Ekonomi Lampu Kuning?

Sabtu, 26 Mei 2018 - 06:12 WIB
Ekonomi Lampu Kuning?
Ekonomi Lampu Kuning?
A A A
BENARKAH perekonomian nasional sudah lampu kuning? Sejumlah kalangan terutama ekonom mengamini bahwa kondisi perekonomian harus mendapat perhatian khu­sus. Rupiah terkulai menghadapi dolar Amerika Serikat (AS) tanpa tanda-tanda kapan bisa bangkit lagi. Pada awal tahun, posisi rupiah masih bertengger di level Rp13.500/USD, kemudian anjlok cukup dalam yang sempat menembus Rp14.200/USD.Lalu defisit transaksi berjalan semakin mengkhawatirkan. Sebelumnya per­eko­no­mi­an domestik sudah dihajar perlambatan konsumsi masyarakat. Utang pemerintah kian bertambah yang mendapat sorotan tajam masyarakat. Namun pemerintah tetap percaya diri dengan argu­men­tasi bahwa fundamental perekonomian nasional masih kuat.

Menanggapi sinyalemen perekonomian nasional dalam kondisi hati-hati alias lampu kuning, pemerintah keberatan dengan reaksi yang kompak membantah. Perekonomian Indonesia stabil dan baik-baik saja, pernyataan itu ditegaskan Menteri Bidang Kemaritiman Luhut Bin­sar Panjaitan seraya menantang pihak-pihak yang mengklaim perekonomian domestik sedang berada di lampu kuning untuk mem­buktikannya.

Setali tiga uang, Menteri Koordinator Bidang Per­eko­no­mian Darmin Nasution bereaksi lebih keras dengan menilai tuduhan per­ekonomian nasional dalam posisi lampu kuning adalah pernyataan yang berlebihan. Sebab dengan kondisi nilai tukar rupiah yang terus ter­tekan oleh dolar AS, tidak bisa disimpulkan bahwa perekonomian kini sedang dalam situasi krisis. Meski demikian kedua pejabat menteri koor­dinator yang berkaitan dengan ekonomi tersebut tetap mengakui per­lunya mewaspadai segala kemungkinan yang bisa terjadi.

Sementara itu respons Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati lebih kalem dan mencoba menahan diri untuk tidak me­nunjukkan kekhawatiran akan kondisi per­eko­nomian nasional yang terus merosot dalam dua bulan terakhir ini. De­ngan bijak, dia menyata­kan bahwa pe­merintah akan terus mewaspadai gejolak ekonomi yang terjadi di dunia internasional.

Adapun fundamental per­eko­no­mian nasional masih dalam kondisi terjaga. Di antaranya pertumbuhan eko­nomi masih di atas level 5%. Defisit anggaran tahun ini sudah me­nuju di bawah 2% dan tingkat inflasi berada di level rendah. Mengatasi ber­bagai kemungkinan terburuk, pe­merintah berjanji melakukan sejumlah langkah strategis bersama Bank Indonesia (BI).

Sesaat seusai pelantikan Gubernur BI Perry Warjiyo, Menkeu menaruh harapan besar agar gebrakan perdana nakhoda bank sentral adalah segera mengambil langkah penguatan nilai tukar rupiah. Gayung bersambut, Perry Warjiyo berjanji melayarkan BI dengan menjalankan mandat untuk stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi, di antaranya menstabilkan inflasi dan nilai tukar rupiah.

Ada tiga langkah penting yang bakal mewarnai perjalanan petinggi baru BI itu dalam mewu­jud­kan stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi. Langkah pertama, BI akan menerapkan lima instrumen yang meliputi kebijakan moneter dengan fo­kus menjaga stabilitas, antara lain melalui kebijakan suku dan sta­bi­lisasi nilai tukar. Adapun empat instrumen lainnya adalah pro-per­tum­buh­an yang menjadi komitmen petinggi bank sentral itu.

Langkah kedua, meningkatkan koordinasi antara pemerintah dan BI guna memperkuat stabilitas dalam mendorong pertumbuhan. Fokus pa­da percepatan perbaikan sektor riil, baik dalam mendorong pertum­buh­an maupun untuk mengatasi defisit transaksi berjalan. Koordinasi akan difokuskan untuk memperkuat dan mempercepat perbaikan di sek­tor riil, baik untuk mendorong pertumbuhan maupun me­nga­tasi defisit transaksi berjalan. Selain itu meningkatkan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Langkah ketiga, BI berkomit­men memprioritaskan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semakin memprihatinkan yang disebabkan tekanan eksternal.

Nakhoda baru BI itu begitu optimistis bisa mengawal pertumbuhan ekonomi ke arah positif. Karena itu Perry Warjiyo yang menggantikan Agus Martowardojo tidak sepakat dengan penilaian bahwa per­eko­no­mian nasional dalam posisi lampu kuning. Untuk memberikan pe­ni­laian terhadap kinerja perekonomian harus dilihat berbagai faktor yang saling me­mengaruhi. Sejumlah indikator ekonomi dalam kondisi ter­jaga.Betul ter­jadi defisit transaksi berjalan, tetapi masih di bawah level 3%. Rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) ber­ada di level 34%. Kondisi serupa saat ini pernah menghinggapi negeri ini, tepatnya pada 2013, dan berhasil dilewati tanpa berdampak signifikan ke Indo­ne­sia. Kita berharap, BI dapat berperan maksimal agar perekonomian na­sio­nal tetap dalam posisi lampu hijau agar bisa melaju lebih cepat lagi.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0946 seconds (0.1#10.140)