Presiden Diminta Segera Terbitkan Perpres Dewan Insinyur
A
A
A
JAKARTA - Untuk memenuhi ketersediaan insinyur profesional, Presiden diminta segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembentukan Dewan Insinyur Indonesia (DII).
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, Perpres ini seharusnya sudah terbitkan pemerintah pada tahun 2015 lalu.
“Saat ini kita sangat kekurangan tenaga insinyur profesional. Padahal pembangunan infrastruktur kita digenjot. Ini berbahaya. Bagaimana proyek-proyek strategis nasional bisa selesai jika SDM-nya tidak ada,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR Sigit Sosiantomo, Senin 26 Maret 2018.
Sesuai dengan UU Keinsinyuran, kata Sigit, Dewan Insinyur Indonesia (DII) telah dibentuk dalam waktu paling lambat satu tahun (tahun 2015). Kenyataannya, lanjut dia, hingga kini DII belum dibentuk. Hal ini membuat beberapa fungsi DII yang diamanatkan oleh UU Keinsinyuran tidak berjalan.
Beberapa tugas penting DII adalah menetapkan standar kompetensi Insinyur bersama menteri, menetapkan sistem registrasi insinyur, menetapkan sistem sertifikasi insinyur, menetapkan sistem uji kompetensi, menetapkan sistem pengawasan alih Iptek insinyur asing dan sistem pengawasan praktik keinsinyuran.
“DII memiliki tugas merumuskan kebijakan, menjalin kerja sama keinsinyuran internasional dan mengawasi alih teknologi oleh insinyur asing. Ketiadaan DII menghambat pencetakan insinyur profesional. Padahal, kebutuhan tenaga insinyur sangat besar seiring dengan peningkatan anggaran infrastruktur. Kalau dibiarkan terus, sama saja membuka keran untuk tenaga insinyur asing masuk ke Indonesia,” tutur Sigit.
Sigit juga mengingatkan pemerintah bahwa belum diterbitkannya Perpres pembentukan DII merupakan bentuk pengabaian terhadap UU Keinsinyuran. Sesuai Pasal 55 UU Keinsinyuran, DII harus dibentuk paling lambat satu tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
“Pembentukan DII adalah amanat UU dan harus dijalankan suka atau tidak suka. Jika tidak dilaksanakan berarti mengabaikan amanat UU. Karena itu, presiden seharusnya sudah mengeluarkan Perpres ini jika tidak ingin dinilai mengabaikan UU,” kata Sigit.
Seperti diketahui, meski sudah memiliki UU Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, namun hingga kini masih banyak aturan turunan UU tersebut yang belum diterbitkan. Ketiadaan peraturan turunan tersebut memberikan implikasi serius terhadap serbuan tenaga kerja asing dan sertifikasi serta izin kerja insinyur.
UU Keinsinyuran ini, kata Sigit, instrumen penting dan strategis untuk mengejar berbagai ketertinggalan Indonesia di sisi keinsinyuran dibandingkan beberapa negara, baik di ASEAN maupun dunia. Sebagai contoh, posisi indonesia dari sisi jumlah sarjana teknik per satu juta penduduk relatif rendah dibanding negara Asia lainnya seperti Korea Selatan (25.309 Sarjana Teknik), Vietnam (9.037), Republik Rakyat Tiongkok (5.739), Thailand (4.121),Malaysia (3.333) dan Indonesia (3.076)
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, Perpres ini seharusnya sudah terbitkan pemerintah pada tahun 2015 lalu.
“Saat ini kita sangat kekurangan tenaga insinyur profesional. Padahal pembangunan infrastruktur kita digenjot. Ini berbahaya. Bagaimana proyek-proyek strategis nasional bisa selesai jika SDM-nya tidak ada,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR Sigit Sosiantomo, Senin 26 Maret 2018.
Sesuai dengan UU Keinsinyuran, kata Sigit, Dewan Insinyur Indonesia (DII) telah dibentuk dalam waktu paling lambat satu tahun (tahun 2015). Kenyataannya, lanjut dia, hingga kini DII belum dibentuk. Hal ini membuat beberapa fungsi DII yang diamanatkan oleh UU Keinsinyuran tidak berjalan.
Beberapa tugas penting DII adalah menetapkan standar kompetensi Insinyur bersama menteri, menetapkan sistem registrasi insinyur, menetapkan sistem sertifikasi insinyur, menetapkan sistem uji kompetensi, menetapkan sistem pengawasan alih Iptek insinyur asing dan sistem pengawasan praktik keinsinyuran.
“DII memiliki tugas merumuskan kebijakan, menjalin kerja sama keinsinyuran internasional dan mengawasi alih teknologi oleh insinyur asing. Ketiadaan DII menghambat pencetakan insinyur profesional. Padahal, kebutuhan tenaga insinyur sangat besar seiring dengan peningkatan anggaran infrastruktur. Kalau dibiarkan terus, sama saja membuka keran untuk tenaga insinyur asing masuk ke Indonesia,” tutur Sigit.
Sigit juga mengingatkan pemerintah bahwa belum diterbitkannya Perpres pembentukan DII merupakan bentuk pengabaian terhadap UU Keinsinyuran. Sesuai Pasal 55 UU Keinsinyuran, DII harus dibentuk paling lambat satu tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
“Pembentukan DII adalah amanat UU dan harus dijalankan suka atau tidak suka. Jika tidak dilaksanakan berarti mengabaikan amanat UU. Karena itu, presiden seharusnya sudah mengeluarkan Perpres ini jika tidak ingin dinilai mengabaikan UU,” kata Sigit.
Seperti diketahui, meski sudah memiliki UU Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, namun hingga kini masih banyak aturan turunan UU tersebut yang belum diterbitkan. Ketiadaan peraturan turunan tersebut memberikan implikasi serius terhadap serbuan tenaga kerja asing dan sertifikasi serta izin kerja insinyur.
UU Keinsinyuran ini, kata Sigit, instrumen penting dan strategis untuk mengejar berbagai ketertinggalan Indonesia di sisi keinsinyuran dibandingkan beberapa negara, baik di ASEAN maupun dunia. Sebagai contoh, posisi indonesia dari sisi jumlah sarjana teknik per satu juta penduduk relatif rendah dibanding negara Asia lainnya seperti Korea Selatan (25.309 Sarjana Teknik), Vietnam (9.037), Republik Rakyat Tiongkok (5.739), Thailand (4.121),Malaysia (3.333) dan Indonesia (3.076)
(dam)