DPD Bentuk PULD untuk Evaluasi Perda
A
A
A
SINGKAWANG - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI membentuk Panitia Urusan Legislasi Daerah (PULD) untuk mengevaluasi 3.000-an peraturan daerah (Perda) se-Indonesia. Langkah ini sebagai tindak lanjut pengesahan Undang-undang Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) hasil revisi beberapa waktu lalu.
Kewenangan DPD dalam mengevaluasi Perda tercantum dalam Pasal 249 poin J UU MD3. Dalam pasal tersebut disebutkan DPD mempunyai wewenangan dan tugas melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancanangan peraturan daerah dan peraturan daerah. Pasal ini termasuk salah satu pasal kontroversial dalam UU MD3. Kewenangan DPD dalam mengevaluasi perda ini dinilai tumpang tindih dengan kewenangan Kemendagri.
Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO) mengatakan saat ini DPD memang membahas pembentukan PULD. Menurutnya kewenangan dalam mengevaluasi perda tidak cukup dilakukan oleh Panitia Musyawarah (Panmus) DPD, maka dibutuhkan alat kelengkapan baru yakni PULD. "Ya itu (PULD) sedang dirancang oleh Panmus (Panitia Musyawarah) dan Panitia Perancang Undang-undang, kenapa? Karena pekerjaannya terlalu besar maka harus ada departemen khusus yang menangani masalah itu di dalam DPD. Kalau tidak, nanti dia (DPD) akan sulit menangani karena begitu ruwet dan besar jumlahnya (perda)," katanya seusai diskusi yang bertajuk "Perubahan UU MD3 dalam Rangka Pelaksanaan Kewajiban Konsttusional DPD RI" di Hotel Swiss-Bellinn Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar), Minggu (29/4/2018).
Oso menjelaskan, PULD ini nantinya akan mengkoordinir kegiatan yang berkaitan dengan Perda-Perda. Keputusannya nanti berupa rekomendasi bulat dari DPD RI kepada daerah. Dan rekomendasi DPD ini wajib dilaksanakan karena ini merupakan perintah UU dan akan ada konsekuensi bagi daerah yang tidak menjalankan. "Namanya Undang-Undang itu mengikat walaupun dalam penjabaran Undang-Undang seperti tidak mengikat tapi kan nanti ada payung hukumnya ada PP-nya (petunjuk pelaksana). Sehingga itu ya kalau bilang ini nggak bisa itu," tegasnya.
Terkait Perda yang dinilai tumpang tindih, Senator Kalbar itu belum bisa menjelaskan di mana letak tumpang tindih Perda karena akan ada PULD nantinya yang akan meneliti Perda itu. Sehingga, hasil penelitian dan evaluasi tersebut yang dijadikan landasan DPD dalam membuat rekomendasi. "Sampai selarang kita belum bisa melihat tumpang tindihnya karena sekarang ada panitia khusus yang meneliti," imbuhnya.
Oso menegaskan, hasil evaluasi terhadap Perda ini harus menunjang kebutuhan daerah. Seperti misalnya untuk membantu pertumbuhan ekonomi daerah membutuhkan payung hukum yang efektif di mana, dalam birokrasi perizinan investasi harus memotong unsur-unsur yang menghambat. "Baik itu investasi maupun produsen-produsen yang ada di daerah itu sendiri," tutupnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) DPD Tellie Gozelie mengatakan, implikasi dari UU MD3 yang baru memberikan tugas baru bagi DPD yakni, memonitoring, mengawasi dan mengevaluasi rancangan perda (Raperda) maupun Perda yang sudah eksis. Dan seluruh Anggota DPD dituntut untuk lebih berkonsentrasi terhadap Perda di daerah pemilihan (dapil) masing-masing maupun nasional. "Banyak perda-perda yang bertabrakan dengan Undang-Undang di atasnya, ke depannya DPD akan bekerja lebih serius dan lebih mantap lagi. Kita lebih banyak melakukan pengawasan dan monitoring," kata Senator Bangka Belitung itu.
