Terungkap, BPPN Pernah Usulkan Utang Petani Tambak Dijual

Selasa, 10 Juli 2018 - 20:35 WIB
Terungkap, BPPN Pernah Usulkan Utang Petani Tambak Dijual
Terungkap, BPPN Pernah Usulkan Utang Petani Tambak Dijual
A A A
JAKARTA - Dalam persidangan dengan terdakwa Syafruddin Temenggung, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, 9 Juli 2018 terungkap bahwa, BPPN pernah mengusulkan agar utang petani tambak Dipasena dijual.

Hal tersebut disampaikan oleh Yusak Kazan dalam komite eksekutif BPPN, yang ikut mengusukan agar utang petani tambak senilai Rp4,8 triliun dijual.

Atas usulan tersebut kemudian ketua BPPN mengusulkan kepada KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) mengusulkan agar utang petani tambak dijual.

Namun KKSK melalui keputusan pada tanggal 14 Februari 2004 tidak menyetujui usulan penjualan utang petambak, KKSK minta hutang petani tambak direstrukturisasi.

Dalam persidangan, terdakwa Syafruddin yang diminta oleh hakim menanggapi keterangan saksi, mengatakan. "BPPN mengusulkan agar utang petani tambak dijual, namun ditolak oleh KKSK," jelas Syafruddin di depan persidangan.

"KKSK meminta agar hutang direstrukturisasi, dengan hutang maksimum Rp100 juta per petambak dan utang petambak tersebut dialihkan kepada Menteri Keuangan," tambahnya.

Syafruddin menambahkan, berdasarkan keputusan KKSK tersebut, BPPN melaksanakannya dengan menyerahkan asset utang petambak sebesar Rp4,8 Triliun telah dialihkan kepada menteri keuangan tanggal 27 Februari 2004.

Sedangkan terkait utang petambak, saksi Robertus Bilitea mantan direktur hukum BPPN dalam Master Settlement And Acquisition Agreement (MSAA) utang petani tambak dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja dan PTWahyuni Mandira.

"Utang petani plasma dijamin oleh perusahaan inti dipasena melalui akta penjaminan No 143/1998 dan akta No 67/1996," jelas Robertus.

Menurut kuasa hukum SAT, Ahmad Yani mengatakan dengan Perusahaan Inti Dipasena dan Wahyuni Mandira yang sudah diambil BPPN, maka restrukturisasi utang petambak plasma dapat sepenuhnya dilaksakan.

"Karena sudah sudah ditangan BPPN dan restrukturisasi dilanjutkan oleh PT PPA yang dibentuk pemerintah untuk menangangani semua aset produktif BPPN," jelas Ahmad Yani.

Sementara keterangan saksi Tjang Soen Eng mantan Direktur Ernest And Young (E&Y) mengatakan. "Kita mendapatkan tugas untuk melakukan penghitungan sesuai dengan keseusaian matematis dari BPPN," jelasnya.

Dari hasil kajiannya E&Y menemukan fakta bahwa tidak ada penurunan nilai asset perusahaan (12 perusahaan) Sjamsul Nursalim yang diserahkan kepada BPPN. "Ada kelebihan US$ 1,3 juta untuk keseluruhan, dan untuk Dipasena Group nilainya lebih US$ 24 juta," jelasnya.

E&Y juga menegaskan, bahwa utang petambak plasma dijamin oeh PT Dipasena bukan oleh Sjamsul Nursalim. "Semua hasil kajian tersebut diserahkan kepada PT TSI dan BPPN,” jelas Tjang Soen Eng di depan persidangan.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8126 seconds (0.1#10.140)