Cawapres Jokowi Dipastikan dari Partai Koalisi
A
A
A
JAKARTA - Teka-teki siapa calon wakil presiden (cawapres) yang bakal menjadi pendamping Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mulai terkuak. Bocoran tersebut disampaikan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.Menurut Cak Imin, panggilan akrabnya, sudah ada kesepakatan di antara para partai politik (parpol) koalisi pemerintah bahwa nanti cawapres pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019 berasal dari internal parpol koalisi. Namun, dari sejumlah nama cawapres dari internal parpol koalisi yang kini muncul ke permukaan, menurut Cak Imin, memang belum ada yang mendapatkan kepastian dari Jokowi.
"Ini baru komunikasi antarparpol koalisi saja. Semua partai koalisi sepakat cawapres (Jokowi) harus parpol. Tinggal di antara parpol masing-masing mengajukan yang terbaik bagi kemajuan Indonesia dan elektoral Pak Jokowi," tutur Cak Imin di sela acara Parlemen Mengaji di Gedung Serbaguna Masjid Baiturahman, Kompleks DPR-MPR, Jakarta, Selasa (29/5/2018).
Menurut Cak Imin, alasan cawapres dari internal parpol koalisi adalah parpol bukanlah individu. "Cawapres yang berasal dari parpol itu alamatnya jelas, rumahnya jelas, tanggung jawabnya jelas. Kalau ada apa-apa, tanggung jawabnya besar dan jelas. Kalau bukan dari parpol, alamatnya pribadi dong," tuturnya.
Wakil ketua MPR ini mengatakan, ketika cawapres berasal dari parpol, kendali ideologi dan cita-citanya jelas. "Seperti ketika saya maju (sebagai cawapres), tanggung jawab pribadi hilang, tapi tanggung jawabnya ke PKB, ke NU," tuturnya.Sejauh ini ada sejumlah nama ketua umum (ketum) parpol koalisi pemerintah yang muncul ke permukaan sebagai kandidat cawapres. Sebut saja Muhaimin Iskandar, Ketum PPP Romahurmuziy, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum Perindo Hary Tanoesoedibjo, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum NasDem Surya Paloh, termasuk Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto.
Di antara nama-nama yang ada, kata Cak Imin, nanti siapa yang bakal dipilih Jokowi, tergantung siapa yang paling berkontribusi terhadap elektoral Jokowi. "Sekarang lebih tinggi mana (elektoralnya), aku apa (Ketum Golkar) Airlangga?" kelakar Cak Imin. Dia mengklaim, di antara parpol pendukung pemerintah, saat ini kontribusi elektoral terhadap Jokowi terbesar berasal dari PDIP dan PKB. "Sekarang tergantung kontribusi elektoral ke Pak Jokowi," katanya.
Gencarnya sosialisasi dirinya sebagai bakal cawapres Jokowi dengan mengusung jargon "JOIN" alias Jokowi-Muhaimin, diklaim Cak Imin, cukup berhasil mendongkrak elektoral PKB dan dirinya sebagai cawapres. "PKB kini (elektabilitasnya) sudah 8%. Saya dari 0% kini juga terus naik. (Dari hasil survei) sekarang saingan (terdekat) saya tinggal (mantan Panglima TNI Jenderal Purn) Gatot Nurmantyo," katanya optimistis.
Cak Imin bahkan mengklaim di kalangan ulama NU, dukungan terhadap dirinya sangat solid. "Bahkan Kiai Said (Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj) sangat bersemangat (mendukung pencalonannya)," ucapnya.
Mengacu pada hasil survei Charta Politika yang dilakukan pada 3-19 April 2018, sejumlah nama yang berpotensi menjadi cawapres Jokowi antara lain Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) 11,8%, Gatot Nurmantyo 11,5%, Anies Rasyid Baswedan 9,1%, Mahfud MD 5,9%, Muhaimin Iskandar 5,0%, M Zainul Madji (TBG) 3,5%, Zulkifli Hasan 1,3%, Airlangga Hartarto 1,1%, dan M Romahurmuziy 0,6%.
Sedangkan hasil survei Alvara Recearch Center yang dilakukan pada 20 April-9 Mei 2018, kandidat cawapres yang potensial mendampingi Jokowi yakni Gatot Nurmantyo 16,6%, AHY 15,7%, Jusuf Kalla 11,6%, Anies Rasyid Baswedan 9,6%, dan Muhaimin Iskandar 7,8%.
Ketum Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini dinamika politik masih sangat cair. Di internal Partai Golkar sendiri dorongan agar dirinya maju sebagai cawapres Jokowi juga menguat. "Aspirasi yang berkembang dari berbagai pihak tentu harus didengar dan saya yakin Pak Presiden memperhatikan hal tersebut," tuturnya.