Kemudian, Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD Mervin S komber mengharapkan kewenangan baru DPD ini bisa dipublikasikan ke daerah-daerah. Tapi dengan kewenangan ini, DPD tidak ingin dianggap seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang hanya mencoret dan menghapus perda, DPD berbeda karena DPD ingin mencari jalan tengah atas Perda yang tidak sinkron dengan UU di atasnya. "Saya pernah liat di Kemendagri hanya coret-coret (perda) saja lalu dikembalikan ke daerah, tidak diberikan solusi. DPD akan membantu itu dan disesuaikan dengan kondisi di daerah," ujarnya di kesempatan sama.
Menurut Senator Papua itu, Anggota DPD tahu betul kondisi daerah bahkan memahaminya dengan memahami kearifan lokal dan DPD aman merangkum itu sehingga, menyatukan kearifan lokal dengan aturan di atasnya. Di situ DPD hadir untuk menjembatani pusat dan daerah. Karena Perda harus mendayaguna di daerah tanpa meninggalkan aturan-aturan di atasnya. "Karena Angota DPD dipilih langsung pasti tahu kondisi di daerah. Memberi penguatan sebuah Perda," tandasnya.
Pemilihan Pimpinan Baru DPD Tunggu Tatib
Selain itu, UU MD3 nomor 2/2018 hasil revisi juga menyebutkan bahwa Wakil Ketua DPD bertambah satu. Sehingga, DPD RI dipimpin oleh satu orang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua. Pemilihan Pimpinan baru DPD kemungkinan akan dilakukan bulan depan menunggu pembuatan Tata Tertib (Tatib) Pemilihan. "Itu sedang dikerjakan oleh pansus Tatib-nya jadi saya tidak mau berandai-andai serahkan saja kepada pansus tatib," kata Oso kepada wartawan di Hotel Swiss-Bellin Singkawang, Kalbar, Minggu (29/4/2018).
Oso menjelaskan, dalam Tatib itu akan disiapkan mekanisme pemilihan di internal DPD dalam forum rapat paripurna DPD. Jadi, siapa yang akan dipilih sebagai Pimpinan DPD baru nanti akan dipilih lewat Paripurna DPD. "Mudah-mudahan waktu yang depan ini (masa sidang selanjutnya) sudah selesai," harap Oso.
Oso juga menginginkan agar jabatannya sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD bisa segera digantikan oleh orang lain. Tapi sayangnya, hal itu terkendala mekanisme pemilihan. "Saya kan sudah berapa kali minta segera segera tapi melanisme belum selesai dalam sistem pemilihannya," pungkasnya.
Kewenangan DPD dalam mengevaluasi Perda tercantum dalam Pasal 249 poin J UU MD3. Dalam pasal tersebut disebutkan DPD mempunyai wewenangan dan tugas melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancanangan peraturan daerah dan peraturan daerah. Pasal ini termasuk salah satu pasal kontroversial dalam UU MD3. Kewenangan DPD dalam mengevaluasi perda ini dinilai tumpang tindih dengan kewenangan Kemendagri.
Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO) mengatakan saat ini DPD memang membahas pembentukan PULD. Menurutnya kewenangan dalam mengevaluasi perda tidak cukup dilakukan oleh Panitia Musyawarah (Panmus) DPD, maka dibutuhkan alat kelengkapan baru yakni PULD. "Ya itu (PULD) sedang dirancang oleh Panmus (Panitia Musyawarah) dan Panitia Perancang Undang-undang, kenapa? Karena pekerjaannya terlalu besar maka harus ada departemen khusus yang menangani masalah itu di dalam DPD. Kalau tidak, nanti dia (DPD) akan sulit menangani karena begitu ruwet dan besar jumlahnya (perda)," katanya seusai diskusi yang bertajuk "Perubahan UU MD3 dalam Rangka Pelaksanaan Kewajiban Konsttusional DPD RI" di Hotel Swiss-Bellinn Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar), Minggu (29/4/2018).
Oso menjelaskan, PULD ini nantinya akan mengkoordinir kegiatan yang berkaitan dengan Perda-Perda. Keputusannya nanti berupa rekomendasi bulat dari DPD RI kepada daerah. Dan rekomendasi DPD ini wajib dilaksanakan karena ini merupakan perintah UU dan akan ada konsekuensi bagi daerah yang tidak menjalankan. "Namanya Undang-Undang itu mengikat walaupun dalam penjabaran Undang-Undang seperti tidak mengikat tapi kan nanti ada payung hukumnya ada PP-nya (petunjuk pelaksana). Sehingga itu ya kalau bilang ini nggak bisa itu," tegasnya.
