Kuasa Hukum KPU Duga Hakim MA Tak Baca Memori Kasasi
A
A
A
MAKASSAR - Kuasa Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar, Marhumah Majid, menduga hakim Mahkamah Agung (MA) tidak membaca memori kasasi yang diajukan oleh pihaknya.
Marhumah yang dihubungi kemarin, menilai hakim MA tidak cermat dalam memutuskan kasasi yang diajukan oleh pihaknya.
Alasannya karena banyak yang bertentangan dengan yang seharusnya. Misalnya dikatakan bahwa memori kasasi KPU terkait dengan pembuktian.
"Kami sama sekali tidak menyinggung tentang pembuktian. Kalau kami menyinggung tentang pembuktian, kami akan argumentasikan bahwa keterangan saksi di persidangan berbeda dengan yang ada di putusan," jelasnya.
Marhumah menambahkan, pihaknya sengaja tidak mempersoalkan hal itu lagi, karena pihaknya sebagai kuasa hukum paham bahwa MA tidak pada ranah itu, tapi tentang penerapan hukum.
Sehingga dalam memori kasasi, pihaknya membahas tentang tentang kesalahan judex facti dalam penerapan hukum.
"Tapi malah di pertimbangannya putusan MA mengatakan bahwa alasan memori kasasi kami adalah terkait dengan pembuktian yang bukan menjadi ranahnya MA. Jadi menurut saya jangan-jangan memori kasasi itu tidak dibaca oleh hakim yang memutuskan," paparnya
Mengenai langkah yang akan dilakukan oleh KPU Makassar, Marhumah mengatakan pihak KPU belum menerima amar putusan MA secara resmi. Sehingga KPU belum memutuskan langkah yang harus diambil.
"Kalau bicara tentang tindak lanjut dari putusan, saya kira itu jadi kewenangan KPU. Tapi dari sisi pandangan hukum, putusan panwas tidak bisa disandingkan dengan putusan MA," lanjutnya.
Alasannya karena dalam undang-undang diatur bahwa pihak yang tidak bisa menerima putusan panwas masih bisa mengajukan gugatan ke PTTUN.
Diakuinya, dalam amar putusan memang tidak ada pembatalan putusan panwas. Hal itu karena putusan panwas dipandang sebagai upaya administratif yang harus dilakukan sebelum mengjukan gugatan ke PTTUN.
"Jadi hal yang tidak bisa diselesaikan dengan putusan panwas, diajukan ke PTTUN. Jadi sebenarnya itu syarat. Tidak boleh orang langsung ke PTTUN kalau belum ada putusan panwas," paparnya.
Ia berpendapat, itu berarti KPU harus melaksanakan putusan MA, dan secara hukum tidak ada lagi upaya hukum yang dilakukan, karena putusan MA final dan mengikat.
"Kalau kita mengacu pada aturan itu, artinya harus dilakukan oleh KPU, tapi persoalan apakah alan dilakukan oleh KPU atau tidak, tentu harus dikembalikan ke KPU sendiri," pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Adnan Buyung Azis, Kuasa Hukum pasangan Moh Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi), menegaskan pihaknya akan bersikap setelah KPU Makassar mengambil keputusan.
Jika akhirnya KPU Makassar melaksanakan putusan MA, dan membatalkan keputusan KPU tentang penetapan pasangan DIAmi sebagai Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Makassar, barulah pihaknya melaksanakan beberapa opsi yang telah disusun.
"Kita menunggu keputusan KPU seperti apa. Kalau akhirnya KPU melaksanakan putusan MA, baru kita laksanakan opsi-opsi perlawanan," tegasnya.
Sementara, Ketua Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Makassar, Nursari, menyatakan pihaknya belum berkonsultasi dengan Bawaslu RI terkait putusan MA dan Panwaslu Makassar. Meski demikian, Bawaslu RI dikatakannya sudah mengetahui adanya permasalahan tersebut.
"Kita belum bisa menentukan sikap, karena kita tunggu dulu keputusannya KPU seperti apa," jelasnya.
