Umat Diingatkan untuk Jauhi Sikap Putus Asa dan Apatis
A
A
A
JAKARTA - Umat muslim dan masyarakat Indonesia diminta untuk dapat mengambil hikmah dan meneladani peristiwa Isra Mikraj yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam melakukan perjalanan pada malam hari dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina.
Hal ini juga untuk mendorong umat muslim agar bisa saling menjaga perdamaian dan kerukunan antarsesama manusia. Hal itu diungkapkan Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta Ahmad Syafii Mufid di Jakarta Islamic Center, Kamis 19 April 2018.
“Pelajaran yang bisa diambil dari Isra Mikraj, yakni inna maal usri yusro. Di dalam kesulitan itu Allah memberikan kemudahan. Jangan pernah ada putus asa, jangan pernah ada kecemasan yang mendalam, apatisme, tidak ada semangat, tidak boleh seperti itu,” tuturnya.
Dia mengatakan, perjuangan Nabi Muhammad SAW dibalas Allah SWT dengan penghormatan kepada nabi melalui Isra dan Mikaj. Berbagai cobaan dan ujian pun dialami Nabi Muhammad pada saat itu.
“Allah memberikan kemudahan kepada Nabi Muhammad, dalam riwayat Islam Nabi Muhammad dua tahun setelah peristiwa Isra Mikraj itu hijrah ke Madinah yang merupakan kemudahan yang diberikan dari Allah kepada Nabi Muhammad,” ujarnya.
Muffid menjelaskan, saat hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad diterima oleh seluruh suku dan penganut agama yang ada Madinah.
Atas kepemimpinan dan keteladanan Muhammad, dibangunlah kota yang sebelumnya bernama Yatsrib berubah menjadi Kota Madinah yang artinya kota yang berkemajuan atau berkeberadaban.
Atas kemajuan yang diberikan Rasullulah SAW tersebut, lanjut dia, Kota Madinah yang kecil itu mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap timur dan barat seperti kerajaan Persia dan kerajaan Romawi yang sebagian besar dari wilayahnya mengikuti dakwah Nabi Muhammad, yaitu dakwah tauhid mengesakan Allah, dan dakwah akhlakul karimah, yaitu akhlak budi pekerti yang luhur.
“Di mana Islam itu mengajar kedamaian, Islam yang mengajarkan toleransi, Islam yang mengajarkan tasamuh atau toleransi dan keadilan yang dapat menjadikan hampir sebagian besar umat manusia di Timur Tengah dapat menerima Islam dan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul,” ujar pria yang juga Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment (INSEP) ini.
Dari pelajaran kesuksesan Nabi Muhammad waktu memimpin di Madinah yang pertama di mana-mana Nabi Muhammad ini dapat mengayomi. “Seluruh masyarakat Madinah diayomi oleh Muhammad dengan tidak membedakan antara yang mukmin, yang munafik, yang kafir. Semua dilindungi oleh Rasulullah,” ujanrya.
Yang kedua, menurut dia, Rasulullah itu dapat menentramkan. Kalau ada satu suku diserang oleh suku lain atau ada sebuah komunitas yang direndahkan oleh komunitas lain maka muslimin yang dipimpin Nabi Muhammad ini dapat memberikan pengayoman kepada mereka.
“Pada waktu itu tidak ada kekerasan, tidak ada teror, tidak ada radikal radikalan itu tidak ada. Yang ada pada waktu itu adalah keras, tegas terhadap orang-orang yang ingkar atau orang-orang yang kafir, tapi kasih sayang di antara mereka diantara muslimin. mukminin dan penduduk Madinah pada waktu itu dapat dijaga oleh Nabi Muhammad,” ujar luusan Pascasarjana Antropologi dari Universitas Indonesia ini.
Dia tidak memungkiri pada waktu itu ada perang, ada jihad, ada perintah untuk berjihad dengan harta benda dan jiwa raga. Jihad dikatakannya untuk membela tauhid, yakni jihad untuk membela akhlak mulia, membela keadilan dan membela kesejahteaan.
