Pengamat Sarankan Larangan Eks Koruptor Nyaleg Diserahkan ke Parpol
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyarankan agar polemik larangan mantan koruptor menjadi calon legislatif oleh Komisi Pemilihan umum (KPU) melalui PKPU segera dihentikan.
Pangi menyarankan jalan tengah untuk menyudahi polemik itu yakni soal larangan eks koruptor nyaleg diserahkan sepenuhnya kepada partai politik (parpol) untuk membuat aturan dan syarat yang tegas.
"Misalnya mantan napi kasus korupsi tidak boleh nyaleg karena tidak akan dipilih rakyat, ketidak percayaan (dis-trust) dan akan gagal mendapatkan dukungan animo kepercayaan masyarakat," kata Pangi kepada Sindonews, Minggu (3/6/2018).
Menurut Pangi, jika cara tersebut dilakukan, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi bisa ditanggung parpol. Di sini, kata Pangi, Parpol diuji kejujurannya dan integritasnya dalam menempatkan kader-kader terbaiknya atau orang yang dipercayai parpol menjadi calon wakil rakyat.
Sebaliknya, kata Pangi, jika beban pencegahan korupsi dibebankan kepada KPU, maka lembaga penyelenggara pemilu akan dibenturkan dengan Undang-undang nomor 7 tahun 2017 di mana dalam UU tersebut tak mengatur soal larangan tersebut.
Di sisi lain, publik akan terus berdebat soal HAM terkait hak politik setiap warga negara memilih dan dipilih, kembali ke prinsip "equality before of the law" atau sama di hadapan hukum, siapa pun dia.
Meski begitu, Pangi mendukung upaya KPU yang punya itikad baik menyaring orang-orang baik sebelum disajikan menu tersebut ke masyarakat. "Melamar pekerjaan saja butuh SKCK. Bagaimana ceritanya melamar ke partai tertentu ngak ada Negara dan parpol harus bertanggung jawab menyiapkan dan menyajikan menu yang baik yaitu wakil rakyat yang tak mengkhianati konstitusi, itu artinya yang tidak pernah jadi koruptor," ungkapnya.
Pangi menyarankan jalan tengah untuk menyudahi polemik itu yakni soal larangan eks koruptor nyaleg diserahkan sepenuhnya kepada partai politik (parpol) untuk membuat aturan dan syarat yang tegas.
"Misalnya mantan napi kasus korupsi tidak boleh nyaleg karena tidak akan dipilih rakyat, ketidak percayaan (dis-trust) dan akan gagal mendapatkan dukungan animo kepercayaan masyarakat," kata Pangi kepada Sindonews, Minggu (3/6/2018).
Menurut Pangi, jika cara tersebut dilakukan, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi bisa ditanggung parpol. Di sini, kata Pangi, Parpol diuji kejujurannya dan integritasnya dalam menempatkan kader-kader terbaiknya atau orang yang dipercayai parpol menjadi calon wakil rakyat.
Sebaliknya, kata Pangi, jika beban pencegahan korupsi dibebankan kepada KPU, maka lembaga penyelenggara pemilu akan dibenturkan dengan Undang-undang nomor 7 tahun 2017 di mana dalam UU tersebut tak mengatur soal larangan tersebut.
Di sisi lain, publik akan terus berdebat soal HAM terkait hak politik setiap warga negara memilih dan dipilih, kembali ke prinsip "equality before of the law" atau sama di hadapan hukum, siapa pun dia.
Meski begitu, Pangi mendukung upaya KPU yang punya itikad baik menyaring orang-orang baik sebelum disajikan menu tersebut ke masyarakat. "Melamar pekerjaan saja butuh SKCK. Bagaimana ceritanya melamar ke partai tertentu ngak ada Negara dan parpol harus bertanggung jawab menyiapkan dan menyajikan menu yang baik yaitu wakil rakyat yang tak mengkhianati konstitusi, itu artinya yang tidak pernah jadi koruptor," ungkapnya.
(pur)