Suhu Pilpres Dimanfaatkan Elite untuk Menangkan Pilkada Serentak
A
A
A
JAKARTA - Direktur Politik dan Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menganggap, ajang pemilihan presiden (Pilpres) di tahun 2019 membuat partai-partai politik menempatkan Pilkada serentak 2018 sebagai prioritas yang menentukan kemenangan kandidat pilpres mendatang.
Menurutnya, asumsi ini dirasa wajar mengingat ada 3 provinsi yang memiliki pengaruh besar dalam presentase penyumbang suara Pemilu nasional yakni, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa tengah. "Ditambah beberapa provinsi di Sulawesi dan Sumatera," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Selasa (26/6/2018).
Pengamat politik asal UIN Jakarta ini menganggap, jika diperhatikan dengan seksama isu yang diarahkan untuk publik adalah pilkada 2018 menjadi penentu kemenangan pilpres. Dalam konteks ini, beberapa kandidat memainkan tagline lanjutkan 2 periode bagi pasangan yang mendompleng Jokowi dan 2019 ganti presiden yang secara khusus membonceng kehendak mengganti presiden.
Kondisi ini disebut Sulthan sangat ironi saat beberapa partai politik pendukung kandidat pilkada 2018 di tingkat nasional saling berlawanan, namun di daerah bersama memenangkan kandidat yang sama seperti pilkada Jawa Timur. Dalam kodisi yang demikian, kata Sulthan, tampak jelas bahwa suhu pilpres 2019 dimanfaatkan sebagai peluang politik untuk memenangkan kandidat di pilkada. Pilpres dinilainya, punya hitungan berbeda dengan pilkada dan pemilu nasional.
Namun demikian, ditegaskan lulusan hukum UGM ini bahwa hasil pilkada serentak 2018 yang akan diselenggarakan pada 27 Juni nanti dapat menjadi nilai tawar bagi partai politik dalam membangun koalisi di pilpres mandatang. "Partai-partai yang memiliki saham kemenangan lebih besar di daerah-daerah dengan kantong pemilih padat akan menguat daya tawar pada pilpres," ungkapnya.
Menurutnya, asumsi ini dirasa wajar mengingat ada 3 provinsi yang memiliki pengaruh besar dalam presentase penyumbang suara Pemilu nasional yakni, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa tengah. "Ditambah beberapa provinsi di Sulawesi dan Sumatera," ujar Sulthan saat dihubungi SINDOnews, Selasa (26/6/2018).
Pengamat politik asal UIN Jakarta ini menganggap, jika diperhatikan dengan seksama isu yang diarahkan untuk publik adalah pilkada 2018 menjadi penentu kemenangan pilpres. Dalam konteks ini, beberapa kandidat memainkan tagline lanjutkan 2 periode bagi pasangan yang mendompleng Jokowi dan 2019 ganti presiden yang secara khusus membonceng kehendak mengganti presiden.
Kondisi ini disebut Sulthan sangat ironi saat beberapa partai politik pendukung kandidat pilkada 2018 di tingkat nasional saling berlawanan, namun di daerah bersama memenangkan kandidat yang sama seperti pilkada Jawa Timur. Dalam kodisi yang demikian, kata Sulthan, tampak jelas bahwa suhu pilpres 2019 dimanfaatkan sebagai peluang politik untuk memenangkan kandidat di pilkada. Pilpres dinilainya, punya hitungan berbeda dengan pilkada dan pemilu nasional.
Namun demikian, ditegaskan lulusan hukum UGM ini bahwa hasil pilkada serentak 2018 yang akan diselenggarakan pada 27 Juni nanti dapat menjadi nilai tawar bagi partai politik dalam membangun koalisi di pilpres mandatang. "Partai-partai yang memiliki saham kemenangan lebih besar di daerah-daerah dengan kantong pemilih padat akan menguat daya tawar pada pilpres," ungkapnya.
(pur)