Asa Go-Jek Menembus ASEAN
A
A
A
PERUSAHAAN angkutan berbasis aplikasi dalam jaringan (daring) Grab mulai menunjukkan dominasinya di Asia Tenggara. Pekan lalu perusahaan yang berbasis di Singapura ini mengumumkan mengakuisisi Uber, salah satu perusahaan yang selama ini menjadi kompetitornya. Akuisisi terhadap Uber khusus berlaku untuk Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Sebagai kompensasi atas akuisisi ini, Uber mendapatkan saham Grab sebesar 27,5%.
Dengan akuisisi tersebut, Grab tampaknya tinggal menunggu waktu saja untuk menjadi pemain paling dominan di wilayah ASEAN. Khusus di Indonesia, kini lawan tandingnya yang sepadan praktis hanya Go-Jek. Dua perusahaan transportasi tersebut kini terlibat pertarungan head to head.
Lalu, apa respons Go-Jek melihat manuver Grab yang kini menguasai Uber? Go-Jek sepertinya tidak tinggal diam. Entah kebetulan atau tidak, tak berselang lama setelah pengumuman akuisisi Uber tersebut CEO Go-Jek Nadiem Makarim kembali menyampaikan bahwa perusahaan yang didirikannya itu dalam waktu dekat akan melebarkan sayap dengan melakukan ekspansi ke negara-negara di Asia Tenggara. Tahap pertama ekspansi ke pasar regional ini baru menyasar satu negara, namun pada pertengahan tahun ini akan dilanjutkan ke beberapa negara lain. Belum diketahui negara apa yang pertama dirambah Go-Jek, namun dugaan sementara adalah Filipina. Pilihan terhadap Filipina beralasan dengan melihat populasinya yang terbesar kedua di ASEAN setelah Indonesia, yakni mencapai 102,5 juta atau sebesar 1,41% penduduk dunia (7 Desember 2015).
Menarik menunggu aksi Go-Jek yang ingin menembus persaingan regional. Banyak yang berharap kehebatan Go-Jek di dalam negeri juga bisa ditunjukkan saat ekspansi ke luar negeri. Seberapa besar peluang Go-Jek mampu memenangi persaingan dalam merebut pasar Asia Tenggara yang dihuni sekitar 640 juta penduduk?
Dari sisi kesiapan finansial, sebenarnya tidak ada yang meragukan kemampuan perusahaan rintisan yang mengusung tagline "Karya Anak Bangsa" ini. Go-Jek saat ini termasuk salah satu dari empat perusahaan start-up lokal yang berstatus unicorn — yakni dengan nilai valuasi USD1 miliar, selain Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Reuters pada Kamis (18/1) menyebut nilai valuasi Go-Jek mencapai USD4 miliar atau setara Rp53,3 triliun.
Besarnya nilai perusahaan yang didirikan Nadiem pada tujuh tahun lalu itu tak lepas dari banyak suntikan dana segar dari sejumlah investor, baik asing maupun dalam negeri. Terakhir Astra Internasional dan PT Djarum ikut menginjeksi Go-Jek. Sebelumnya Go-Jek sudah lebih dulu disuntik dana oleh sejumlah investor asing di antaranya Temasek asal Singapura, Tencent asal China, dan Google asal Amerika Serikat.
Modal lain Go-Jek untuk bisa bersaing di tingkat regional adalah aplikasi layanan yang lebih banyak alias beraneka ragam. Layanan Go-Jek saat ini antara lain Go-Ride untuk transportasi ojek dan taksi, Go-Food untuk pesan-antar makanan, Go-Send untuk pengantaran barang, Go-Mart untuk belanja instan atau membeli barang dari toko, dan Go-Med untuk membeli obat, vitamin, dan kebutuhan kesehatan lain. Go-Jek juga menyediakan Go-Pay kepada pelanggannya untuk transaksi online .
Sebelum merambah negara lain, Go-Jek tentu sudah berkaca pada pencapaian di dalam negeri. Go-Jek yang kini sudah merambah 100 kota di Indonesia masih cukup perkasa dibanding pesaingnya. Hal ini tentu menguatkan kepercayaan diri untuk bersaing dengan Grab di kawasan regional. Berdasarkan hasil riset yang dikutip dari laman https://id.ecommerceiq.asia yang dipublikasikan pada 15 Februari 2018, layanan Go-Jek masih jadi favorit mayoritas warga Indonesia. Pengguna Go-Jek sebanyak 56%, Grab 33%, Uber 8%, dan non user 3%.
