Daya Beli Tidak Rendah
A
A
A
BESARAN angka inflasi sepanjang Juni 2018 tidak mencerminkan daya beli masyarakat yang rendah. Dari publikasi terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat angka inflasi Juni tahun ini sebesar 0,59%. BPS mengklaim tingkat daya beli masyarakat yang tidak rendah tercermin dari masih tingginya okupansi transportasi.
Selain itu, pihak BPS mengapresiasi langkah pemerintah yang berhasil mengamankan gejolak harga pangan sepanjang Ramadan, sehingga laju angka inflasi yang tercatat tidak sebesar Ramadan sebelumnya.
Sejumlah komoditas sektor pangan malah terjadi deflasi, di antaranya telur ayam ras, cabai merah, dan bawang putih. Angka inflasi yang tercetak sekitar 0,59% dipicu oleh momentum Ramadan, termasuk arus mudik yang mendorong transaksi perdagangan lebih tinggi dan meningkatnya sejumlah indeks pengeluaran dari masyarakat.
Pihak BPS membeberkan bahwa inflasi terjadi pada 82 kota dengan indeks harga konsumen mencapai 133,77. Adapun tingkat inflasi tahun kalender dari Januari hingga Juni 2018 mencapai 1,9%.
Dari 82 kota yang terpantau oleh BPS, laju inflasi tertinggi terjadi di Tarakan sekitar 2,71%, sebaliknya tingkat inflasi terendah dialami Kota Medan dan Kota Pekanbaru sekitar 0,01%.
Lebih jauh, pihak BPS merinci inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sekitar 1,5%, kelompok makanan tercatat sekitar 0,88%, disusul kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sekitar 0,4%, kelompok sandang sebesar 0,36%, lalu kelompok perumahan, air, listrik, gas, bahan bakar dan kelompok kesehatan masing-masing sekitar 0,27%, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,07%.
Bila mencermati kelompok “penyumbang” atau kontributor angka inflasi Juni maka kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan menempati level tertinggi. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat tingginya permintaan transportasi yang dibarengi kenaikan tarif.
Momentum permintaan transportasi yang tinggi itu dipicu oleh ritual mudik menjelang Lebaran dan arus balik. Kontribusi terbesar dari sektor transportasi pada kenaikan tarif angkutan udara sebesar 0,15%, disusul tarif angkutan antarkota sekitar 0,08%, dan tarif kereta api sekitar 0,01%. Selebihnya disumbang oleh pangan yang menempati level kedua sepanjang Juni lalu.
Selain perkembangan angka inflasi Juni 2018, yang perlu dicermati dari publikasi BPS adalah kecenderungan masyarakat kelas menengah yang masih menahan diri untuk berbelanja. Kelompok masyarakat tersebut lebih memilih menabung dan melakukan investasi ketimbang berbelanja.
Sementara itu, arus wisatawan asing atau wisatawan mancanegara (wisman) mengalami penurunan. Sepanjang Mei 2018, BPS mencatat sebanyak 1,2 juta orang atau turun sekitar 7,65% dibandingkan periode April 2018. Namun, penurunan angka wisman tersebut tidak merisaukan karena bertepatan dengan momen Ramadan di mana wisatawan dari negara-negara Islam tidak melakukan perjalanan.
Dengan melihat laporan BPS hingga pertengahan tahun ini, tentu timbul pertanyaan sejauh mana pengaruhnya terhadap pertumbuhan perekonomian nasional sepanjang triwulan kedua tahun ini.
Prediksi pertumbuhan ekonomi triwulan kedua 2018, berdasarkan versi Menteri Keuangan Sri Mulyani berada pada kisaran 5,2%. Prediksi tersebut sedikit lebih baik dari realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2018 yang tercatat sekitar 5,06%.
Mantan petinggi Bank Dunia itu meyakini pertumbuhan perekonomian pada kuartal kedua disokong oleh investasi, belanja pemerintah yang terus bergulir, serta kinerja ekspor yang mulai menggeliat. Pemerintah optimistis arus investasi bisa tumbuh di atas 8%. Kita berharap prediksi tersebut tidak meleset sebab akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang tahun ini.
