Suap Dana Otsus Aceh, Sadapan Ungkap Pemufakatan Gubernur Aceh
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki sadapan percakapan yang mengungkap pemufakatan jahat dan persekongkolan tersangka Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan kawan-kawan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK sudah memiliki banyak informasi, data, dan bukti-bukti selama proses penanganan penyelidikan kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018 pada Pemerintah Provinsi Aceh yang berasal dari APBN 2018. Karena itu kemudian KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (3/7) disusul penetapan empat orang sebagai tersangka dan penahanannya.
Empat orang yang menjadi tersangka dan sudah ditahan yakni tiga tersangka penerima suap, Gubernur Aceh sekaligus Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh (PNA) Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal (swasta sekaligus ajudan pribadi Irwandi), dan T Syaiful Bahri (swasta) dar tersangka penerima suap dari tersangka pemberi suap‎ Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Bahkan Febri melanjutkan, sejak awal telah ditemukan bukti tentang pertemuan-pertemuan pihak-pihak terkait membahas anggaran DOKA tersebut, termasuk pengajuan dari kabupaten ke provinsi. Saat ini tim KPK sedang mengurai komunikasi yang terjadi di para pihak termasuk empat tersangka.
Pasalnya dalam percakapan mereka yang disadap tim KPK sempat muncul pembicaraan tentang 'kewajiban' yang harus diselesaikan jika ingin dana DOKA tersebut turun.
"Diduga kata 'kewajiban' tersebut mengacu pada komitmen fee yang dibicarakan oleh pihak yang terkait dalam kasus ini. Seperti disampaikan saat konferensi pers sebelumnya, transaksi Rp500 juta saat terjadi penangkapam diduga bagian dari komitmen fee Rp1,5 miliar seluruhnya sudah direalisasikan," tegas Febri di Gedung Merah Putih KPK, Senin 9 Juli 2018 malam.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini memaparkan dalam sadapan percakapan yang sudah dimiliki KPK, muncul juga sandi komunikasi korupsi '1 meter' untuk realisasi uang yang diduga suap untuk Irwandi Yusuf. Poin ketiga dari pemufakatan dan persekongkolan para pihak yang terbongkar dalam sadapan adalah upaya menghindari KPK.
"Dalam komunikasi mereka juga sempat muncul kalimat 'kalian hati-hati, beli HP nomor lain'. Kami menduga hal tersebut muncul karena ada kepentingan yang sedang dibicarakan sehingga khawatir diketahui oleh penegak hukum," tegasnya.
Febri memaparkan, hingga kini KPK masih terus mendalami informasi-infromasi yang didapatkan sebelumnya terkait dengan kasus ini. Dugaan aliran dana juga menjadi perhatian khusus KPK. Karena itulah tuturnya, KPK melakukan pencegahan untuk bepergian ke luar negeri atas nama Event Organizer sekaligus Tenaga Ahli Aceh Marathon International 2018 Fenny Steffy Burase alias Steffy Burase untuk enam bulan ke depan terhitung Jumat 6 Juli.
"Pencegahan saksi atas nama Steffy karena terkait aliran dana yang perlu diklarifikasi dan pertemuan-pertemuan dengan tersangka yang relevan dengan kasus ini. Itu yang akan kami dalami," bebernya.
Dia menuturkan, KPK tidak mau ambil pusing dengan pernyataan Steffy ke media massa bahwa yang bersangkutan tidak terlibat tender proyek hingga tidak tahu menahu tentang kasus maupun aliran uang. Yang jelas Steffy pasti akan diperiksa.
"Pemeriksaan (Steffy) akan dilakukan sesuai jadwal penyidikan nanti," imbuhnya.
Febri melanjutkan, selain Steffy ada tiga saksi lain yang dicegah untuk masa yang sama. Ketiganya yakni mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh Rizal Aswandi, Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemprov Aceh Nizarli, dan Teuku Fadhilatul Amri (swasta). Pencegahan terhadap Rizal dan Nizarli konteksnya karena KPK ingin memperdalam proses pengadaan yang dilakukan terkait dengan penggunaan DOKA tahun anggaran 2018.
"Saksi dari swasta itu (Teuku Fadhilatul Amri) juga kami pandang memiliki pengetahuan dan perlu dimintai keterangannya terkait dengan aliran dana dan pertemuan-pertemuan-pertemuan," ungkapnya.
Dia menggariskan, KPK perlu menegaskan kembali bahwa semua proses yang dilakukan KPK saat ini terkait kasus Irwandi, Ahmadi, Hendri, dan Syaiful adalah proses hukum semata. Irwandi dkl yany sudah ditetapkan sebagai tersangka jelas dan terang sekali berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau minimal 2 alat bukti.
