DPR Nilai Program Deradikalisasi BNPT Belum Berjalan Baik
A
A
A
JAKARTA - DPR khususnya Komisi III menilai, program deradikalisasi yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak berjalan dengan baik.
Anggota Komisi III DPR Risa Mariska mengimbau BNPT untuk berdialog dengan para tokoh radikal keras yang menebar terorisme di tanah air.
Menurutnya, hal terabeut penting agar BNPT mampu menyerap informasi dan masukan dari tokoh-tokoh radikal untuk penanggulangan dan pencegahan aksi terorisme.
"Tidak hanya dengan tokoh radikal, BNPT juga harus melakukan pendekatan dengan beberapa pesantren yang dicap radikal seperti Pesantren Ibnu Mas’ud di Bogor, Jawa Barat. Saya melihat deradikalisasi tidak berjalan dengan baik, karena tidak menyentuh tokoh-tokoh radikal keras," kata Risa Mariska di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 30 Mei 2018.
Risa berharap, BNPT ke depan harus berani berhadapan dengan tokoh-tokoh radikal yang keras. Kejadian teror bom terakhir harus menambah pengalaman, bukan malah justru menjadi kemunduruan bagi BNPT.
"Kita sudah punya UU baru. Saya berharap BNPT berani menyentuh mereka. Jangan dibiarkan mereka tanpa proses deradikalisasi," ungkapnya.
Begitupin dengan Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding yang menyatakan Program deradikalisasi yang dijalankan BNPT jangan diarahkan pada para ulama dan kampus-kampus yang belum teridentifikasi.
Kata dia, deradikalisasi sebaiknya diarahkan pada jaringan terorisme yang sudah dipetakan sendiri oleh BNPT. Setidaknya ada delapan organisasi radikal di Indonesia yang harus diwaspadai, seperti Jamaah Ansarud Tauhid, Jamaah Ansarud Daulah, Mujahidin Indonesia Timur, dan lain-lain.
Dengan begitu menurut Sudding, deradikalisasi bisa lebih efektif dilakukan oleh BNPT. "Ketika sudah ada pemetaan, program deradikalisasi mudah dilakukan. Tinggal bagaimana memasukkan paham deradikalisasi kepada mereka yang sudah terindentifikasi," ucapnya.
"Jangan justru diarahkan kepada ulama dan kampus-kampus yang belum tentu ada kegiatan radikalisasi," imbuhnya dalam kesempatan yang sama.
Dia juga menyayangkan BNPT yang dalam paparannya mengaku sudah berkoordinasi dengan 36 kementerian dan lembaga, ternyata semuanya tidak berjalan efektif.
"Koordinasi ternyata tidak berjalan efektif, sehingga kejadian terorisme saat ini, setidaknya ada delapan kejadian di 2018 ini, sungguh sangat memprihatinkan. Ini harus jadi pembelajaran yang sangat berharga dan tidak terulang kembali. BNPT, jangan hanya sibuk di tataran koordinasi, tapi lemah di tataran implementasi," jelasnya.
Anggota Komisi III DPR Risa Mariska mengimbau BNPT untuk berdialog dengan para tokoh radikal keras yang menebar terorisme di tanah air.
Menurutnya, hal terabeut penting agar BNPT mampu menyerap informasi dan masukan dari tokoh-tokoh radikal untuk penanggulangan dan pencegahan aksi terorisme.
"Tidak hanya dengan tokoh radikal, BNPT juga harus melakukan pendekatan dengan beberapa pesantren yang dicap radikal seperti Pesantren Ibnu Mas’ud di Bogor, Jawa Barat. Saya melihat deradikalisasi tidak berjalan dengan baik, karena tidak menyentuh tokoh-tokoh radikal keras," kata Risa Mariska di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 30 Mei 2018.
Risa berharap, BNPT ke depan harus berani berhadapan dengan tokoh-tokoh radikal yang keras. Kejadian teror bom terakhir harus menambah pengalaman, bukan malah justru menjadi kemunduruan bagi BNPT.
"Kita sudah punya UU baru. Saya berharap BNPT berani menyentuh mereka. Jangan dibiarkan mereka tanpa proses deradikalisasi," ungkapnya.
Begitupin dengan Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding yang menyatakan Program deradikalisasi yang dijalankan BNPT jangan diarahkan pada para ulama dan kampus-kampus yang belum teridentifikasi.
Kata dia, deradikalisasi sebaiknya diarahkan pada jaringan terorisme yang sudah dipetakan sendiri oleh BNPT. Setidaknya ada delapan organisasi radikal di Indonesia yang harus diwaspadai, seperti Jamaah Ansarud Tauhid, Jamaah Ansarud Daulah, Mujahidin Indonesia Timur, dan lain-lain.
Dengan begitu menurut Sudding, deradikalisasi bisa lebih efektif dilakukan oleh BNPT. "Ketika sudah ada pemetaan, program deradikalisasi mudah dilakukan. Tinggal bagaimana memasukkan paham deradikalisasi kepada mereka yang sudah terindentifikasi," ucapnya.
"Jangan justru diarahkan kepada ulama dan kampus-kampus yang belum tentu ada kegiatan radikalisasi," imbuhnya dalam kesempatan yang sama.
Dia juga menyayangkan BNPT yang dalam paparannya mengaku sudah berkoordinasi dengan 36 kementerian dan lembaga, ternyata semuanya tidak berjalan efektif.
"Koordinasi ternyata tidak berjalan efektif, sehingga kejadian terorisme saat ini, setidaknya ada delapan kejadian di 2018 ini, sungguh sangat memprihatinkan. Ini harus jadi pembelajaran yang sangat berharga dan tidak terulang kembali. BNPT, jangan hanya sibuk di tataran koordinasi, tapi lemah di tataran implementasi," jelasnya.
(maf)