Sinergitas Kementerian dan Lembaga Atasi KLB Asmat Jadi Percontohan
A
A
A
JAKARTA - Sinergitas kementerian dan lembaga (K/L) dalam menanggulangi kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat, Papua, akan dijadikan percontohan untuk penanganan daerah-daerah lain yang berpotensi mengalami kasus serupa.
"Sesuai arahan KSP (Kepala Staf Presiden), integrasi program di Asmat menjadi piloting dan harus direplikasi untuk kasus serupa atau pada daerah bermasalah dan berpotensi bermasalah," ujar Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Achmad Yurianto di Jakarta, Jumat (23/3).
Selama ini, belum terintegrasinya program antar (K/L) membuat penanganan berbagai masalah sosial dasar masyarakat, termasuk kesehatan berjalan tak optimal. Sementara itu, peran pemerintah daerah sebagai ujung tombak pemberdayaan masyarakat di wilayahnya sendiri lemah.
Alhasil, masih banyak daerah-daerah kategori rawan bermasalah kesehatan. "Kita mendorong daerah menyadari itu sebagai masalah, karena ini otonomi daerah. Pemberdayaan di daerah itu sendiri harusnya dioptimalkan. Jangan melulu meminta kepedulian pusat," katanya.
Saat ini Kemenkes tengah fokus untuk melakukan pemulihan pasca pencabutan KLB gizi buruk dan campak di Asmat pada pertengahan Januari lalu. Tahap pemulihan ini ditargetkan selesai hingga akhir 2018 mendatang.
"Sekarang kita sedang fokus untuk melakukan sweeping ulang, tidak hanya balita tetapi juga orang dewasa dan ibu hamil. Sweeping karena khawatir ada warga yang terlewat pada ORI (Outbreak Response Immunization) saat tanggap darurat. Tapi kali ini tidak hanya campak, tapi imunisasi lengkap," jelasnya.
Sekjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Anwar Sanusi juga mengatakan, koordinasi antara K/L menjadi kunci untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial dasar masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan kualitas koordinasi dan sinergitas tersebut harus terus ditingkatkan. Penanganan krisis Asmat yang dikordinasikan oleh KSP Moeldoko, menjadi pelajaran kordinasi antarkementerian.
"Pada kasus Asmat kemarin menjadi pelajaran berharga dalam menangani persoalan dari lintas kementerian," ujar Sanusi.
Penguatan koordinasi kementerian yang selama ini telah berjalan sejatinya dapat menghasilkan kesamaan data dan informasi. Sehingga, pemerintah dapat melakukan deteksi dini atas segala permasalahan yang mungkin terjadi.
Dengan demikian, koordinasi dilakukan bukan sekadar mencari solusi, namun menciptakan program demi kesejahteraan masyarakat. "Sekarang sudah mulai muncul koordinasi yang lebih fokus untuk mengatasi masalah-masalah tertentu," imbuhnya.
"Sesuai arahan KSP (Kepala Staf Presiden), integrasi program di Asmat menjadi piloting dan harus direplikasi untuk kasus serupa atau pada daerah bermasalah dan berpotensi bermasalah," ujar Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Achmad Yurianto di Jakarta, Jumat (23/3).
Selama ini, belum terintegrasinya program antar (K/L) membuat penanganan berbagai masalah sosial dasar masyarakat, termasuk kesehatan berjalan tak optimal. Sementara itu, peran pemerintah daerah sebagai ujung tombak pemberdayaan masyarakat di wilayahnya sendiri lemah.
Alhasil, masih banyak daerah-daerah kategori rawan bermasalah kesehatan. "Kita mendorong daerah menyadari itu sebagai masalah, karena ini otonomi daerah. Pemberdayaan di daerah itu sendiri harusnya dioptimalkan. Jangan melulu meminta kepedulian pusat," katanya.
Saat ini Kemenkes tengah fokus untuk melakukan pemulihan pasca pencabutan KLB gizi buruk dan campak di Asmat pada pertengahan Januari lalu. Tahap pemulihan ini ditargetkan selesai hingga akhir 2018 mendatang.
"Sekarang kita sedang fokus untuk melakukan sweeping ulang, tidak hanya balita tetapi juga orang dewasa dan ibu hamil. Sweeping karena khawatir ada warga yang terlewat pada ORI (Outbreak Response Immunization) saat tanggap darurat. Tapi kali ini tidak hanya campak, tapi imunisasi lengkap," jelasnya.
Sekjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Anwar Sanusi juga mengatakan, koordinasi antara K/L menjadi kunci untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial dasar masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan kualitas koordinasi dan sinergitas tersebut harus terus ditingkatkan. Penanganan krisis Asmat yang dikordinasikan oleh KSP Moeldoko, menjadi pelajaran kordinasi antarkementerian.
"Pada kasus Asmat kemarin menjadi pelajaran berharga dalam menangani persoalan dari lintas kementerian," ujar Sanusi.
Penguatan koordinasi kementerian yang selama ini telah berjalan sejatinya dapat menghasilkan kesamaan data dan informasi. Sehingga, pemerintah dapat melakukan deteksi dini atas segala permasalahan yang mungkin terjadi.
Dengan demikian, koordinasi dilakukan bukan sekadar mencari solusi, namun menciptakan program demi kesejahteraan masyarakat. "Sekarang sudah mulai muncul koordinasi yang lebih fokus untuk mengatasi masalah-masalah tertentu," imbuhnya.
(kri)