Bawaslu Belum Optimal Berantas Politik Uang
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dinilai belum optimal dalam memberantas praktik politik uang jelang hajatan Pilkada Serentak 2018. Satu bulan menjelang pemungutan suara pilkada, praktik politik uang dengan berbagai modus dan latar belakang pelaku terjadi di berbagai daerah.Di Jawa Timur misalnya, pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Lamongan dilaporkan ke Panwaslu karena dalam pembagian kartu PKH menyisipkan stiker salah satu pasangan calon (paslon) dan memberikan seruan untuk memilih paslon tersebut. Di Kalimantan Timur, aktor politik uang merupakan konsultan politik. Dipilihnya tenaga profesional agar tepat sasaran. Bahkan ada juga money politics yang dilakukan korporasi.
Hal ini sudah ditemukan pada Pilgub Lampung 2014 oleh PT Sugar Group Company (SGC) yang mendukung Ridho Ficardo. Saat ini SGC diindikasikan mengalihkan dukungan dari Cagub Ridho Ficardo ke Cagub Arinal Djunaidi.
Peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Daniel Zuchron mengatakan masih terjadi praktik politik uang di berbagai daerah menjadi bukti bahwa Bawaslu belum sepenuhnya menjalankan perannya secara efektif.
Menurutnya dengan otoritas yang dimiliki berdasarkan UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu harusnya Bawaslu bisa melakukan proses pencegahan dari hulu ke hilir adanya praktik politik uang.
“Batasan politik uang itu jelas, yakni pemberian uang/barang pada pemilih un tuk tujuan memengaruhi pilihan dalam ajang pemilu. Dengan demikian harusnya berbagai praktik yang terindikasi memengaruhi pemilih secara ilegal harus ditindak dengan tegas,” ujarnya.
Daniel mengatakan Bawaslu merupakan leading sector dalam upaya pencegahan politik uang. Otoritas yang dimiliki tersebut harus dimanfaatkan secara optimal dalam mencegah praktik politik uang, baik di lapangan maupun penelusuran ke hulu terkait sumber uang dan otak terjadinya tindak praktik politik uang.
“Pencegahan atas potensi praktik politik uang dengan pedoman metodologis itu dalam lingkup tiga bidang hendaknya diefektifkan oleh Bawaslu. Institusi ini harus menelusuri potensi hilir praktik politik uang hingga hulu sumber keuangan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, kewenangan Bawaslu ini sudah di dukung infrastruktur yang tersedia dan permanen di kabupaten/kota. Dengan demikian pemangku utama soal politik uang adalah Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sentra Gakkumdu serta penegak hukum. Dengan demikian koordinasi semua elemen dan mekanisme penegakan hukum pemilu menjadi kunci pemberantasan politik uang pemilu dan pilkada.
“Penyediaan tools pengawasan yang bertujuan secara khusus pengawasan hulu-hilir potensial menjadi tugas rutin Bawaslu nantinya. Hal ini menjadi dasar pemikiran terapan unit intelijen pemilu Election Intelligence Unit (EIU),” ujarnya.
Untuk pilkada 2018, lanjut dia, beragam jurus andalan dikeluarkan Bawaslu dalam melawan politik uang, mulai dari deteksi dini melalui IKP (Indeks Kerawanan Pemilu) dan deklarasi perang terhadap politik uang di sejumlah daerah. Kendati demikian, praktik politik uang tetap terjadi di berbagai daerah.
“Berdasarkan hasil survei Surabaya Survey Center (SSC) periode April 2018, angka toleransi pemilih dengan politik uang masih tinggi yakni 73,6%,” ujarnya.
Dia menuturkan, sikap permisif masyarakat terhadap politik uang linear dengan kecakapan dan silang pendapat tentang politik uang, hal ini sering terjadi di Panwaslu tingkat kecamatan. Umumnya, aktor money politics biasanya berasal dari daerah setempat karena dia yang menguasai daerah tersebut. Tapi, tidak menutup kemungkinan aktor berasal dari luar daerah.