Terkait Perda yang dinilai tumpang tindih, Senator Kalbar itu belum bisa menjelaskan di mana letak tumpang tindih Perda karena akan ada PULD nantinya yang akan meneliti Perda itu. Sehingga, hasil penelitian dan evaluasi tersebut yang dijadikan landasan DPD dalam membuat rekomendasi. "Sampai selarang kita belum bisa melihat tumpang tindihnya karena sekarang ada panitia khusus yang meneliti," imbuhnya.
Oso menegaskan, hasil evaluasi terhadap Perda ini harus menunjang kebutuhan daerah. Seperti misalnya untuk membantu pertumbuhan ekonomi daerah membutuhkan payung hukum yang efektif di mana, dalam birokrasi perizinan investasi harus memotong unsur-unsur yang menghambat. "Baik itu investasi maupun produsen-produsen yang ada di daerah itu sendiri," tutupnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) DPD Tellie Gozelie mengatakan, implikasi dari UU MD3 yang baru memberikan tugas baru bagi DPD yakni, memonitoring, mengawasi dan mengevaluasi rancangan perda (Raperda) maupun Perda yang sudah eksis. Dan seluruh Anggota DPD dituntut untuk lebih berkonsentrasi terhadap Perda di daerah pemilihan (dapil) masing-masing maupun nasional. "Banyak perda-perda yang bertabrakan dengan Undang-Undang di atasnya, ke depannya DPD akan bekerja lebih serius dan lebih mantap lagi. Kita lebih banyak melakukan pengawasan dan monitoring," kata Senator Bangka Belitung itu.
Kemudian, Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD Mervin S komber mengharapkan kewenangan baru DPD ini bisa dipublikasikan ke daerah-daerah. Tapi dengan kewenangan ini, DPD tidak ingin dianggap seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang hanya mencoret dan menghapus perda, DPD berbeda karena DPD ingin mencari jalan tengah atas Perda yang tidak sinkron dengan UU di atasnya. "Saya pernah liat di Kemendagri hanya coret-coret (perda) saja lalu dikembalikan ke daerah, tidak diberikan solusi. DPD akan membantu itu dan disesuaikan dengan kondisi di daerah," ujarnya di kesempatan sama.
Menurut Senator Papua itu, Anggota DPD tahu betul kondisi daerah bahkan memahaminya dengan memahami kearifan lokal dan DPD aman merangkum itu sehingga, menyatukan kearifan lokal dengan aturan di atasnya. Di situ DPD hadir untuk menjembatani pusat dan daerah. Karena Perda harus mendayaguna di daerah tanpa meninggalkan aturan-aturan di atasnya. "Karena Angota DPD dipilih langsung pasti tahu kondisi di daerah. Memberi penguatan sebuah Perda," tandasnya.
Pemilihan Pimpinan Baru DPD Tunggu Tatib
Selain itu, UU MD3 nomor 2/2018 hasil revisi juga menyebutkan bahwa Wakil Ketua DPD bertambah satu. Sehingga, DPD RI dipimpin oleh satu orang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua. Pemilihan Pimpinan baru DPD kemungkinan akan dilakukan bulan depan menunggu pembuatan Tata Tertib (Tatib) Pemilihan. "Itu sedang dikerjakan oleh pansus Tatib-nya jadi saya tidak mau berandai-andai serahkan saja kepada pansus tatib," kata Oso kepada wartawan di Hotel Swiss-Bellin Singkawang, Kalbar, Minggu (29/4/2018).
Oso menjelaskan, dalam Tatib itu akan disiapkan mekanisme pemilihan di internal DPD dalam forum rapat paripurna DPD. Jadi, siapa yang akan dipilih sebagai Pimpinan DPD baru nanti akan dipilih lewat Paripurna DPD. "Mudah-mudahan waktu yang depan ini (masa sidang selanjutnya) sudah selesai," harap Oso.
Oso juga menginginkan agar jabatannya sebagai Wakil Ketua MPR dari unsur DPD bisa segera digantikan oleh orang lain. Tapi sayangnya, hal itu terkendala mekanisme pemilihan. "Saya kan sudah berapa kali minta segera segera tapi melanisme belum selesai dalam sistem pemilihannya," pungkasnya.
(amm)