“Tidak ada agresi, Nabi tidak pernah menyerang sana atau menyerang sini. Nabi perang di Badar karena agresor dari kaum musyrikin dan orang-orang Quraisy menyerang Madinah maka Nabi hadapi di badar. Ketika Badar berhasil dimenangkan oleh Nabi, maka kaum kuffar atau kau musyrik bersekutu kembali untuk melakukan penyerangan kepada Nabi dan terjadilah Perang Uhud dan seterusnya,” katanya menceritakan.
Hubungan antara umat Islam dengan umat pemeluk agama lain dikatakannya juga sangat luar biasa bagus. Komunitas nasrani dari najran dari Yaman pernah datang berdialog dengan Nabi.
“Di situlah terjadi dialog tanpa kekerasan dan akhirnya orang nasrani dari najran semuanya memeluk Islam dan sampai sekarang Yaman adalah negeri Islam. Muhammad juga mengirim utusannya dan memberikan surat, yang isinya memberikan perlindungan. Tidak boleh ada yang merusak gereja, mengganggu para pendeta. Para pastor, anak-anak dan perempuan dijamin dan dilindungi oleh Rasulullah SAW. Jadi sejarah sudah membuktikan semacam itu, begitu damainya Islam,” tuturnya.
Mengenai apa yang pernah dilakukan Rasullulah itu, Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama Provinsi DKI Jakarta ini mengimbau seluruh umat muslim untuk meningkatkan ibadah salat lima waktu dan menjadikan salat sebagai minhajul mukminin, yakni salat sebagai mikraj-nya orang mukmin, perjalanan spiritual orang mukmin, perjumpaan dengan Allah SWT.
“Melalu persitiwa Isra dan Mikraj ini kita merenungkan kembali bahwa di saat-saat kita mengalami ujian, mengalami berbagai macam tantangan sampai dengan fitnah, kita harus percaya bahwa Allah akan memberikan jalan keluar, memberikan jalan kemudahan,” ucap peneliti senior di Badan Litbang dan Diklat Kemenag ini.
Selain itu, menurut dia, jika menghayati hikmah perjalanan dakwah Rasulullah SAW, pada hakikatnya perjalanan damai, ajakan damai, perjuangan damai. “Itulah Islam damai tanpa kekerasan, larangan adanya teror dan larangan untuk melakukan hal-hal yang sifatnya radikal, tapi semuanya dilakukan melalui damai,” tuturnya.
Hal ini juga untuk mendorong umat muslim agar bisa saling menjaga perdamaian dan kerukunan antarsesama manusia. Hal itu diungkapkan Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta Ahmad Syafii Mufid di Jakarta Islamic Center, Kamis 19 April 2018.
“Pelajaran yang bisa diambil dari Isra Mikraj, yakni inna maal usri yusro. Di dalam kesulitan itu Allah memberikan kemudahan. Jangan pernah ada putus asa, jangan pernah ada kecemasan yang mendalam, apatisme, tidak ada semangat, tidak boleh seperti itu,” tuturnya.
Dia mengatakan, perjuangan Nabi Muhammad SAW dibalas Allah SWT dengan penghormatan kepada nabi melalui Isra dan Mikaj. Berbagai cobaan dan ujian pun dialami Nabi Muhammad pada saat itu.
“Allah memberikan kemudahan kepada Nabi Muhammad, dalam riwayat Islam Nabi Muhammad dua tahun setelah peristiwa Isra Mikraj itu hijrah ke Madinah yang merupakan kemudahan yang diberikan dari Allah kepada Nabi Muhammad,” ujarnya.
Muffid menjelaskan, saat hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad diterima oleh seluruh suku dan penganut agama yang ada Madinah.
Atas kepemimpinan dan keteladanan Muhammad, dibangunlah kota yang sebelumnya bernama Yatsrib berubah menjadi Kota Madinah yang artinya kota yang berkemajuan atau berkeberadaban.
Atas kemajuan yang diberikan Rasullulah SAW tersebut, lanjut dia, Kota Madinah yang kecil itu mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap timur dan barat seperti kerajaan Persia dan kerajaan Romawi yang sebagian besar dari wilayahnya mengikuti dakwah Nabi Muhammad, yaitu dakwah tauhid mengesakan Allah, dan dakwah akhlakul karimah, yaitu akhlak budi pekerti yang luhur.
