SE KPK, Pejabat Dilarang Terima dan Minta THR dari Pengusaha

Selasa, 05 Juni 2018 - 08:42 WIB
SE KPK, Pejabat Dilarang Terima dan Minta THR dari Pengusaha
SE KPK, Pejabat Dilarang Terima dan Minta THR dari Pengusaha
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Edaran (SE) tertanggal 4 Juni 2018 berisi di antaranya larangan pegawai negeri dan penyelenggara negara atau pejabat negara meminta dan menerima tunjangan hari raya (THR) dari perusahaan dan pengusaha.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, KPK sudah membuat dan menerbitkan SE Nomor: B/3794/GTF 00.02/01-13/06/2018 tertanggal 4 Juni 2018 perihal imbauan pencegahan gratifikasi terkait hari raya. Surat beserta lampiran satu berkas disampaikan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Ketua Mahkamah Agung (MA), para Ketua MPR/DPR/DPD, para ketua/pimpinan lembaga negara/komisi negara, Jaksa Agung, Kapolri, para menteri Kabinet Kerja, para kepala lembaga pemerintah nonkementerian, para gubernur/bupati/walikota, para ketua DPRD provinsi/kabupaten/kota, direksi BUMN/BUMD,‎ Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia, para ketua asosiasi/gabungan/himpunan perusahaan di Indonesia, dan pimpinan perusahaan swasta.

Surat dibuat dan disampaikan dalam rangka pengendalian gratifikasi sehubungan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriah bertepatan dengan 2018 dan juga untuk penegasan atas imbauan KPK tentang gratifikasi sebelumnya. Agus menggariskan, ada delapan poin isi SE tertanggal 4 Juni 2018.

Pertama, peringatan Hari Raya Idul Fitri merupakan tradisi mayoritas masyarakat Indonesia untuk meningkatkan religiusitas, berkumpul dengan kerabat, dan bersyukur serta berbagi dengan uang lain. Agus membeberkan, dalam SE KPK juga tercantum, bahwa praktik saling memberi dan menerima hadiah dapat dipandang sebagai sesuatu yang wajar karena hubungan baik dari sudut pandang sosial maupun adat istiadat.

‎"Namun sebagai pegawai negeri/penyelenggara negara hendaknya dapat menjadi contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat dengan menolak pemberian gratifikasi berupa uang, bingkisan/parcel, fasilitas, dan bentuk pemberian lainnya dari rekanan/pengusaha/masyarakat yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya, bertentangan dengan kode etik, dapat menimbulkan konflik kepentingan, atau merupakan penerimaan yang tidak patut/tidak wajar," tegas Agus saat membacakan isi SE dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Saat konferensi pers, Agus didampingi Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Di sela konferensi pers, KPK menunjukkan barang-barang gratifikasi yang dilaporkan sejak 2015 hingga 4 Juni 2018 yang sudah ditetapkan KPK menjadi barang milik negara.

‎Agus melanjutkan, poin kedua berdasarkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juga sudah termaktub bahwa penerimaan gratifikasi dalam bentuk apapun oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara adalah dilarang dan memiliki risiko sanksi pidana. Oleh karena itu, sekali lagi, seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara wajib menolak pemberian gratifikasi tersebut termasuk terkait tunjangan hari raya (THR) dari rekanan atau pengusaha atau masyarakat.

Dia membeberkan, kalau ada pegawai negeri atau penyelenggara yang menerima gratifikasi dalam keadaan tertentu dan terpaksa termasuk dalam hal‎ THR seperti di atas maka harus melaporkannya ke KPK dalam 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi. Poin ketiga, dalam SE tersebut juga tentang larangan pegawia negeri dan penyelenggara negara meminta THR.

"Bahwa permintaan dana, sumbangan, dan/atau hadiah sebagai THR atau dengan sebutan lain oleh pegawai negeri/penyelenggara negara atau instansi negara atau daerah kepada masyarakat dan/atau perusahaan, baik secara lisan maupun tertulis pada prinsipnya dilarang. Karena penyalahgunaan wewenang merupakan perbuatan yang berimplikasi pada tindak pidana korupsi yang dapat diberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan," tegas Agus.

Keempat, mantan Kepala ‎Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah‎ ini memaparkan, untuk penerimaan gratifikasi berupa bingkisan makanan yang mudah rusak, kedaluarsa dalam waktu singkat, dan dalam jumlah wajar maka dapat disalurkan ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak-pihak lainnya. Setelah disalurkan, maka dilaporkan ke instansi masing-masing disertai penjelasan taksiran harga dan dokumentasi pencerahannya. Selanjutnya instansi melaporkan rekapitulasi penerimaan tersebut ke KPK.

Poin kelima tutur Agus, sehubungan dengan larangan penggunaan kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi pegawai saat mudik. Keenam, bagi pimpinan kementerian, lembaga, organisasi, pemerintah daerah, dan BUMN/BUMD diharapkan dapat memberikan secara internal kepada para pegawai di lingkungan kerjanya untuk menolak pemberian gratifikasi.

Selain itu, para pimpinan tersebut juga diharapkan menerbitkan surat terbuka atau iklan melalui media massa atau bentuk pemberitahuan publik lainnya uang ditujukan ke para stakeholdernya.

"Agar tidak memberikan pemberian dalam bentuk apapun kepada para pegawai negeri atau penyelenggara negara di lingkungan kerjanya," kata Agus.

Ketujuh, dia memaparkan, untuk pimpinan perusahaan atau korporasi swasta diharapkan komitmen untuk meningkatkan kesadaran dan ketaatan dengan tidak memberikan sesuatu. Pimpinan perusahaan atau korporasi juga diharapkan menginstruksikan kepada semua jajahannya untuk tidak memberikan gratifikasi, uang pelicin, atau suap dalam bentuk apapun kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.

"Para pimpinan perusahaan itu harus aktif turut serta menjaga integritas pegawai negeri atau penyelenggara negara," paparnya.

Terakhir, untuk informasi lebih lanjut terkait mekanisme dan formulir pelaporan atas penerimaan gratifikasi dapat diakses di laman KPK atau menghubungi Direktorat Gratifikasi KPK atau email ke pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id. Pelaporan juga dapat disampaikan ke KPK secara langsung dengan mendatangi KPK, pos, atau melalui aplikasi pelaporan gratifikasi online (GOL).‎
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4968 seconds (0.1#10.140)