana) membayar. Temuan awal kami, antara rentang Rp200 juta sampai Rp500 juta per kamar. Setiap kali ada tambahan fasilitas juga harus dibayar,” tegas Syarif.
Mantan Senior Adviser on Justice and Environmental Gov ernance di Partnership for Governance Reform (Kemitraan) itu memaparkan, secara khusus untuk kasus dugaan suap ini ada tiga bagian lain yang dikembangkan KPK.
Pertama, memastikan berapa jumlah uang atau barang (aset) yang diberikan tersangka Fahmi Darmawansyah alias Emi ke tersangka Wahid Husen. Kedua, apakah ada pemberian lain Emi maupun terduga pelaku lain ke para pejabat lapas selain Wahid dan tersangka Hendri Saputra. Bahkan pengusutan tersebut dilakukan ke pejabat di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Jawa Barat hingga pejabat di lingkungan Ditjenpas Kemenkumham.
“Dugaan ini (suap) mengalir sampai ke atas, akan masuk bagian dari materi pemeriksaan. Sampai dengan saat ini belum bisa kami sampaikan. Kami baru menetapkan empat tersangka, nanti akan kita dapatkan yang lain,” tegasnya.
Syarif menuturkan, poin ketiga yang pasti diusut KPK adalah terkait dengan dua narapidana perkara korupsi yang sebelumnya ditangani KPK. Keduanya adalah? Fuad Amin Imron dan Tb Chairi Wardana Chasan alias Wawan. Karena saat OTT, Fuad dan Wawan tidak berada di dalam sel dan kamar selnya terkunci. Keduanya mendapat izin berobat, tetapi setelah dicek di rumah sakit yang menjadi tempat rujukan keduanya juga tidak ada. Juru Bicara KPK Febridiansyah membeberkan, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang sebelumnya disusul penetapan dan penahanan empat tersangka bukan bagian akhir dari kasus dugaan suap ini.
Pasalnya pengembangan terus dilakukan. Apalagi menurut Febri, dugaan permintaan Wahid yang disepakati para narapidana di Lapas Sukamiskin hingga terjadi transaksi dilakukan secara terbuka dan terang-terangan. “Permintaan mobil, uang, dan sejenisnya di Lapas Sukamiskin diduga dilakukan secara gamblang. KPK menemukan buktibukti, permintaan tersebut dilakukan baik langsung atau tidak langsung, bahkan tidak lagi menggunakan sandi atau kode-kode terselubung. Sangat terang. Termasuk pembicaraan tentang ‘nilai kamar’ dalam rentang Rp200 juta hingga Rp500 juta per kamar,” tegas Febri saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (22/7).
(don)