KPU Resmi Tetapkan Koruptor Dilarang Nyaleg

Senin, 02 Juli 2018 - 07:45 WIB
KPU Resmi Tetapkan Koruptor Dilarang Nyaleg
KPU Resmi Tetapkan Koruptor Dilarang Nyaleg
A A A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi memberlakukan Peraturan KPU (PKPU) No 2 Tahun 2018 tentang aturan pelarangan mantan terpidana korupsi untuk maju dalam pemilihan legislatif tahun 2019. Padahal PKPU tersebut belum diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Hal tersebut ditandai dengan telah diunggah PKPU tersebut dalam laman resmi KPU RI, www.kpu.go.id. Dengan ditetapkannya Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, maka ketentuan tentang larangan mantan napi koruptor mencalonkan diri menjadi anggota legislatif sudah bisa diterapkan. Aturan pelarangan tersebut tertera pada Pasal 7 Ayat 1 huruf h, berbunyi "Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi".

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menegaskan dalam pertimbangan penetapan PKPU tersebut, pihaknya sudah menjalankan seluruh tahapan proses sesuai UU sehingga pihaknya merasa tidak ada masalah terkait penetapan aturan tersebut.

Menurutnya, PKPU masih bisa diubah melalui mekanisme uji materi di Mahkamah Agung bilamana ada pihak-pihak yang merasa tidak setuju akan adanya peraturan itu.

"Jadi intinya KPU sudah menetapkan kemudian mempublikasikan PKPU tersebut. Peraturan KPU bukan sesuatu yang kemudian tidak bisa diapa-apakan, kalau mau mengubah atau meperbaiki itu caranya sudah diatur dalam aturan perundang-undangan. Siapapun boleh kalau tidak setuju dengan PKPU tersebut silakan ajukan yudisial review di MA," ucapnya di Gedung KPU Jakarta, Minggu 1 Juli 2018.

PKPU, telah menjadi pedoman bagi para parpol yang nantinya akan mengusungkan para calon anggota legislatif dalam pendaftaran caleg mulai 4 Juli mendatang.

Begitupun dengan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari yang menjelaskan dasar penetapan PKPU sah meski tak diundangkan oleh Kemenkumham. Hal tersebut mengacu kepada UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dirinya menjelaskan KPU sudah menjalani seluruh tahapan dan proses sesuai peraturan yang berlaku.

Untuk itu menurutnya sebuah peraturan perundang-undangan itu dapat dinyatakan sah sejak ditetapkan oleh yang membuat. Pasalnya, dalam konteks ini Kemenkumham hanya memiliki wewenang untuk mengundangkan peraturan tersebut yang sifatnya lebih ke publikasi agar masyarakat tau akan adanya peraturan tersebut.

"Bentuk pengesahan apa? Yaitu dengan ditandatangani PKPU. Ketua KPU tanda tangan. Jadi sejak tanggal itulah PKPU menjadi sah berlaku. Tujuan pengundangan itu untuk pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ada peraturan yang sudah dibentuk," ucapnya dalam kesempatan yang sama.

Sejak Penetapan PKPU Larangan Napi koruptor itu ditetapkan, beberapa pihak menolak tegas, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DPR yang tetap pada pendiriannya menolak aturan itu.

Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menilai penetapan PKPU itu sangat berbahaya, lantaran KPU sebagai penyelenggara pemilu melakukan pembatasan hak hak konstitusional warga negara.

"Aturan pembatasan hak konstitusional akan berbahaya lantaran dapat menjadi penyalahgunaan kewenangan. Sebab, konstitusi secara tegas hanya memberikan kewenangan pembatasan hak melalui UU. Sementara aturan larangan mantan napi korupsi nyaleg oleh KPU hanya melalui PKPU," ungkapnya saat dihubungi wartawan.

Menurutnya, perlu langkah konkret untuk memastikan calon legislatif bersih bebas dari koruptor. Bawaslu, sambungnya, akan melakukan pendekatan dengan partai politik.

"Dalam rangka membangun komitmen moral untuk meminta kepada parpol sebagai pintu gerbang utama yang akan mengantarkan para caleg agar tidak mencalonkan mantan koruptor sebagai calon anggota legislatif," ungkapnya.

Bawaslu telah mengagendakan pertemuan dengan partai politik peserta Pemilu. Namun belum detail kapan waktu pertemuan tersebut. "Sudah ada jadwal yang dibuat sesuai waktu yamg disetujui parpol, akan dimulai tanggal 3. Dilakukan dengan cara mengunjungi kantor parpol. Pasti akan diinfokan ya, parpol mana dan kapan," tambahnya.

Selain Bawaslu beberapa Fraksi DPR merespon atas penetapan PKPU, ada yang setuju dan menolak bahkan akan mengajukan hak angket.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PPP Ahmad Baidowi menyatakan fraksinya tidak setuju dengan penetapan PKPU tersebut. Dia tengah mewacanakan pembahasan di KOmisi II DPR untuk menanggapi penetapan PKPU tersebut.

Menurutnya, langkah apa yang diambil tergantung dalam pembahasan nantinya belum bisa dipastikan. Apakah disepakati hak angket kepada KPU atau tidak.

"Langkah apa yang akan dilakukan terhadap sikap KPU RI itu tentu akan dilakukan pembahasan di Komisi II. Ini masih wacana, tapi kami akan mendorong adanya hak angket kepada KPU," ucapnya saat dihubungi.

Dia mengatakan pada Pasal 87 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan.

"Jadi bisa dibilang penetapan KPU RI itu belum memiliki kekuatan yang mengikat makanya perlu untuk dibahas kembali," tegasnya.

Begitupun dengan Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto yang mendorong kepada pihak-pihak yang keberatan dan merasa dirugikan untuk mengajukan uji materi pasal tersebut ke Mahkamah Agung.

"Bagi para pihak yang tidak puas atau mungkin juga ada parpol-parpol lain atau bahkan calon anggota DPD RI itu misalkan itu tidak bisa atau terhambat dengan PKPU itu kan bisa menggugat kepada MA. Karna itu kan tingkat peraturan ya," ucapnya saat dihubungi.

Hal itu, sambungnya, lebih efektif daripada adanya wacana untuk menggunakan cara lain, salah satunya hak angket DPR kepada KPU atas penerbitan PKPU tersebut.

"PAN mendorong masih ada upaya hukum ke MA, mungkin dalam 2 minggu atau sebulan kan MA bisa memutus. Kalau ada pihak yang merasa dirugikan saya kira KPU juga terbuka kok kalau itu digugat di MA dan KPU juga akan menerima kok hasilnya," ungkapnya.

Dia mengaku partainya tidak terpengaruh dengan pemberlakukan PKPU tersebut. "Sampai sekarang yang daftar di PAN itu nggak ada yang mantan napi koruptor, nggak ada," katanya.

Sementara itum berbeda dengan Fraksi Partai Golkar yang siap menjalankan PKPU tersebut. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Sadzily menyatakan partainya siap menjalankan norma PKPU. Dia juga mengatakan Golkar telah menyiapkan proses rekrutmen.

"Partai Golkar siap menjalankan norma apapun yang dituangkan dalam PKPU jika memang sudah sesuai dengan prosedur perundang-undangan," ucapnya.

Partai Golkar, sambungnya, akan mengikuti aturan apapun jika sudah sesuai secara prosedur perundangan dan sudah disahkan dalam lembaran negara. "Partai Golkar mengedepankan aturan perundang-undangan yang berlaku. PKPU seharusnya merupakan penerjemahan perundang-undangan dan merujuk kepada aturan tersebut," tegasnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4929 seconds (0.1#10.140)