Mengenai berlaku atau tidaknya putusan Panwaslu Makassar terkait perkara tersebut, Nursari hanya mengatakan bahwa pada pokoknya putusan pengadikan tetap berlaku selama belum ada putusan pengadillan lain yang membatalkan.
"Putusan panwas itu beda hukum acaranya dengan putusan Mahkamah Agung. Tapi kita lihat nanti setelah KPU mengambil keputusan," tegasnya.
Calon Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto, menanggapi persoalan ini dengan santai. Dia merunut bahwa memang ada asas keadilan yang terabaikan jika ini dibiarkan berlarut-larut.
"Saya kira yang pertama adalah, ada pembelajaran aturan baku soal hukum berpilkada. Terutama dalam asas keadilan. Yang paling miris adalah yang digugat KPU tapi yang dirugikan kami," ucapnya.
Menurutnya, selama proses peradilan berlangsung, Danny tidak pernah dilibatkan untuk menyampaikan pendapat. Sehingga mamang wajar, jika alasan DIAmi tidak menjadi pertimbangan di meja sidang.
"Kami tidak bisa masuk sebagai intervensi di situ. Sehingga akan menimbulkan sebuah persepsi baru terhadap calon-calon yang tidak kuat, tapi kuat bisa mungurus hukum, maka dia lebih bisa menang dari pada orang-orang yang misalnya mendapat dukungan suara dari rakyat," lanjutnya.
Dia menambahkan, jika ini menjadi salah satu instrumen yang dimanfaatkan oleh kandidat pasca event politik, maka bukan hal yang tidak mungkin akan mengalami kemunduran berdemokrasi. Artinya, tatanan demokrasi tidak berkualitas, karena asa kedaulatan di tangan rakyat menjadi hal yang terabaikan.
"Sehingga eserch atau inti daripada berPilkada adalah mendapatkan putra putri terbaik dari pilihan rakyat itu tidak akan tercapai. Karena orang bisa terpilih tidak lagi dipilih oleh rakyat, tapi dia terpilih karena bisa menggulingkan orang lain lewat hukum," tegasnya.
Dikatakannya, ini akan menjadi contoh kasus di Indonesia dan pihaknya akan terus mempersiapkan usaha-usaha hukum lain.
Marhumah yang dihubungi kemarin, menilai hakim MA tidak cermat dalam memutuskan kasasi yang diajukan oleh pihaknya.
Alasannya karena banyak yang bertentangan dengan yang seharusnya. Misalnya dikatakan bahwa memori kasasi KPU terkait dengan pembuktian.
"Kami sama sekali tidak menyinggung tentang pembuktian. Kalau kami menyinggung tentang pembuktian, kami akan argumentasikan bahwa keterangan saksi di persidangan berbeda dengan yang ada di putusan," jelasnya.
Marhumah menambahkan, pihaknya sengaja tidak mempersoalkan hal itu lagi, karena pihaknya sebagai kuasa hukum paham bahwa MA tidak pada ranah itu, tapi tentang penerapan hukum.
Sehingga dalam memori kasasi, pihaknya membahas tentang tentang kesalahan judex facti dalam penerapan hukum.
"Tapi malah di pertimbangannya putusan MA mengatakan bahwa alasan memori kasasi kami adalah terkait dengan pembuktian yang bukan menjadi ranahnya MA. Jadi menurut saya jangan-jangan memori kasasi itu tidak dibaca oleh hakim yang memutuskan," paparnya
Mengenai langkah yang akan dilakukan oleh KPU Makassar, Marhumah mengatakan pihak KPU belum menerima amar putusan MA secara resmi. Sehingga KPU belum memutuskan langkah yang harus diambil.
"Kalau bicara tentang tindak lanjut dari putusan, saya kira itu jadi kewenangan KPU. Tapi dari sisi pandangan hukum, putusan panwas tidak bisa disandingkan dengan putusan MA," lanjutnya.
Alasannya karena dalam undang-undang diatur bahwa pihak yang tidak bisa menerima putusan panwas masih bisa mengajukan gugatan ke PTTUN.
