Mengawasi Biro Umrah

Kamis, 29 Maret 2018 - 07:30 WIB
Mengawasi Biro Umrah
Mengawasi Biro Umrah
A A A
Kementerian Agama (Kemenag) pada Selasa (27/3/2018) mengumumkan pencabutan izin operasional empat biro perjalanan umrah karena terbukti gagal memberangkatkan puluhan ribu calon jamaah. Kejadian ini menambah panjang daftar biro umrah yang izinnya dicabut karena gagal memenuhi kewajibannya.

Sepanjang 2015 hingga 2017 sedikitnya 13 travel umrah dicabut izinnya karena kasus yang sama. Kejadian ini tentu memprihatinkan karena di balik pencabutan izin biro umrah, ada ribuan jamaah yang menderita kerugian karena telah melunasi biaya, namun batal diberangkatkan.

Biro Umrah First Travel menggemparkan publik Tanah Air tahun lalu karena gagal memberangkatkan puluhan ribu jamaah. Bak bola salju, sejak kasus First Travel meledak, jumlah jamaah yang diketahui gagal diberangkatkan terus membesar. Mereka ini terdaftar pada sejumlah biro umrah. Jika ditotal, jamaah yang gagal berangkat sudah mencapai ratusan ribu orang.

Yang terbaru adalah kasus Abu Tours. Biro perjalanan umrah yang berkantor pusat di Makassar ini gagal memberangkatkan 86.000 jamaahnya. Dana jamaah yang berhasil dihimpun pemilik Abu Tours disebutkan mencapai Rp1,8 triliun.

Tidak hanya mencabut izin empat biro umrah nakal, Kemenag juga menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18/2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah. Melalui PMA ini pemerintah memperketat aturan pelaksanaan umrah dan haji khusus.

Semangat PMA ini sangat baik, yakni ingin melindungi masyarakat dari penipuan sekaligus mencegah kasus First Travel dan sejenisnya berulang. Aturan di PMA ini antara lain setiap biro umrah atau perusahaan penyelenggara ibadah umrah (PPIH) wajib mengelola bisnis berbasis syariah atau halal. Selain itu, berlaku tarif terendah, yakni minimal Rp20 juta.

Artinya, jika ada biro umrah menawarkan biaya di bawah angka tersebut, itu wajib diwaspadai. Kasus jamaah gagal berangkat selama ini umumnya karena tergiur iming-iming promo tarif murah ini, yakni sekitar Rp14-16 juta. Sejak awal tarif promo ini memang sudah menimbulkan pertanyaan karena terpaut jauh dengan biaya yang berlaku umum, yakni sekitar Rp23-25 juta per orang.

Melalui PMA yang baru, Kemenag juga melarang biro umrah merekrut calon jamaah dengan skema ponzi, multilevel marketing, sistem berjenjang, atau sistem lain yang intinya “gali lubang tutup lubang”. Ini penting karena skema tersebut memang terbukti sudah banyak memakan korban. PMA juga mengatur biro umrah harus memberangkatkan jamaah paling lambat enam bulan setelah mendaftar atau tiga bulan setelah pelunasan.

Meski PMA ini tergolong telat karena korban biro umrah nakal telanjur banyak berjatuhan, namun tetap perlu didukung demi melindungi jamaah lain tidak menjadi korban berikutnya. PMA ini diharapkan benar-benar diimplementasikan.

Saat ini ada 862 biro umrah yang terdaftar di Kemenag. Ini perlu terus dimonitor dan diawasi. Jajaran Kemenag di daerah juga perlu mengintensifkan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat. Jika ada praktik biro umrah yang dinilai di luar “normal”, selayaknya langsung mengambil langkah antisipasi.

Untuk jangka panjang, pemerintah juga perlu terus melobi Pemerintah Arab Saudi untuk menambah kuota haji Indonesia. Besarnya animo masyarakat melakukan perjalanan umrah antara lain disebabkan panjangnya daftar tunggu haji reguler. Rata-rata daftar tunggu saat ini 15 sampai 20 tahun.

Daftar tunggu calon jamaah haji Indonesia saat ini mencapai 3,7 juta orang. Kondisi ini yang diduga dimanfaatkan biro umrah nakal dalam merekrut calon jamaah dengan menawarkan tarif murah. Tak kalah penting, masyarakat juga perlu selektif dalam memilih biro perjalanan umrah. Banyak yang akhirnya jadi korban karena mudah tergoda tarif murah yang ditawarkan tanpa mempertimbangkan aspek kualitas pelayanan.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5378 seconds (0.1#10.140)