Sementara itu Bawaslu berencana melakukan penelitian dan identifikasi tempat pemungut an suara (TPS) yang dianggap rawan pada Pilkada Serentak 2018. Hal tersebut sebagai upaya pencegahan terhadap potensi-potensi pelanggaran pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
“Tujuannya mengukur strategi pengawasan dengan fokus ke TPS-TPS rawan tersebut. Juga hasil penelitian ini akan dipublikasikan sebelum hari H dan disampaikan kepada stake holders, termasuk kepada pasangan calon sebagai strategi pencegahan,” kata Tenaga Ahli Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu, Masykurudin Hafidz, saat Rapat Koordinasi Nasional Persiapan Pengawasan Tahapan Pemungutan, Penghitungan dan Rekapitulasi Suara, di Jakarta, kemarin. (Kiswondari)
Hal ini sudah ditemukan pada Pilgub Lampung 2014 oleh PT Sugar Group Company (SGC) yang mendukung Ridho Ficardo. Saat ini SGC diindikasikan mengalihkan dukungan dari Cagub Ridho Ficardo ke Cagub Arinal Djunaidi.
Peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Daniel Zuchron mengatakan masih terjadi praktik politik uang di berbagai daerah menjadi bukti bahwa Bawaslu belum sepenuhnya menjalankan perannya secara efektif.
Menurutnya dengan otoritas yang dimiliki berdasarkan UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu harusnya Bawaslu bisa melakukan proses pencegahan dari hulu ke hilir adanya praktik politik uang.
“Batasan politik uang itu jelas, yakni pemberian uang/barang pada pemilih un tuk tujuan memengaruhi pilihan dalam ajang pemilu. Dengan demikian harusnya berbagai praktik yang terindikasi memengaruhi pemilih secara ilegal harus ditindak dengan tegas,” ujarnya.
Daniel mengatakan Bawaslu merupakan leading sector dalam upaya pencegahan politik uang. Otoritas yang dimiliki tersebut harus dimanfaatkan secara optimal dalam mencegah praktik politik uang, baik di lapangan maupun penelusuran ke hulu terkait sumber uang dan otak terjadinya tindak praktik politik uang.
“Pencegahan atas potensi praktik politik uang dengan pedoman metodologis itu dalam lingkup tiga bidang hendaknya diefektifkan oleh Bawaslu. Institusi ini harus menelusuri potensi hilir praktik politik uang hingga hulu sumber keuangan,” ujarnya.
Dia menjelaskan, kewenangan Bawaslu ini sudah di dukung infrastruktur yang tersedia dan permanen di kabupaten/kota. Dengan demikian pemangku utama soal politik uang adalah Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sentra Gakkumdu serta penegak hukum. Dengan demikian koordinasi semua elemen dan mekanisme penegakan hukum pemilu menjadi kunci pemberantasan politik uang pemilu dan pilkada.
“Penyediaan tools pengawasan yang bertujuan secara khusus pengawasan hulu-hilir potensial menjadi tugas rutin Bawaslu nantinya. Hal ini menjadi dasar pemikiran terapan unit intelijen pemilu Election Intelligence Unit (EIU),” ujarnya.
Untuk pilkada 2018, lanjut dia, beragam jurus andalan dikeluarkan Bawaslu dalam melawan politik uang, mulai dari deteksi dini melalui IKP (Indeks Kerawanan Pemilu) dan deklarasi perang terhadap politik uang di sejumlah daerah. Kendati demikian, praktik politik uang tetap terjadi di berbagai daerah.
“Berdasarkan hasil survei Surabaya Survey Center (SSC) periode April 2018, angka toleransi pemilih dengan politik uang masih tinggi yakni 73,6%,” ujarnya.
Dia menuturkan, sikap permisif masyarakat terhadap politik uang linear dengan kecakapan dan silang pendapat tentang politik uang, hal ini sering terjadi di Panwaslu tingkat kecamatan. Umumnya, aktor money politics biasanya berasal dari daerah setempat karena dia yang menguasai daerah tersebut. Tapi, tidak menutup kemungkinan aktor berasal dari luar daerah.
Sementara itu Bawaslu berencana melakukan penelitian dan identifikasi tempat pemungut an suara (TPS) yang dianggap rawan pada Pilkada Serentak 2018. Hal tersebut sebagai upaya pencegahan terhadap potensi-potensi pelanggaran pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
“Tujuannya mengukur strategi pengawasan dengan fokus ke TPS-TPS rawan tersebut. Juga hasil penelitian ini akan dipublikasikan sebelum hari H dan disampaikan kepada stake holders, termasuk kepada pasangan calon sebagai strategi pencegahan,” kata Tenaga Ahli Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu, Masykurudin Hafidz, saat Rapat Koordinasi Nasional Persiapan Pengawasan Tahapan Pemungutan, Penghitungan dan Rekapitulasi Suara, di Jakarta, kemarin. (Kiswondari)
(nfl)