Ketua DPR Dorong Kemenaker Wajibkan PMI Punya Sertifikasi Resmi
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR Bambang Soesatyo turut merasa prihatin terhadap kekerasan fisik maupun verbal yang dialami banyak pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri. Bahkan, ada PMI yang gajinya tidak dibayar oleh majikan. Terkini, kasus Zaini Misrin, PMI asal Madura yang dihukum pancung di Arab Saudi.
Pria yang akrab disapa Bamsoet menilai, kasus-kasus ini terjadi akibat rendahnya kompetensi TKI. Untuk itulah, ia meminta Komisi IX DPR mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) mewajibkan calon PMI agar mendapatkan sertifikasi resmi sesuai bidang keahlian dari Pusat Pelatihan Kerja Daerah (PPKD) atau Balai Latihan Kerja (BLK) yang dimiliki Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.
"Mengingat hal tersebut diatur dalam Konvensi Internasional Labour Organization (ILO) Nomor 181 tahun 1997 tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta serta UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri," ujarnya melalui rilis yang diterima SINDOnews, Minggu (1/4/2018).
Di samping itu, kata Bamsoet, Komisi IX DPR juga perlu mendorong Kemenaker untuk meninjau kembali program 'Zero Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT)' yang dicanangkan untuk tahun 2017 bagi PMI agar dapat terealisasi. Dengan begitu, para calon tenaga kerja memiliki keahlian spesifik dan tidak rentan terhadap penganiayaan, mengingat tingkat penganiayaan terbesar terjadi pada PLRT.
Ia setuju Memorandum of Understanding (MoU) perlindungan PMI dengan Arab Saudi perlu ditingkatkan melalui Memorandum of Agreement (MoA). "Segala upaya yang bertujuan untuk melindungi TKI di luar negeri harus dilakukan pemerintah," tegasnya.
Namun terpenting pula tambah politikus Golkar ini menambahkan, Komisi I, Komisi III dan Komisi IX mendorong Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kemenaker, kepolisian, dan Ditjen Imigrasi secara bersama berkoordinasi untuk memberantas mafia tenaga kerja dengan lebih selektif sejak pengajuan paspor, keberangkatan di bandara, hingga pengawasan KBRI di negara tujuan.
Pria yang akrab disapa Bamsoet menilai, kasus-kasus ini terjadi akibat rendahnya kompetensi TKI. Untuk itulah, ia meminta Komisi IX DPR mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) mewajibkan calon PMI agar mendapatkan sertifikasi resmi sesuai bidang keahlian dari Pusat Pelatihan Kerja Daerah (PPKD) atau Balai Latihan Kerja (BLK) yang dimiliki Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.
"Mengingat hal tersebut diatur dalam Konvensi Internasional Labour Organization (ILO) Nomor 181 tahun 1997 tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta serta UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri," ujarnya melalui rilis yang diterima SINDOnews, Minggu (1/4/2018).
Di samping itu, kata Bamsoet, Komisi IX DPR juga perlu mendorong Kemenaker untuk meninjau kembali program 'Zero Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT)' yang dicanangkan untuk tahun 2017 bagi PMI agar dapat terealisasi. Dengan begitu, para calon tenaga kerja memiliki keahlian spesifik dan tidak rentan terhadap penganiayaan, mengingat tingkat penganiayaan terbesar terjadi pada PLRT.
Ia setuju Memorandum of Understanding (MoU) perlindungan PMI dengan Arab Saudi perlu ditingkatkan melalui Memorandum of Agreement (MoA). "Segala upaya yang bertujuan untuk melindungi TKI di luar negeri harus dilakukan pemerintah," tegasnya.
Namun terpenting pula tambah politikus Golkar ini menambahkan, Komisi I, Komisi III dan Komisi IX mendorong Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kemenaker, kepolisian, dan Ditjen Imigrasi secara bersama berkoordinasi untuk memberantas mafia tenaga kerja dengan lebih selektif sejak pengajuan paspor, keberangkatan di bandara, hingga pengawasan KBRI di negara tujuan.
(kri)