"Jadi, mari kita ikuti bersama proses yang berjalan ini. Semua proses hukum dalam menangani kasus korupsi ini selain dilakukan karena UU mengatur demikian, hal ini juga merupakan tugas kita bersama untuk menjaga agak hak-hak masyarakat, khususnya di Aceh agar tidak dirugikan akibat perilaku korupsi pejabat-pejabat tertentu," ujarnya.
Di sisi lain KPK mempersilakan bila ada unsur masyarakat termasuk sekelompok massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Aceh Bersatu (KMAB) menggelar aksi di Aceh dengan menuntut agar Irwandi dibebaskan dengan alasan dan tudingan ada permainan politik dan konspirasi KPK.
Pasalnya Febri meyampaikan, dalam melaksanakan tugas, KPK memastikan bertindak profesional dan sesuai aturan hukum yang berlaku. Apalagi sejauh ini, sekitar 97 Kepala Daerah telah diproses KPK dalam berbagai kasus dugaan korupsi.
"Semua pada akhirnya akan diuji di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," ucapnya.
Selepas menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Jumat 6 Juli, Irwandi Yusuf mengklaim tidak mengetahui apa sebenarnya masalah dan kasus yang menimpanya. Dia berkelit bahwa dirinya tidak pernah meminta dan menerima uang dari Bupati Bener Meriah Ahmadi melalui pihak ketiga serta tidak pernah memerintahkan permintaan dan penerimaan uang.
Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini menuding mungkin saja ada orang yang menyebut-nyebut dan menggunakan namanya kemudian didengar KPK. Karenanya Irwandi menilai dirinya dijebak sehingga ditangkap KPK. Penjebakan dengan menggunakan atau mengatasnamakan Irwandi, menurut Irwandi, banyak sekali terjadi di Aceh.
"Yang saya tangkap sendiri, satu minggu sebelum kejadian ini ada satu orang. Mengatasnamakan saya, menjual nama saya kepada saya, minta fee. Ada anak-anak muda di sana. Bukan orang gede. Ternyata setelah ditangkap, dia pernah menjadi timses saya ketika pilkada. Jadi alasan dia untuk menghadapi Lebaran, puasa dan Lebaran, butuh dana untuk anak buahnya, timses saya juga," kata Irwandi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK sudah memiliki banyak informasi, data, dan bukti-bukti selama proses penanganan penyelidikan kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018 pada Pemerintah Provinsi Aceh yang berasal dari APBN 2018. Karena itu kemudian KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (3/7) disusul penetapan empat orang sebagai tersangka dan penahanannya.
Empat orang yang menjadi tersangka dan sudah ditahan yakni tiga tersangka penerima suap, Gubernur Aceh sekaligus Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh (PNA) Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal (swasta sekaligus ajudan pribadi Irwandi), dan T Syaiful Bahri (swasta) dar tersangka penerima suap dari tersangka pemberi suap‎ Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Bahkan Febri melanjutkan, sejak awal telah ditemukan bukti tentang pertemuan-pertemuan pihak-pihak terkait membahas anggaran DOKA tersebut, termasuk pengajuan dari kabupaten ke provinsi. Saat ini tim KPK sedang mengurai komunikasi yang terjadi di para pihak termasuk empat tersangka.
Pasalnya dalam percakapan mereka yang disadap tim KPK sempat muncul pembicaraan tentang 'kewajiban' yang harus diselesaikan jika ingin dana DOKA tersebut turun.
"Diduga kata 'kewajiban' tersebut mengacu pada komitmen fee yang dibicarakan oleh pihak yang terkait dalam kasus ini. Seperti disampaikan saat konferensi pers sebelumnya, transaksi Rp500 juta saat terjadi penangkapam diduga bagian dari komitmen fee Rp1,5 miliar seluruhnya sudah direalisasikan," tegas Febri di Gedung Merah Putih KPK, Senin 9 Juli 2018 malam.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini memaparkan dalam sadapan percakapan yang sudah dimiliki KPK, muncul juga sandi komunikasi korupsi '1 meter' untuk realisasi uang yang diduga suap untuk Irwandi Yusuf. Poin ketiga dari pemufakatan dan persekongkolan para pihak yang terbongkar dalam sadapan adalah upaya menghindari KPK.
"Dalam komunikasi mereka juga sempat muncul kalimat 'kalian hati-hati, beli HP nomor lain'. Kami menduga hal tersebut muncul karena ada kepentingan yang sedang dibicarakan sehingga khawatir diketahui oleh penegak hukum," tegasnya.
