Komaruddin Hidayat: Politik Uang Bentuk Pembusukan Demokrasi

Senin, 07 Mei 2018 - 09:33 WIB
Komaruddin Hidayat:...
Komaruddin Hidayat: Politik Uang Bentuk Pembusukan Demokrasi
A A A
JAKARTA - Guru Besar UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat mengatakan fenomena politik transaksional terutama politik uang menjadi keresahan bersama terutama bagi sistem demokrasi Indonesia.

"Biaya politik tinggi, partai banyak dan kompetisi intra dan antar parpol saling serang dan sistem pemilu kita proporsioanal terbuka. Pusaran biaya politik yang langsung ke bawah jumlahnya tidak seimbang ditambah lagi dengan income yang didapat," ujarnya dalam diskusi dengan tema "Election For Sale?" di Jakarta, Minggu (5/6/2018).

Dia tegas mengatakan‎ poltik uang merupakan bentuk dari suatu pembusukan demokrasi. Harusnya, kata Komar, demokrasi membuat masyarakat memiliki keterpanggilan memilih yang terbaik dan memberikan mandat pada calon legislatif.

"Jangan sampai masifnya poltik uang yang akhirnya menjadi oligarki dimana modal koalisi dengan parpol yang berkuasa. Secara tidak langsung jabatan dan pejabat publik dia tergantung pada patron dan cukong ini betul betul pembusukan demokrasi. Secara prosedural mereka melakukan demokrasi tapi nyatanya malah pembusukan," tegasnya.

Begitupun dengan Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi mengatakan ‎politik uang sangat tinggi menurut standar internasional, politik uanh terjadi dengan memfokuskan loyalis partai sebagai akibat dari proporsional terbuka. Politik uang lebih banyak menyasar swing voters.

"Saya melakukan kajian selama 13 bulan dengan sejumlah metodologi ‎ternyata. Orang Indonesia lebih cenderung terbuka jika dia ditanya menerima uang atau tidak. Indonesia menempati tiga paling besar menggunakan politik uang," ucapnya dalam agenda yang sama.

Bahkan sambungnya, ada beberapa caleg yang beragama Islam melegalkan politik uang berdasar dari pernyataan ulama yang memakai dalil. "Dia berpikir masuk Senayan adalah hal yang wajib ketimbang ada caleg di luar agamanya yang masuk. Maka untuk mencapai hal ke sana tak apa menggunakan politik uang," ceritanya.

Dia juga menyampaikan data. Tentang berapa uang yang wajar demi untuk memilih seoranag caleg, di antaranya mulai dari kurang Rp50.000 hingga Rp200.000 rupiah.

Menanggapi apa yang diungkapkan Komaruddin dan Burhanudin, Anggota Komisi II DPR TB Ace Hasan Syadzily yang tidak menafikan bahwa jalan menuju seorang legislatif banyak yang mengambil jalur politik uang untuk memenangkan kompetesi.

"Praktik politik uang, saya merasakan sekali pettama kondisi sosial ekonomi di sebabkan juga sistem parpol yang memungkinkan terjadinya politik uang," ucapnya.

Dia juga mengkhawatirkan jika caleg saja yang jumlahnya ribuan mendaftar masih belum paham mekanisme politik berjalan. "Ada kekhawatiran implikasi bukan hanya kondisi politik Senayan sebagai wadah suara rakyat diamanatkan tidak memenuhi kredibilitas moral lagi.‎ Bahkan bukan hanya pileg, pemilihan kepala desa bisa memakan uang yang lebih besar lagi," terangnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9532 seconds (0.1#10.140)