Pilkada Pengaruhi Peta Pilpres

Selasa, 26 Juni 2018 - 08:14 WIB
Pilkada Pengaruhi Peta...
Pilkada Pengaruhi Peta Pilpres
A A A
JAKARTA - Hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak besok akan menjadi petunjuk berharga dalam konstelasi pemilihan umum presiden (pilpres) 2019 mendatang. Sejumlah parpol akan berhitung apakah berani mengusung calon presiden (capres) sendiri atau terpaksa bergabung dalam koalisi.

Khusus di Pulau Jawa, hasil pemilihan gubernur-wakil gubernur di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur akan menjadi lebih krusial karena diprediksi menjadi barometer utama kekuatan di pilpres. Kendati konfigurasi dukungan parpol ke kandidat relatif cair, namun besarnya suara pemilih di Jawa yang cukup besar dinilai menjadi rujukan signifikan.

Begitu vitalnya pilkada ini, sejumlah tokoh nasional baik dari kalangan politik, agama, maupun akademisi mendorong agar pesta demokrasi ini tidak diwarnai kecurangan. Mereka meminta penyelenggara pilkada, TNI, Polri, Badan Intelijen Negara (BIN) juga bersikap netral.

Pengamat pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Hempri Suryana mengatakan hasil pilkada di Jawa, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dapat menjadi acuan serta barometer dalam pertarungan Pilpres 2019 mendatang. Tiga daerah tersebut merupakan wilayah yang memiliki populasi penduduk paling banyak di Indonesia.

Merujuk Pilpres 2014 silam, ada 108.904.238 pemilih di Pulau Jawa. Rinciannya DKI Jakarta 7.096.168 pemilih, Banten 7.985.599 pemilih, Jawa Barat 33.045.082 pemilih, Jawa Tengah 27.385.217 pemilih, DIY 2.752.275 pemilih dan Jawa Timur 30.639.897 pemilih. Jumlah keseluruhan pemilih di Indonesia saat itu mencapai 190.307.134. Dengan begitu, sebanyak 58% pemilih diketahui ada di Pulau Jawa. “Meski belum dapat menjadi sebuah jaminan, tetapi paling tidak pertarungan di tiga daerah ini dapat menjadi arena strategis menuju Pilpres mendatang,” kata Hempri, kemarin.

Pilkada kali ini juga menjadi ajang sejumlah parpol untuk memanaskan mesin politiknya. Para elite parpol baik yang duduk dalam pemerintahan atau tidak berupaya memanfaatkan posisinya untuk memenangkan para calonnya di pilkada.

Peneliti Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran (Unpad) Muradi mengakui kemenangan pasangan calon di Pilkada Jawa Barat akan banyak memengaruhi konstalasi Pilpres 2019. Jika Pilkada Jabar dimenangkan oleh pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum yang diusung oleh NasDem, PPP, PKB atau Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang diusung oleh PKS, PAN, dan Gerindra, maka diprediksi konstelasi politik nasional akan mengerucut ke kandidat Joko Widodo (Jokowi) melawan kandidat dari partai oposisi.

Lain lagi jika pasangan Deddy Mizwar dan Dedy Mulyadi yang diusung Demokrat dan Golkar menang, maka ada kemungkinan Demokrat akan mengusung capres sendiri. Apalagi jika kandidat Demokrat di Jawa Timur, yakni Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak unggul, maka akan menjadi momentum Demokrat untuk mengukur sejauhmana percaya diri mengusung capres. “Nanti yang diusung bisa siapa saja, Cuma mungkin bagaimana Golkar dan Demokrat akan bergejolak di Jawa Barat,“ ujarnya.

Hal serupa diungkapkan pakar politik dan pemerintahan Asep Warlan Yusuf. Dia menilai, jelang pencoblosan 27 Juni, dua kekuatan besar, yakni kubu yang propemerintah dan antipemerintah semakin mengerucut untuk membuktikan kekuatannya di Jabar.

Dilihat dari parpol pengusung, kekuatan propemerintah diwakili elemen massa pendukung pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum, Tubagus Hasanudin-Anton Charliyan, dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi. "Sementara pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu menjadi keterwakilan elemen massa yang menginginkan adanya pergantian kepemimpinan nasional," sebut Asep.