Selain itu, pihak BPS mengapresiasi langkah pemerintah yang berhasil mengamankan gejolak harga pangan sepanjang Ramadan, sehingga laju angka inflasi yang tercatat tidak sebesar Ramadan sebelumnya.
Sejumlah komoditas sektor pangan malah terjadi deflasi, di antaranya telur ayam ras, cabai merah, dan bawang putih. Angka inflasi yang tercetak sekitar 0,59% dipicu oleh momentum Ramadan, termasuk arus mudik yang mendorong transaksi perdagangan lebih tinggi dan meningkatnya sejumlah indeks pengeluaran dari masyarakat.
Pihak BPS membeberkan bahwa inflasi terjadi pada 82 kota dengan indeks harga konsumen mencapai 133,77. Adapun tingkat inflasi tahun kalender dari Januari hingga Juni 2018 mencapai 1,9%.
Dari 82 kota yang terpantau oleh BPS, laju inflasi tertinggi terjadi di Tarakan sekitar 2,71%, sebaliknya tingkat inflasi terendah dialami Kota Medan dan Kota Pekanbaru sekitar 0,01%.
Lebih jauh, pihak BPS merinci inflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sekitar 1,5%, kelompok makanan tercatat sekitar 0,88%, disusul kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sekitar 0,4%, kelompok sandang sebesar 0,36%, lalu kelompok perumahan, air, listrik, gas, bahan bakar dan kelompok kesehatan masing-masing sekitar 0,27%, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,07%.
Bila mencermati kelompok “penyumbang” atau kontributor angka inflasi Juni maka kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan menempati level tertinggi. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat tingginya permintaan transportasi yang dibarengi kenaikan tarif.
Momentum permintaan transportasi yang tinggi itu dipicu oleh ritual mudik menjelang Lebaran dan arus balik. Kontribusi terbesar dari sektor transportasi pada kenaikan tarif angkutan udara sebesar 0,15%, disusul tarif angkutan antarkota sekitar 0,08%, dan tarif kereta api sekitar 0,01%. Selebihnya disumbang oleh pangan yang menempati level kedua sepanjang Juni lalu.
Selain perkembangan angka inflasi Juni 2018, yang perlu dicermati dari publikasi BPS adalah kecenderungan masyarakat kelas menengah yang masih menahan diri untuk berbelanja. Kelompok masyarakat tersebut lebih memilih menabung dan melakukan investasi ketimbang berbelanja.
Sementara itu, arus wisatawan asing atau wisatawan mancanegara (wisman) mengalami penurunan. Sepanjang Mei 2018, BPS mencatat sebanyak 1,2 juta orang atau turun sekitar 7,65% dibandingkan periode April 2018. Namun, penurunan angka wisman tersebut tidak merisaukan karena bertepatan dengan momen Ramadan di mana wisatawan dari negara-negara Islam tidak melakukan perjalanan.
Dengan melihat laporan BPS hingga pertengahan tahun ini, tentu timbul pertanyaan sejauh mana pengaruhnya terhadap pertumbuhan perekonomian nasional sepanjang triwulan kedua tahun ini.
Prediksi pertumbuhan ekonomi triwulan kedua 2018, berdasarkan versi Menteri Keuangan Sri Mulyani berada pada kisaran 5,2%. Prediksi tersebut sedikit lebih baik dari realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2018 yang tercatat sekitar 5,06%.
Mantan petinggi Bank Dunia itu meyakini pertumbuhan perekonomian pada kuartal kedua disokong oleh investasi, belanja pemerintah yang terus bergulir, serta kinerja ekspor yang mulai menggeliat. Pemerintah optimistis arus investasi bisa tumbuh di atas 8%. Kita berharap prediksi tersebut tidak meleset sebab akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang tahun ini.
(maf)