Demokrat: Dengarkan Suara Rakyat, Bukan Bagi-bagi Kekuasaan
A
A
A
JAKARTA - Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Yudhoyono yang populer dengan sebutan AHY mengkritik Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia.
Agus melihat banyaknya tenaga kerja asing atau TKA yang masuk ke Indonesia bekerja di Kendari. "Baru-baru ini saya pulang dari Kendari, Sulawesi Tenggara dan saya melihat sendiri betapa banyak TKA bekerja di sana," kata Agus melalui orasi yang berjudul "Dengarkan Suara Rakyat" di Jakarta Convention Center, Sabtu 9 Juni 2018.
Dalam orasinya, AHY menyoroti sejumlah isu antara lain Daya beli menurun, lapangan pekerjaan, tenaga kerja asing, terorisme hingga revolusi mental.
Menanggapi Orasi AHY, Deputi Humas dan Media Kogasma Putu Supadma Rudana melihat, bahwa AHY merupakan figur pemimpin muda yang sangat bersemangat membawa perubahan bangsa menuju Indonesia sejahtera, cerdas, dan bermartabat.
"Bayangkan saja, 22 provinsi di Indonesia dan ratusan kabupaten kota dikunjungi AHY hanya untuk menyapa, berdialog dan menyerap aspirasi masyarakat secara langsung. Inilah figur pemimpin yang baik, yang turun langsung bertatap muka mendengarkan keluh kesah penderitaan rakyat," ungkapnya.
"Sudah saatnya kita berpolitik mendengarkan suara rakyat bukan suara untuk membagi-bagi kekuasaan, perhatikanlah problem aktual masyarakat Indonesia. Apa yang disampaikan AHY benar, janganlah kebutuhan bangsa Indonesia saat ini tertutup oleh pemberitaan pilpres 2019," tambah Putu.
Putu menjelaskan, bahwa dalam orasinya AHY-pun menyinggung program revolusi mental Presiden Joko Widodo. AHY mempertanyakan eksistensi program tersebut yang semakin hari semakin meredup.
"Mas AHY mempertanyakan revolusi mental yang gencar disuarakan pada pilpres 2014, namun tidak berjalan baik seiring gencarnya pembangunan infrastruktur. Apanya yang direvolusi kalau masih banyak pengangguran dan kemiskinan, jangan melulu infrastruktur tetapi lapangan pekerjaan diperbanyak," ucapnya.
"Sopir Tenaga kerja asing digaji Rp15 juta, sedangkan sopir lokal kita hanya dapat Rp5 juta, di mana rasa keadilan itu? Kalau begini apanya yang direvolusi? mendapatkan upah di negeri sendiri saja lebih rendah dari TKA. Hasil ini mengacu pada investigasi Ombudsman pada tahun 2017," ucap Putu yang juga wasekjen Demokrat ini.
Putu mengapresiasi sekaligus mengkritik pemerintah terkait pemberian THR serta gaji ke-13, bagi para PNS, anggota TNI dan Polri. Baik yang masih aktif maupun telah pensiun.
Dalam orasinya, AHY menyatakan ada 28 juta orang yang berada di garis kemiskinan. Serta 70 juta orang orang yang masih rentan atau rawan kemiskinan.
"Kita berharap, tambahan sementara tersebut dapat membantu, meningkatkan daya beli, serta konsumsi rumah tangga. Namun kita harus memahami bahwa kebutuhan pokok masyarakat harus dipenuhi setiap harinya, setiap bulannya dan bukan ketika saat ramadhan saja dengan memberikan THR," tuturnya.
Menurut Putu, bagaimana Masyarakat yang tidak mendapatkan THR? Mereka pasti terkena dampak kenaikan harga bahan-bahan pokok yang biasanya terjadi, ini miris sekali. Membantu masyarakat memenuhi kebutuhannya bukan hanya di saatsaat tertentu saja. Ini sangat rawan hampir 40 persen populasi Indonesia berada di garis kemiskinan.
"Mereka umumnya tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak bisa mengharapkan THR. Mereka perlu perhatian, dan bantuan langsung dari pemerintah, seperti bantuan langsung sementara saat pemerintahan SBY," pungkasnya.
Saat ini Demokrat, kata Putu, hadir dengan menggelar pasar murah di berbagai di seluruh Indonesia setiap tanggal 14 setiap bulannya di tiap provinsi yang diselenggarakan masing-masing DPD untuk terus menjadi solusi bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi.