“Di mana Islam itu mengajar kedamaian, Islam yang mengajarkan toleransi, Islam yang mengajarkan tasamuh atau toleransi dan keadilan yang dapat menjadikan hampir sebagian besar umat manusia di Timur Tengah dapat menerima Islam dan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul,” ujar pria yang juga Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment (INSEP) ini.
Dari pelajaran kesuksesan Nabi Muhammad waktu memimpin di Madinah yang pertama di mana-mana Nabi Muhammad ini dapat mengayomi. “Seluruh masyarakat Madinah diayomi oleh Muhammad dengan tidak membedakan antara yang mukmin, yang munafik, yang kafir. Semua dilindungi oleh Rasulullah,” ujanrya.
Yang kedua, menurut dia, Rasulullah itu dapat menentramkan. Kalau ada satu suku diserang oleh suku lain atau ada sebuah komunitas yang direndahkan oleh komunitas lain maka muslimin yang dipimpin Nabi Muhammad ini dapat memberikan pengayoman kepada mereka.
“Pada waktu itu tidak ada kekerasan, tidak ada teror, tidak ada radikal radikalan itu tidak ada. Yang ada pada waktu itu adalah keras, tegas terhadap orang-orang yang ingkar atau orang-orang yang kafir, tapi kasih sayang di antara mereka diantara muslimin. mukminin dan penduduk Madinah pada waktu itu dapat dijaga oleh Nabi Muhammad,” ujar luusan Pascasarjana Antropologi dari Universitas Indonesia ini.
Dia tidak memungkiri pada waktu itu ada perang, ada jihad, ada perintah untuk berjihad dengan harta benda dan jiwa raga. Jihad dikatakannya untuk membela tauhid, yakni jihad untuk membela akhlak mulia, membela keadilan dan membela kesejahteaan.
“Tidak ada agresi, Nabi tidak pernah menyerang sana atau menyerang sini. Nabi perang di Badar karena agresor dari kaum musyrikin dan orang-orang Quraisy menyerang Madinah maka Nabi hadapi di badar. Ketika Badar berhasil dimenangkan oleh Nabi, maka kaum kuffar atau kau musyrik bersekutu kembali untuk melakukan penyerangan kepada Nabi dan terjadilah Perang Uhud dan seterusnya,” katanya menceritakan.
Hubungan antara umat Islam dengan umat pemeluk agama lain dikatakannya juga sangat luar biasa bagus. Komunitas nasrani dari najran dari Yaman pernah datang berdialog dengan Nabi.
“Di situlah terjadi dialog tanpa kekerasan dan akhirnya orang nasrani dari najran semuanya memeluk Islam dan sampai sekarang Yaman adalah negeri Islam. Muhammad juga mengirim utusannya dan memberikan surat, yang isinya memberikan perlindungan. Tidak boleh ada yang merusak gereja, mengganggu para pendeta. Para pastor, anak-anak dan perempuan dijamin dan dilindungi oleh Rasulullah SAW. Jadi sejarah sudah membuktikan semacam itu, begitu damainya Islam,” tuturnya.
Mengenai apa yang pernah dilakukan Rasullulah itu, Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama Provinsi DKI Jakarta ini mengimbau seluruh umat muslim untuk meningkatkan ibadah salat lima waktu dan menjadikan salat sebagai minhajul mukminin, yakni salat sebagai mikraj-nya orang mukmin, perjalanan spiritual orang mukmin, perjumpaan dengan Allah SWT.
“Melalu persitiwa Isra dan Mikraj ini kita merenungkan kembali bahwa di saat-saat kita mengalami ujian, mengalami berbagai macam tantangan sampai dengan fitnah, kita harus percaya bahwa Allah akan memberikan jalan keluar, memberikan jalan kemudahan,” ucap peneliti senior di Badan Litbang dan Diklat Kemenag ini.
Selain itu, menurut dia, jika menghayati hikmah perjalanan dakwah Rasulullah SAW, pada hakikatnya perjalanan damai, ajakan damai, perjuangan damai. “Itulah Islam damai tanpa kekerasan, larangan adanya teror dan larangan untuk melakukan hal-hal yang sifatnya radikal, tapi semuanya dilakukan melalui damai,” tuturnya.
(dam)