Diakuinya, dalam amar putusan memang tidak ada pembatalan putusan panwas. Hal itu karena putusan panwas dipandang sebagai upaya administratif yang harus dilakukan sebelum mengjukan gugatan ke PTTUN.
"Jadi hal yang tidak bisa diselesaikan dengan putusan panwas, diajukan ke PTTUN. Jadi sebenarnya itu syarat. Tidak boleh orang langsung ke PTTUN kalau belum ada putusan panwas," paparnya.
Ia berpendapat, itu berarti KPU harus melaksanakan putusan MA, dan secara hukum tidak ada lagi upaya hukum yang dilakukan, karena putusan MA final dan mengikat.
"Kalau kita mengacu pada aturan itu, artinya harus dilakukan oleh KPU, tapi persoalan apakah alan dilakukan oleh KPU atau tidak, tentu harus dikembalikan ke KPU sendiri," pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Adnan Buyung Azis, Kuasa Hukum pasangan Moh Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi), menegaskan pihaknya akan bersikap setelah KPU Makassar mengambil keputusan.
Jika akhirnya KPU Makassar melaksanakan putusan MA, dan membatalkan keputusan KPU tentang penetapan pasangan DIAmi sebagai Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Makassar, barulah pihaknya melaksanakan beberapa opsi yang telah disusun.
"Kita menunggu keputusan KPU seperti apa. Kalau akhirnya KPU melaksanakan putusan MA, baru kita laksanakan opsi-opsi perlawanan," tegasnya.
Sementara, Ketua Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Makassar, Nursari, menyatakan pihaknya belum berkonsultasi dengan Bawaslu RI terkait putusan MA dan Panwaslu Makassar. Meski demikian, Bawaslu RI dikatakannya sudah mengetahui adanya permasalahan tersebut.
"Kita belum bisa menentukan sikap, karena kita tunggu dulu keputusannya KPU seperti apa," jelasnya.
Mengenai berlaku atau tidaknya putusan Panwaslu Makassar terkait perkara tersebut, Nursari hanya mengatakan bahwa pada pokoknya putusan pengadikan tetap berlaku selama belum ada putusan pengadillan lain yang membatalkan.
"Putusan panwas itu beda hukum acaranya dengan putusan Mahkamah Agung. Tapi kita lihat nanti setelah KPU mengambil keputusan," tegasnya.
Calon Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto, menanggapi persoalan ini dengan santai. Dia merunut bahwa memang ada asas keadilan yang terabaikan jika ini dibiarkan berlarut-larut.
"Saya kira yang pertama adalah, ada pembelajaran aturan baku soal hukum berpilkada. Terutama dalam asas keadilan. Yang paling miris adalah yang digugat KPU tapi yang dirugikan kami," ucapnya.
Menurutnya, selama proses peradilan berlangsung, Danny tidak pernah dilibatkan untuk menyampaikan pendapat. Sehingga mamang wajar, jika alasan DIAmi tidak menjadi pertimbangan di meja sidang.
"Kami tidak bisa masuk sebagai intervensi di situ. Sehingga akan menimbulkan sebuah persepsi baru terhadap calon-calon yang tidak kuat, tapi kuat bisa mungurus hukum, maka dia lebih bisa menang dari pada orang-orang yang misalnya mendapat dukungan suara dari rakyat," lanjutnya.
Dia menambahkan, jika ini menjadi salah satu instrumen yang dimanfaatkan oleh kandidat pasca event politik, maka bukan hal yang tidak mungkin akan mengalami kemunduran berdemokrasi. Artinya, tatanan demokrasi tidak berkualitas, karena asa kedaulatan di tangan rakyat menjadi hal yang terabaikan.
"Sehingga eserch atau inti daripada berPilkada adalah mendapatkan putra putri terbaik dari pilihan rakyat itu tidak akan tercapai. Karena orang bisa terpilih tidak lagi dipilih oleh rakyat, tapi dia terpilih karena bisa menggulingkan orang lain lewat hukum," tegasnya.
Dikatakannya, ini akan menjadi contoh kasus di Indonesia dan pihaknya akan terus mempersiapkan usaha-usaha hukum lain.
(maf)