Pengamat: Duet Prabowo-AHY Linear dengan Gejala Politik Global
A
A
A
JAKARTA - Kunjungan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ke RSPAD untuk menjenguk Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendapat respons positif dari masyarakat. Kedua tokoh menunjukkan keakraban yang menguatkan spekulasi bergabungnya Partai Demokrat ke Prabowo. Pertemuan lanjutan akan diagendakan untuk mengkerucutkan kesepakatan.
Pengamat Politik Al-Azhar, Zaenal A Budiyono mengatakan salah satu isu yang menguat adalah peluang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi cawapres Prabowo pasca pertemuan tersebut. Sejak beberapa bulan lalu nama AHY memang beredar di deretan atas sebagai cawapres, baik Prabowo maupun Jokowi.
"Selain sisi elektabilitas sebagai politisi muda, AHY memiliki momentum dengan maraknya pemimpin muda dunia akhir-akhir ini. Terbaru Sebastian Kurz yang terpilih sebagai Kanselir Austria di usia 31 tahun. Sebelumnya ada nama Macron di Prancis dan Truedue di Kanada," ujarnya lewat rilis yang diterima SINDOnews, Jumat (20/7/2018).
Menurut Zainal, peremajaan politik juga terjadi di negara tetangga Malaysia, yang meskipun Mahathir Mohamad terpilih di usia 93 tahun, tapi ia berani mengangkat dua menteri di bawah 30 tahun. Dengan fakta ini, maka Prabowo-AHY menggambarkan pasangan tua–muda yang linear dengan gejala politik global.
"Namun tidak mudah tentu bagi Prabowo untuk memilih AHY, mengingat ada koalisi seperti PKS dan PAN yang juga memiliki nama calon. PKS terus mendorong Anies dan Aher, sementara PAN cenderung mendukung Zulhas," jelasnya.
Direktur DCSC ini menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga memiliki peluang yang sama dengan AHY. Akan tetapi bila melihat kinerjanya di Jakarta, lanjut Zainal, tidak atau belum ada legacy fenomenal yang bisa dijadikan alasan untuk maju ke Pilpres 2019.
"Kalau misalnya Anies sudah melakukan banyak hal di Jakarta yang dirasakan rakyat, posisi cawapres tidak akan menimbulkan perdebatan. Hanya saja faktanya tidak demikian," pungkasnya.
Pengamat Politik Al-Azhar, Zaenal A Budiyono mengatakan salah satu isu yang menguat adalah peluang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi cawapres Prabowo pasca pertemuan tersebut. Sejak beberapa bulan lalu nama AHY memang beredar di deretan atas sebagai cawapres, baik Prabowo maupun Jokowi.
"Selain sisi elektabilitas sebagai politisi muda, AHY memiliki momentum dengan maraknya pemimpin muda dunia akhir-akhir ini. Terbaru Sebastian Kurz yang terpilih sebagai Kanselir Austria di usia 31 tahun. Sebelumnya ada nama Macron di Prancis dan Truedue di Kanada," ujarnya lewat rilis yang diterima SINDOnews, Jumat (20/7/2018).
Menurut Zainal, peremajaan politik juga terjadi di negara tetangga Malaysia, yang meskipun Mahathir Mohamad terpilih di usia 93 tahun, tapi ia berani mengangkat dua menteri di bawah 30 tahun. Dengan fakta ini, maka Prabowo-AHY menggambarkan pasangan tua–muda yang linear dengan gejala politik global.
"Namun tidak mudah tentu bagi Prabowo untuk memilih AHY, mengingat ada koalisi seperti PKS dan PAN yang juga memiliki nama calon. PKS terus mendorong Anies dan Aher, sementara PAN cenderung mendukung Zulhas," jelasnya.
Direktur DCSC ini menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga memiliki peluang yang sama dengan AHY. Akan tetapi bila melihat kinerjanya di Jakarta, lanjut Zainal, tidak atau belum ada legacy fenomenal yang bisa dijadikan alasan untuk maju ke Pilpres 2019.
"Kalau misalnya Anies sudah melakukan banyak hal di Jakarta yang dirasakan rakyat, posisi cawapres tidak akan menimbulkan perdebatan. Hanya saja faktanya tidak demikian," pungkasnya.
(kri)