Febri memaparkan, hingga kini KPK masih terus mendalami informasi-infromasi yang didapatkan sebelumnya terkait dengan kasus ini. Dugaan aliran dana juga menjadi perhatian khusus KPK. Karena itulah tuturnya, KPK melakukan pencegahan untuk bepergian ke luar negeri atas nama Event Organizer sekaligus Tenaga Ahli Aceh Marathon International 2018 Fenny Steffy Burase alias Steffy Burase untuk enam bulan ke depan terhitung Jumat 6 Juli.
"Pencegahan saksi atas nama Steffy karena terkait aliran dana yang perlu diklarifikasi dan pertemuan-pertemuan dengan tersangka yang relevan dengan kasus ini. Itu yang akan kami dalami," bebernya.
Dia menuturkan, KPK tidak mau ambil pusing dengan pernyataan Steffy ke media massa bahwa yang bersangkutan tidak terlibat tender proyek hingga tidak tahu menahu tentang kasus maupun aliran uang. Yang jelas Steffy pasti akan diperiksa.
"Pemeriksaan (Steffy) akan dilakukan sesuai jadwal penyidikan nanti," imbuhnya.
Febri melanjutkan, selain Steffy ada tiga saksi lain yang dicegah untuk masa yang sama. Ketiganya yakni mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh Rizal Aswandi, Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemprov Aceh Nizarli, dan Teuku Fadhilatul Amri (swasta). Pencegahan terhadap Rizal dan Nizarli konteksnya karena KPK ingin memperdalam proses pengadaan yang dilakukan terkait dengan penggunaan DOKA tahun anggaran 2018.
"Saksi dari swasta itu (Teuku Fadhilatul Amri) juga kami pandang memiliki pengetahuan dan perlu dimintai keterangannya terkait dengan aliran dana dan pertemuan-pertemuan-pertemuan," ungkapnya.
Dia menggariskan, KPK perlu menegaskan kembali bahwa semua proses yang dilakukan KPK saat ini terkait kasus Irwandi, Ahmadi, Hendri, dan Syaiful adalah proses hukum semata. Irwandi dkl yany sudah ditetapkan sebagai tersangka jelas dan terang sekali berdasarkan bukti permulaan yang cukup atau minimal 2 alat bukti.
"Jadi, mari kita ikuti bersama proses yang berjalan ini. Semua proses hukum dalam menangani kasus korupsi ini selain dilakukan karena UU mengatur demikian, hal ini juga merupakan tugas kita bersama untuk menjaga agak hak-hak masyarakat, khususnya di Aceh agar tidak dirugikan akibat perilaku korupsi pejabat-pejabat tertentu," ujarnya.
Di sisi lain KPK mempersilakan bila ada unsur masyarakat termasuk sekelompok massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Aceh Bersatu (KMAB) menggelar aksi di Aceh dengan menuntut agar Irwandi dibebaskan dengan alasan dan tudingan ada permainan politik dan konspirasi KPK.
Pasalnya Febri meyampaikan, dalam melaksanakan tugas, KPK memastikan bertindak profesional dan sesuai aturan hukum yang berlaku. Apalagi sejauh ini, sekitar 97 Kepala Daerah telah diproses KPK dalam berbagai kasus dugaan korupsi.
"Semua pada akhirnya akan diuji di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," ucapnya.
Selepas menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Jumat 6 Juli, Irwandi Yusuf mengklaim tidak mengetahui apa sebenarnya masalah dan kasus yang menimpanya. Dia berkelit bahwa dirinya tidak pernah meminta dan menerima uang dari Bupati Bener Meriah Ahmadi melalui pihak ketiga serta tidak pernah memerintahkan permintaan dan penerimaan uang.
Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini menuding mungkin saja ada orang yang menyebut-nyebut dan menggunakan namanya kemudian didengar KPK. Karenanya Irwandi menilai dirinya dijebak sehingga ditangkap KPK. Penjebakan dengan menggunakan atau mengatasnamakan Irwandi, menurut Irwandi, banyak sekali terjadi di Aceh.
"Yang saya tangkap sendiri, satu minggu sebelum kejadian ini ada satu orang. Mengatasnamakan saya, menjual nama saya kepada saya, minta fee. Ada anak-anak muda di sana. Bukan orang gede. Ternyata setelah ditangkap, dia pernah menjadi timses saya ketika pilkada. Jadi alasan dia untuk menghadapi Lebaran, puasa dan Lebaran, butuh dana untuk anak buahnya, timses saya juga," kata Irwandi.
(mhd)