Penerapan E-Budgeting Belum Maksimal
A
A
A
JAKARTA - Penerapan e-budgeting di beberapa daerah dinilai belum maksimal dalam mencegah pemborosan anggaran.
Kondisi ini disebabkan oleh penerapan yang tidak terintegrasi dengan capaian kinerja yang diinginkan. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan- RB) saat ini terus mendorong penggunaan e-performance based budgeting bagi semua lapisan pemerintahan.
“Hal itu diperlukan untuk mencegah ada program atau kegiatan siluman serta mencegah terjadi penyimpangan penggunaan anggaran,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur di Jakarta kemarin.
Asman mengakui sudah banyak pemerintah daerah yang menerapkan e-budgeting di masing-masing instansi. Namun, hal itu belum seluruhnya didasarkan atau diintegrasikan dengan kinerja yang akan diwujudkan.
“Sehingga belum mampu mencegah pemborosan dan belum dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran,” ucapnya. Politikus PAN ini mengatakan, penerapan e-budgeting tidak dilakukan asal-asalan. Dia meminta agar hal tersebut segera diselaraskan dengan capaian kinerja.
“Saya berharap e-budgeting yang implementasikan dapat diselaraskan dengan kinerja yang akan diwujudkan, menjadi e-performance based budgeting,” tambahnya.
Penggunaan e-budgeting ini bagian dari penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). Dengan SAKIP, instansi pemerintah dapat memfokuskan kinerja pada hasil yang dirasakan oleh masyarakat, mewujudkan efektivitas dan efisiensi pada penggunaan anggaran.
“Ini juga mencegah penyimpangan penggunaan anggaran dan pemborosan penggunaan anggaran. Implemen tasi SAKIP juga men dorong instansi pemerintah untuk memiliki tujuan dan sasaran yang jelas serta berorientasi pada hasil,” ungkapnya.
Asman menuturkan, mengacu pada hasil evaluasi pada 2016, ternyata masih ditemukan potensi pemborosan sebesar minimal 30% dari APBN/APBD di luar belanja pegawai setiap tahun. Angka tersebut setara dengan nilai kurang lebih Rp392,87 triliun.
“Kemenpan-RB memberikan asistensi dan bimbingan teknis kepada kementerian/ lembaga, pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota. Dengan terbangunnya e-performance based budgeting dan penerapan SAKIP di beberapa kementerian/lembaga, pemkab/kota, dan provinsi, kini telah dapat diwujudkan efisiensi anggaran sebesar Rp41,15 triliun,” paparnya.
Sebelumnya disebutkan bahwa penerapan e-government belum maksimal. Menurut Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kemenpan-RB Rini Widyantini, dalam penerapan e-government masih menemui beberapa kendala.
“(Kendala) Harus segera ditanggulangi dengan baik agar tidak menimbulkan pemborosan anggaran yang cukup besar,” katanya. Setidaknya terdapat tiga kendala yang dihadapi dalam penerapan e-government. Pertama, proses bisnis yang belum terintegrasi.
Hal ini karena masih rendahnya budaya berbagai data dan informasi antarinstansi pemerintah. “Kedua, infrastruktur TIK belum menjangkau seluruh instansi pemerintah. Kemudian yang ketiga, lemahnya pengelolaan keamanan informasi di hampir seluruh instansi pemerintah,” tuturnya.
Rini mengatakan, saat ini pemerintah tengah menyiapkan rancangan peraturan presiden tentang e-government. Kebijakan itu menekankan pada tata kelola e-government secara terpadu.
“Selanjutnya manajemen yang efektif dan efisien serta berkesinambungan. Lalu, juga memberikan layanan yang berkualitas antarkementerian, lembaga, dan pemda,” katanya.
Rini menambahkan, pihaknya akan terus melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait untuk penyelenggaraan e-government.
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa e-government dalam perencanaan anggaran elektronik atau e-planning belum banyak diterapkan di daerah. Padahal, melalui sistem tersebut perencanaan anggaran dapat terdokumentasi dengan baik. Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan sebelumnya mengatakan bahwa dibandingkan e-procurement, penerapan eplanning masih tertinggal.
“Saya harus sampaikan e-planning ini adalah menu yang paling tidak disukai. Dalam 1,5 tahun ini kemajuannya tidak lebih dari 50%. Sementara e-procurement ini majunya 80-90%,” katanya.
Pahala menyebut e-procurement kurang efektif dalam pencegahan. Banyak kepala daerah tersangkut kasus korupsi meski sudah menerapkan sistem pengadaan barang elektronik ini. “Jadi kita paham ini bukan yang efektif,” tuturnya.
Dia mengaku dalam proses penerapan e-planning mendapatkan banyak keluhan. Salah satunya keluhan dari DPRD terkait dengan pengajuan pokok pikiran dalam pembahasan anggaran.