Agus melihat banyaknya tenaga kerja asing atau TKA yang masuk ke Indonesia bekerja di Kendari. "Baru-baru ini saya pulang dari Kendari, Sulawesi Tenggara dan saya melihat sendiri betapa banyak TKA bekerja di sana," kata Agus melalui orasi yang berjudul "Dengarkan Suara Rakyat" di Jakarta Convention Center, Sabtu 9 Juni 2018.
Dalam orasinya, AHY menyoroti sejumlah isu antara lain Daya beli menurun, lapangan pekerjaan, tenaga kerja asing, terorisme hingga revolusi mental.
Menanggapi Orasi AHY, Deputi Humas dan Media Kogasma Putu Supadma Rudana melihat, bahwa AHY merupakan figur pemimpin muda yang sangat bersemangat membawa perubahan bangsa menuju Indonesia sejahtera, cerdas, dan bermartabat.
"Bayangkan saja, 22 provinsi di Indonesia dan ratusan kabupaten kota dikunjungi AHY hanya untuk menyapa, berdialog dan menyerap aspirasi masyarakat secara langsung. Inilah figur pemimpin yang baik, yang turun langsung bertatap muka mendengarkan keluh kesah penderitaan rakyat," ungkapnya.
"Sudah saatnya kita berpolitik mendengarkan suara rakyat bukan suara untuk membagi-bagi kekuasaan, perhatikanlah problem aktual masyarakat Indonesia. Apa yang disampaikan AHY benar, janganlah kebutuhan bangsa Indonesia saat ini tertutup oleh pemberitaan pilpres 2019," tambah Putu.
Putu menjelaskan, bahwa dalam orasinya AHY-pun menyinggung program revolusi mental Presiden Joko Widodo. AHY mempertanyakan eksistensi program tersebut yang semakin hari semakin meredup.
"Mas AHY mempertanyakan revolusi mental yang gencar disuarakan pada pilpres 2014, namun tidak berjalan baik seiring gencarnya pembangunan infrastruktur. Apanya yang direvolusi kalau masih banyak pengangguran dan kemiskinan, jangan melulu infrastruktur tetapi lapangan pekerjaan diperbanyak," ucapnya.
"Sopir Tenaga kerja asing digaji Rp15 juta, sedangkan sopir lokal kita hanya dapat Rp5 juta, di mana rasa keadilan itu? Kalau begini apanya yang direvolusi? mendapatkan upah di negeri sendiri saja lebih rendah dari TKA. Hasil ini mengacu pada investigasi Ombudsman pada tahun 2017," ucap Putu yang juga wasekjen Demokrat ini.
Putu mengapresiasi sekaligus mengkritik pemerintah terkait pemberian THR serta gaji ke-13, bagi para PNS, anggota TNI dan Polri. Baik yang masih aktif maupun telah pensiun.
Dalam orasinya, AHY menyatakan ada 28 juta orang yang berada di garis kemiskinan. Serta 70 juta orang orang yang masih rentan atau rawan kemiskinan.
"Kita berharap, tambahan sementara tersebut dapat membantu, meningkatkan daya beli, serta konsumsi rumah tangga. Namun kita harus memahami bahwa kebutuhan pokok masyarakat harus dipenuhi setiap harinya, setiap bulannya dan bukan ketika saat ramadhan saja dengan memberikan THR," tuturnya.
Menurut Putu, bagaimana Masyarakat yang tidak mendapatkan THR? Mereka pasti terkena dampak kenaikan harga bahan-bahan pokok yang biasanya terjadi, ini miris sekali. Membantu masyarakat memenuhi kebutuhannya bukan hanya di saatsaat tertentu saja. Ini sangat rawan hampir 40 persen populasi Indonesia berada di garis kemiskinan.
"Mereka umumnya tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak bisa mengharapkan THR. Mereka perlu perhatian, dan bantuan langsung dari pemerintah, seperti bantuan langsung sementara saat pemerintahan SBY," pungkasnya.
Saat ini Demokrat, kata Putu, hadir dengan menggelar pasar murah di berbagai di seluruh Indonesia setiap tanggal 14 setiap bulannya di tiap provinsi yang diselenggarakan masing-masing DPD untuk terus menjadi solusi bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi.
(maf)