Sejak awal, dirinya selalu mengatakan bahwa Pilgub Jabar itu rasa Pilpres. Sebab, dengan jumlah pemilih di Jabar yang sangat besar, Pilgub Jabar 2018 menjadi strategis bagi pemenangan Pilpres 2019 mendatang.

Namun pengamat politik UGM Abdul Gafar Kariem berpendapat, meskipun menjadi ajang pemanasan, namun pengaruh langsung terhadap pilpres tidak ada. "Sebab logika politik lokal kita tak sepenuhnya terkoneksi dengan politik nasional," tandasnya.

Netralitas Aparat
Sejumlah tokoh nasional terus meminta aparat penyelenggara pilkada, aparat TNI, Polri dan BIN bertindak netral dalam pilkada. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengatakan, Nahdlatul Ulama mempercayakan pelaksanaan pilkada kepada penyelenggara seperti KPU, BAWASLU dan DKPP. NU berharap pilkada dapat terlaksana dengan profesional, mandiri, netral dan dapat melayani seluruh kepentingan sebaik-baiknya, baik kepada masyarakat pemilih maupun kepada semua calon tanpa terkecuali.

Warga NU diajak menentukan calon pemimpin daerah yang diyakini memiliki kompetensi dan akhlak yang baik, seperti kejujuran dan kemauan untuk membangun kemaslahatan masyarakat di daerah masing-masing. Perbedaan pilihan calon kepala daerah, tandas Said, tidak boleh menjadi alasan untuk perpecahan, apalagi saling menghasut, mengintimidasi dan memprovokasi dengan alasan apapun. “Semua pihak harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan,” ujarnya.

Seruan juga disampaikan Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nasir. Menurut Haedar, pilkada merupakan sebagai salah satu penentu kemajuan dan kemakmuran masyarakat di daerah. Untuk itu, para penyelenggara pilkada diminta bekerja profesional, independen, transparan, adil, dan penuh tanggung jawab. “Sehingga pilkada dapat berkualitas dan menghasilkan kepemimpinan di daerah yang mengutamakan kepentingan dan kemakmuran rakyat di atas segalanya,” ungkapnya.

Muhammadiyah juga meminta kandidat bersaing secara sehat, sportif, berjiwa ksatria, dan mematuhi semua peraturan dengan menjauhi praktik politik uang, keculasan, kecurangan, kekerasan, kampanye hitam serta pernyataan-pernyataan yang mengandung unsur kebencian dan bernuansa SARA.

Pentingnya netralitas tersebut antara lain disampaikan Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum DPP PAN sekaligus Ketua MPR Zulkifli Hasan. Keduanya menilai TNI dan Polri sudah seharusnya tidak terlibat dalam politik pilkada apalagi berafiliasi pada salah satu pasangan calon.

Pernyataan ini diungkapkan keduanya dalam pidato politik yang disampaikan di rumah dinas Ketua MPR di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, pagi kemarin. "Kita imbau sahabat-sahabat saya adik-adik saya masih aktif di jajaran Polri maupun TNI. Mohonlah saudara bahwa saudara-saudara adalah bhayangkari negera milik seluruh rakyat Indonesia," kata Prabowo dalam pidatonya.

Sebagai pimpinan MPR, Zulkifli Hasan meminta kepada para penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu untuk sungguh-sungguh melaksanakan pilkada ini dengan jujur, adil, transparan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Presiden Jokowi menegaskan, netralitas TNI, Polri, dan BIN dalam penyelenggaraan pemilu maupun pilkada serentak merupakan hal yang bersifat mutlak dan tak perlu diragukan lagi. Pernyataan tersebut untuk menanggapi sejumlah tudingan terhadap netralitas tiga lembaga negara itu dalam pelaksanaan pesta demokrasi di Indonesia. "Netralitas TNI, Polri, dan BIN itu adalah bersifat mutlak dalam penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada," ujarnya.

Pemerintah juga memastikan hari pemungutan suara pada pilkada serentak besok libur secara nasional. (Priyo Setyawan/Agung Bakti Sarasa/ Suharjono/Agung Bakti Sarasa/Kiswondari)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0899 seconds (0.1#10.140)