“Saya minta pokok pikiran ini taruh di jalurnya semua. Kalau daerahnya punya akses internet baik, pasti akan diketahui apa saja yang diusulkan. Kalaupun hilang juga, ketahuan oleh siapa,” jelasnya. (Dita Angga)
Kondisi ini disebabkan oleh penerapan yang tidak terintegrasi dengan capaian kinerja yang diinginkan. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan- RB) saat ini terus mendorong penggunaan e-performance based budgeting bagi semua lapisan pemerintahan.
“Hal itu diperlukan untuk mencegah ada program atau kegiatan siluman serta mencegah terjadi penyimpangan penggunaan anggaran,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur di Jakarta kemarin.
Asman mengakui sudah banyak pemerintah daerah yang menerapkan e-budgeting di masing-masing instansi. Namun, hal itu belum seluruhnya didasarkan atau diintegrasikan dengan kinerja yang akan diwujudkan.
“Sehingga belum mampu mencegah pemborosan dan belum dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran,” ucapnya. Politikus PAN ini mengatakan, penerapan e-budgeting tidak dilakukan asal-asalan. Dia meminta agar hal tersebut segera diselaraskan dengan capaian kinerja.
“Saya berharap e-budgeting yang implementasikan dapat diselaraskan dengan kinerja yang akan diwujudkan, menjadi e-performance based budgeting,” tambahnya.
Penggunaan e-budgeting ini bagian dari penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). Dengan SAKIP, instansi pemerintah dapat memfokuskan kinerja pada hasil yang dirasakan oleh masyarakat, mewujudkan efektivitas dan efisiensi pada penggunaan anggaran.
“Ini juga mencegah penyimpangan penggunaan anggaran dan pemborosan penggunaan anggaran. Implemen tasi SAKIP juga men dorong instansi pemerintah untuk memiliki tujuan dan sasaran yang jelas serta berorientasi pada hasil,” ungkapnya.
Asman menuturkan, mengacu pada hasil evaluasi pada 2016, ternyata masih ditemukan potensi pemborosan sebesar minimal 30% dari APBN/APBD di luar belanja pegawai setiap tahun. Angka tersebut setara dengan nilai kurang lebih Rp392,87 triliun.
“Kemenpan-RB memberikan asistensi dan bimbingan teknis kepada kementerian/ lembaga, pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota. Dengan terbangunnya e-performance based budgeting dan penerapan SAKIP di beberapa kementerian/lembaga, pemkab/kota, dan provinsi, kini telah dapat diwujudkan efisiensi anggaran sebesar Rp41,15 triliun,” paparnya.
Sebelumnya disebutkan bahwa penerapan e-government belum maksimal. Menurut Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kemenpan-RB Rini Widyantini, dalam penerapan e-government masih menemui beberapa kendala.
“(Kendala) Harus segera ditanggulangi dengan baik agar tidak menimbulkan pemborosan anggaran yang cukup besar,” katanya. Setidaknya terdapat tiga kendala yang dihadapi dalam penerapan e-government. Pertama, proses bisnis yang belum terintegrasi.
Hal ini karena masih rendahnya budaya berbagai data dan informasi antarinstansi pemerintah. “Kedua, infrastruktur TIK belum menjangkau seluruh instansi pemerintah. Kemudian yang ketiga, lemahnya pengelolaan keamanan informasi di hampir seluruh instansi pemerintah,” tuturnya.
Rini mengatakan, saat ini pemerintah tengah menyiapkan rancangan peraturan presiden tentang e-government. Kebijakan itu menekankan pada tata kelola e-government secara terpadu.
“Selanjutnya manajemen yang efektif dan efisien serta berkesinambungan. Lalu, juga memberikan layanan yang berkualitas antarkementerian, lembaga, dan pemda,” katanya.
Rini menambahkan, pihaknya akan terus melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait untuk penyelenggaraan e-government.
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa e-government dalam perencanaan anggaran elektronik atau e-planning belum banyak diterapkan di daerah. Padahal, melalui sistem tersebut perencanaan anggaran dapat terdokumentasi dengan baik. Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan sebelumnya mengatakan bahwa dibandingkan e-procurement, penerapan eplanning masih tertinggal.
“Saya harus sampaikan e-planning ini adalah menu yang paling tidak disukai. Dalam 1,5 tahun ini kemajuannya tidak lebih dari 50%. Sementara e-procurement ini majunya 80-90%,” katanya.
Pahala menyebut e-procurement kurang efektif dalam pencegahan. Banyak kepala daerah tersangkut kasus korupsi meski sudah menerapkan sistem pengadaan barang elektronik ini. “Jadi kita paham ini bukan yang efektif,” tuturnya.
Dia mengaku dalam proses penerapan e-planning mendapatkan banyak keluhan. Salah satunya keluhan dari DPRD terkait dengan pengajuan pokok pikiran dalam pembahasan anggaran.
“Saya minta pokok pikiran ini taruh di jalurnya semua. Kalau daerahnya punya akses internet baik, pasti akan diketahui apa saja yang diusulkan. Kalaupun hilang juga, ketahuan oleh siapa,” jelasnya. (Dita Angga)
(nfl)