Menarik ditunggu bagaimana kiprah Go-Jek merambah pasar regional dan membuktikan bahwa karya anak bangsa ini tidak hanya jago kandang. Langkah Go-Jek ini diharapkan bisa menginspirasi perusahaan rintisan lain untuk membawa karya anak bangsa berani bicara di tingkat Asia Tenggara, Asia, bahkan dunia.
Dengan akuisisi tersebut, Grab tampaknya tinggal menunggu waktu saja untuk menjadi pemain paling dominan di wilayah ASEAN. Khusus di Indonesia, kini lawan tandingnya yang sepadan praktis hanya Go-Jek. Dua perusahaan transportasi tersebut kini terlibat pertarungan head to head.
Lalu, apa respons Go-Jek melihat manuver Grab yang kini menguasai Uber? Go-Jek sepertinya tidak tinggal diam. Entah kebetulan atau tidak, tak berselang lama setelah pengumuman akuisisi Uber tersebut CEO Go-Jek Nadiem Makarim kembali menyampaikan bahwa perusahaan yang didirikannya itu dalam waktu dekat akan melebarkan sayap dengan melakukan ekspansi ke negara-negara di Asia Tenggara. Tahap pertama ekspansi ke pasar regional ini baru menyasar satu negara, namun pada pertengahan tahun ini akan dilanjutkan ke beberapa negara lain. Belum diketahui negara apa yang pertama dirambah Go-Jek, namun dugaan sementara adalah Filipina. Pilihan terhadap Filipina beralasan dengan melihat populasinya yang terbesar kedua di ASEAN setelah Indonesia, yakni mencapai 102,5 juta atau sebesar 1,41% penduduk dunia (7 Desember 2015).
Menarik menunggu aksi Go-Jek yang ingin menembus persaingan regional. Banyak yang berharap kehebatan Go-Jek di dalam negeri juga bisa ditunjukkan saat ekspansi ke luar negeri. Seberapa besar peluang Go-Jek mampu memenangi persaingan dalam merebut pasar Asia Tenggara yang dihuni sekitar 640 juta penduduk?
Dari sisi kesiapan finansial, sebenarnya tidak ada yang meragukan kemampuan perusahaan rintisan yang mengusung tagline "Karya Anak Bangsa" ini. Go-Jek saat ini termasuk salah satu dari empat perusahaan start-up lokal yang berstatus unicorn — yakni dengan nilai valuasi USD1 miliar, selain Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Reuters pada Kamis (18/1) menyebut nilai valuasi Go-Jek mencapai USD4 miliar atau setara Rp53,3 triliun.
Besarnya nilai perusahaan yang didirikan Nadiem pada tujuh tahun lalu itu tak lepas dari banyak suntikan dana segar dari sejumlah investor, baik asing maupun dalam negeri. Terakhir Astra Internasional dan PT Djarum ikut menginjeksi Go-Jek. Sebelumnya Go-Jek sudah lebih dulu disuntik dana oleh sejumlah investor asing di antaranya Temasek asal Singapura, Tencent asal China, dan Google asal Amerika Serikat.
Modal lain Go-Jek untuk bisa bersaing di tingkat regional adalah aplikasi layanan yang lebih banyak alias beraneka ragam. Layanan Go-Jek saat ini antara lain Go-Ride untuk transportasi ojek dan taksi, Go-Food untuk pesan-antar makanan, Go-Send untuk pengantaran barang, Go-Mart untuk belanja instan atau membeli barang dari toko, dan Go-Med untuk membeli obat, vitamin, dan kebutuhan kesehatan lain. Go-Jek juga menyediakan Go-Pay kepada pelanggannya untuk transaksi online .
Sebelum merambah negara lain, Go-Jek tentu sudah berkaca pada pencapaian di dalam negeri. Go-Jek yang kini sudah merambah 100 kota di Indonesia masih cukup perkasa dibanding pesaingnya. Hal ini tentu menguatkan kepercayaan diri untuk bersaing dengan Grab di kawasan regional. Berdasarkan hasil riset yang dikutip dari laman https://id.ecommerceiq.asia yang dipublikasikan pada 15 Februari 2018, layanan Go-Jek masih jadi favorit mayoritas warga Indonesia. Pengguna Go-Jek sebanyak 56%, Grab 33%, Uber 8%, dan non user 3%.
Menarik ditunggu bagaimana kiprah Go-Jek merambah pasar regional dan membuktikan bahwa karya anak bangsa ini tidak hanya jago kandang. Langkah Go-Jek ini diharapkan bisa menginspirasi perusahaan rintisan lain untuk membawa karya anak bangsa berani bicara di tingkat Asia Tenggara, Asia, bahkan dunia.
(mhd)