Agama Harus Jadi Inspirasi Aktivitas Politik
A
A
A
JAKARTA - Menjelang pelaksanaan pilkada serentak 2018 dan pemilihan presiden (Pilpres) 2019, perdebatan posisi agama dan politik kembali mengemuka.
Sebagian kalangan menilai agama tidak boleh dicampuradukkan dengan aktivitas politik, sebaliknya ada yang menilai agama dan politik tidak bisa dipisahkan. Perdebatan kian mengemuka setelah mantan ketua umum PP Muhammadiyah Amin Rais me nyatakan para ustazah harus menyisipkan pesan politik mereka dalam tablig di masjid dan musala.
Pernyataan itu disampaikan saat Ketua Dewan Kehormatan PAN tersebut memberikan tausiah di Balai Kota Pemprov DKI Jakarta beberapa waktu lalu. “Kita jangan kehilangan momentum. Ini baru jelang pilpres. Ustazah kalau pedu li negara, pengajian disisipi politik itu harus. Harus itu,” kata Amin saat berpidato pada acara tasyakuran Ustazah Peduli Negeri di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (24/4).
Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang KH Salahudin Wahid memandang politisasi agama merupakan keniscayaan. Hanya, politisasi agama harus dimaknai sebagai penggunaan sumber-sumber hukum agama sebagai patokan dalam perjuangan menegakkan ke pentingan bersama.
Menurutnya, politisasi agama harus di tentang jika hanya digunakan untuk kepentingan kekuasaan perorangan dan kelompok semata. “Politisasi agama diperbolehkan selama untuk kepentingan dan kebaikan bangsa, bukan kepentingan perorangan atau golongan tertentu,” ujarnya saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional dengan tema “Politisasi dan Legitimasi Agama” di Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, perdebatan mengenai posisi agama dalam politik bukanlah hal baru. Polemik mengenai posisi terbaik agama dalam politik telah berkembang sejak awal berdirinya NKRI. Sebagian kalangan memandang agama harus dipisah dengan aktivitas politik dan sebagian lainnya memandang agama harus seiring sejalan dengan politik.
Menurutnya, menjelang pilkada serentak dan Pemilu 2019 ada baiknya pihak-pihak yang berkompeten duduk bersama dalam merumuskan hubungan terbaik agama dengan aktivitas politik. “Ada baiknya semua pihak duduk bersama mendiskusikan politisasi agama seperti apa yang diperbolehkan dan tidak,” katanya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin menyatakan politik dan agama merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Selain itu, politik kebangsaan harus mendapat pembenaran dari agama. “Agama dan politik saling memengaruhi, politik kebangsaan itu juga harus mendapat pembenaran dari agama. Agama, negara, dan Pancasila itu kan saling menopang,” ucapnya dalam kesempatan yang sama. Menurutnya, masalah agama dan politik juga masalah yang sensitif akhir-akhir ini.
Dia menekankan jangan sampai ada isu yang memisahkan antara agama dan politik. Politik tentunya harus dipandu oleh dasar agama agar dapat berjalan sesuai koridornya.
“Jangan sampai ada isu untuk memisahkan agama dengan politik. Politik harus dipandu oleh agama, kalau tidak maka jalannya nanti akan tidak beradab menghadirkan pungli dan hadirkan perilaku tidak santun. Agama harus jadi sumber aspirasi perilaku politik. Jangan sampai ada pihak yang menggunakan agama untuk kepentingan partai atau kelompoknya saja,” tegasnya.
Begitu pun dengan Abdurrohim Ghazali, perwakilan dari PP Muhammadiyah yang mengatakan Muhammadiyah menganggap politik menjadi bagian dari sarana dakwah di mana dilakukan dengan masuk saluran parpol atau saluran nonparpol.
Dia juga menekankan upaya poli tisasi agama tidak boleh di lakukan jika hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. Politisasi agama diperkenankan untuk maslahat umat, bukan perorangan tertentu. (Mula Akmal)
Sebagian kalangan menilai agama tidak boleh dicampuradukkan dengan aktivitas politik, sebaliknya ada yang menilai agama dan politik tidak bisa dipisahkan. Perdebatan kian mengemuka setelah mantan ketua umum PP Muhammadiyah Amin Rais me nyatakan para ustazah harus menyisipkan pesan politik mereka dalam tablig di masjid dan musala.
Pernyataan itu disampaikan saat Ketua Dewan Kehormatan PAN tersebut memberikan tausiah di Balai Kota Pemprov DKI Jakarta beberapa waktu lalu. “Kita jangan kehilangan momentum. Ini baru jelang pilpres. Ustazah kalau pedu li negara, pengajian disisipi politik itu harus. Harus itu,” kata Amin saat berpidato pada acara tasyakuran Ustazah Peduli Negeri di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (24/4).
Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang KH Salahudin Wahid memandang politisasi agama merupakan keniscayaan. Hanya, politisasi agama harus dimaknai sebagai penggunaan sumber-sumber hukum agama sebagai patokan dalam perjuangan menegakkan ke pentingan bersama.
Menurutnya, politisasi agama harus di tentang jika hanya digunakan untuk kepentingan kekuasaan perorangan dan kelompok semata. “Politisasi agama diperbolehkan selama untuk kepentingan dan kebaikan bangsa, bukan kepentingan perorangan atau golongan tertentu,” ujarnya saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional dengan tema “Politisasi dan Legitimasi Agama” di Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, perdebatan mengenai posisi agama dalam politik bukanlah hal baru. Polemik mengenai posisi terbaik agama dalam politik telah berkembang sejak awal berdirinya NKRI. Sebagian kalangan memandang agama harus dipisah dengan aktivitas politik dan sebagian lainnya memandang agama harus seiring sejalan dengan politik.
Menurutnya, menjelang pilkada serentak dan Pemilu 2019 ada baiknya pihak-pihak yang berkompeten duduk bersama dalam merumuskan hubungan terbaik agama dengan aktivitas politik. “Ada baiknya semua pihak duduk bersama mendiskusikan politisasi agama seperti apa yang diperbolehkan dan tidak,” katanya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin menyatakan politik dan agama merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Selain itu, politik kebangsaan harus mendapat pembenaran dari agama. “Agama dan politik saling memengaruhi, politik kebangsaan itu juga harus mendapat pembenaran dari agama. Agama, negara, dan Pancasila itu kan saling menopang,” ucapnya dalam kesempatan yang sama. Menurutnya, masalah agama dan politik juga masalah yang sensitif akhir-akhir ini.
Dia menekankan jangan sampai ada isu yang memisahkan antara agama dan politik. Politik tentunya harus dipandu oleh dasar agama agar dapat berjalan sesuai koridornya.
“Jangan sampai ada isu untuk memisahkan agama dengan politik. Politik harus dipandu oleh agama, kalau tidak maka jalannya nanti akan tidak beradab menghadirkan pungli dan hadirkan perilaku tidak santun. Agama harus jadi sumber aspirasi perilaku politik. Jangan sampai ada pihak yang menggunakan agama untuk kepentingan partai atau kelompoknya saja,” tegasnya.
Begitu pun dengan Abdurrohim Ghazali, perwakilan dari PP Muhammadiyah yang mengatakan Muhammadiyah menganggap politik menjadi bagian dari sarana dakwah di mana dilakukan dengan masuk saluran parpol atau saluran nonparpol.
Dia juga menekankan upaya poli tisasi agama tidak boleh di lakukan jika hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. Politisasi agama diperkenankan untuk maslahat umat, bukan perorangan tertentu. (Mula Akmal)
(nfl)