Sementara itu, Founder dan CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali mengatakan, siapa cawapres yang cocok mendampingi Jokowi masih sangat tergantung keadaan. Jika dalam beberapa bulan ke depan hingga masa pendaftaran capres-cawapres Agustus nanti masalah ekonomi menjadi paling krusial, cawapres pendamping Jokowi paling relevan berasal dari calon yang memiliki latar belakang ekonomi.
"Ini baru komunikasi antarparpol koalisi saja. Semua partai koalisi sepakat cawapres (Jokowi) harus parpol. Tinggal di antara parpol masing-masing mengajukan yang terbaik bagi kemajuan Indonesia dan elektoral Pak Jokowi," tutur Cak Imin di sela acara Parlemen Mengaji di Gedung Serbaguna Masjid Baiturahman, Kompleks DPR-MPR, Jakarta, Selasa (29/5/2018).
Menurut Cak Imin, alasan cawapres dari internal parpol koalisi adalah parpol bukanlah individu. "Cawapres yang berasal dari parpol itu alamatnya jelas, rumahnya jelas, tanggung jawabnya jelas. Kalau ada apa-apa, tanggung jawabnya besar dan jelas. Kalau bukan dari parpol, alamatnya pribadi dong," tuturnya.
Wakil ketua MPR ini mengatakan, ketika cawapres berasal dari parpol, kendali ideologi dan cita-citanya jelas. "Seperti ketika saya maju (sebagai cawapres), tanggung jawab pribadi hilang, tapi tanggung jawabnya ke PKB, ke NU," tuturnya.Sejauh ini ada sejumlah nama ketua umum (ketum) parpol koalisi pemerintah yang muncul ke permukaan sebagai kandidat cawapres. Sebut saja Muhaimin Iskandar, Ketum PPP Romahurmuziy, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum Perindo Hary Tanoesoedibjo, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum NasDem Surya Paloh, termasuk Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto.
Di antara nama-nama yang ada, kata Cak Imin, nanti siapa yang bakal dipilih Jokowi, tergantung siapa yang paling berkontribusi terhadap elektoral Jokowi. "Sekarang lebih tinggi mana (elektoralnya), aku apa (Ketum Golkar) Airlangga?" kelakar Cak Imin. Dia mengklaim, di antara parpol pendukung pemerintah, saat ini kontribusi elektoral terhadap Jokowi terbesar berasal dari PDIP dan PKB. "Sekarang tergantung kontribusi elektoral ke Pak Jokowi," katanya.
Gencarnya sosialisasi dirinya sebagai bakal cawapres Jokowi dengan mengusung jargon "JOIN" alias Jokowi-Muhaimin, diklaim Cak Imin, cukup berhasil mendongkrak elektoral PKB dan dirinya sebagai cawapres. "PKB kini (elektabilitasnya) sudah 8%. Saya dari 0% kini juga terus naik. (Dari hasil survei) sekarang saingan (terdekat) saya tinggal (mantan Panglima TNI Jenderal Purn) Gatot Nurmantyo," katanya optimistis.
Cak Imin bahkan mengklaim di kalangan ulama NU, dukungan terhadap dirinya sangat solid. "Bahkan Kiai Said (Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj) sangat bersemangat (mendukung pencalonannya)," ucapnya.
Mengacu pada hasil survei Charta Politika yang dilakukan pada 3-19 April 2018, sejumlah nama yang berpotensi menjadi cawapres Jokowi antara lain Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) 11,8%, Gatot Nurmantyo 11,5%, Anies Rasyid Baswedan 9,1%, Mahfud MD 5,9%, Muhaimin Iskandar 5,0%, M Zainul Madji (TBG) 3,5%, Zulkifli Hasan 1,3%, Airlangga Hartarto 1,1%, dan M Romahurmuziy 0,6%.
Sedangkan hasil survei Alvara Recearch Center yang dilakukan pada 20 April-9 Mei 2018, kandidat cawapres yang potensial mendampingi Jokowi yakni Gatot Nurmantyo 16,6%, AHY 15,7%, Jusuf Kalla 11,6%, Anies Rasyid Baswedan 9,6%, dan Muhaimin Iskandar 7,8%.
Ketum Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini dinamika politik masih sangat cair. Di internal Partai Golkar sendiri dorongan agar dirinya maju sebagai cawapres Jokowi juga menguat. "Aspirasi yang berkembang dari berbagai pihak tentu harus didengar dan saya yakin Pak Presiden memperhatikan hal tersebut," tuturnya.
Sementara itu, Founder dan CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali mengatakan, siapa cawapres yang cocok mendampingi Jokowi masih sangat tergantung keadaan. Jika dalam beberapa bulan ke depan hingga masa pendaftaran capres-cawapres Agustus nanti masalah ekonomi menjadi paling krusial, cawapres pendamping Jokowi paling relevan berasal dari calon yang memiliki latar belakang ekonomi.
(amm)