Nasib Ojek Online Tergantung Regulasi

Selasa, 24 April 2018 - 07:31 WIB
Nasib Ojek Online Tergantung Regulasi
Nasib Ojek Online Tergantung Regulasi
A A A
PENGERAS suara dari mobil komando terdengar lantang mengimbau kepada massa ojek online (ojol) yang menggelar aksi di kawasan Gedung DPR RI untuk membubarkan diri. ”Silakan kembali pulang ke rumah masing-masing dengan tertib dan teratur dan selamat sampai tujuan.” Massa yang semula menyemut dengan lengkap atribut jaket berwarna hijau pelan-pelan mulai mencair. Jalan Gatot Subroto arah Slipi yang ditutup selama aksi berlangsung pun dibuka kembali. Massa ojol membubarkan diri seusai ditemui Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis. Sebelumnya perwakilan massa ojol terlebih dahulu diterima Komisi V DPR RI yang siap memperjuangkan aspirasi driver ojol.

Pertemuan Komisi V dengan perwakilan massa ojol menghasilkan tiga keputusan penting. Pertama, Komisi V akan menyampaikan dan mendorong pemerintah mengatur regulasi terhadap transportasi online roda dua. Kedua, Komisi V akan meminta para aplikator menjadi mitra yang baik dalam mengakomodasi kepentingan driver ojol. Ketiga, Komisi V akan mendorong penetapan tarif yang memberi kesejahteraan kepada driver ojol. Menyusul keputusan tersebut, Komisi V menjanjikan segera menghadirkan menteri perhubungan untuk membahas tuntas aspirasi yang disampaikan perwakilan massa ojol. Sebelumnya Komisi V juga sudah mendapat masukan atau dengar pendapat dengan pemerhati transportasi online.

Menyikapi soal regulasi ojol, sejumlah anggota Komisi V tidak berbasa-basi lagi. Keberadaan driver ojol di mata anggota Komisi V DPR Bambang Haryo sudah dalam tahap memprihatinkan sehingga pemerintah perlu segera turun tangan menerbitkan peraturan yang menjadi payung hukum transportasi online roda dua itu. Bambang yang berasal dari Fraksi Partai Gerindra meminta pemerintah segera menerbitkan peraturan presiden (perpres). Mendengar pernyataan wakil rakyat itu, perwakilan massa ojol yang tergabung dalam Gerakan Roda Dua (Garda) beserta Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FPTOI) dan Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI) yang juga hadir dalam pertemuan dengan Komisi V kontan bertepuk tangan meriah.

Mengapa mesti perpres yang harus mengatur keberadaan ojol? Alasannya, apabila dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, akan mengambil waktu lama, sementara persoalan regulasi ojol tak bisa ditunggu lagi. Karena itu, jalan paling memungkinkan ditempuh secepatnya adalah menerbitkan perpres seraya mempersiapkan pembuatan undang-undang (UU). Memang persoalan yang mengemuka menangani ojol ini belum ada regulasi yang memayungi sehingga berbagai tuntutan yang dilayangkan kepada pemerintah misalnya penyesuaian tarif, pemerintah tak bisa memberikan solusi.

Dalam menyikapi tuntutan driver transportasi online roda dua yang menuntut kenaikan tarif, pemerintah sebatas memediasi dengan pihak aplikator. Pada dasarnya pemerintah sepakat dengan driver ojol agar tarif dinaikkan dengan catatan tetap berada pada besaran angka sewajarnya. Selama ini driver ojol mengeluhkan tarif yang hanya sebesar Rp2.000 per km. Tarif sudah rendah dapat potongan pajak lagi sebesar 20% saat menerima uang tarif dari aplikator. Kondisi tersebut dalam pemahaman driver ojol telah luput dari perhatian pemerintah. Padahal, peran ojol dalam menjawab kebutuhan transportasi masyarakat tak bisa dilihat sebelah mata. Sayangnya, peran pemerintah sebagai mediator sudah jalan, namun tak mendapat respons serius dari aplikator.

Faktanya, usulan kenaikan tarif oleh driver ojol ditolak mentah-mentah pihak aplikator dalam hal ini pihak Grab Indonesia. Secara tegas manajemen Grab menyatakan tidak akan menaikkan tarif meski sebelumnya disepakati oleh Kementerian Perhubungan, pengemudi ojol, dan aplikator. Manajemen Grab berpandangan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan para driver tidak mesti harus menaikkan tarif. Kenaikan tarif tidak serta-merta mendongkrak pendapatan driver. Manajemen Grab ternyata punya formulasi tersendiri untuk meningkatkan pendapatan driver sebagai mitranya, dengan memanfaatkan teknologi machine learning dalam menentukan besaran tarif berdasarkan waktu dan tempat.

Sebenarnya inti dari persoalan ojol terletak pada regulasi yang belum ada. Pihak pemerintah masih berselisih paham dalam menetapkan apakah sepeda motor bisa dijadikan sebagai transportasi umum. Di satu sisi, peran kendaraan roda dua tersebut terbukti telah membantu masyarakat terutama di kota besar seperti Jakarta dalam “melawan” macet di jalanan. Sekarang bola di tangan pemerintah karena DPR sudah menyalakan lampu hijau agar pemerintah segera membuat regulasi yang mengatur sepeda motor sebagai transportasi umum yang resmi.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3697 seconds (0.1#10.140)