Pimpinan MPR Enggan Lantik Titiek Soeharto

Jum'at, 23 Maret 2018 - 14:20 WIB
Pimpinan MPR Enggan...
Pimpinan MPR Enggan Lantik Titiek Soeharto
A A A
JAKARTA - Usulan Partai Golkar melakukan pergantian jabatan wakil ketua MPR dari Mahyudin kepada Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto tidak berjalan mulus. Pimpinan MPR bersikeras hanya melakukan pergantian jika memenuhi klausul perundang-undangan.

Berdasarkan UU Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), pergantian pimpinan MPR hanya bisa dilakukan jika terjadi pengunduran diri, kondisi meninggal dunia, atau diberhentikan oleh MPR. Pergantian Mahyudin oleh Titiek Soeharto tidak memenuhi salah satu klausul yang disyaratkan perundangan. Hingga saat ini, Mahyudin tidak mengundurkan diri, meninggal dunia, atau melakukan perbuatan tercela yang bisa membuat dirinya diberhentikan dari jabatan sebagai pimpinan MPR. Politikus Golkar asal Kalimantan itu juga secara tegas menolak diganti oleh Titiek Soeharto.

"Sesuai undang-undang saja. UU MD3 yang baru menyatakan sampai selesai tugas. Dia bisa diganti kalau dia mengundurkan diri, sudah jelas," kata Ketua MPR Zulkifli Hasan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Dia menjelaskan, Pasal 17 UU MD3 berbunyi Pimpinan MPR hanya bisa diganti karena tiga hal, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan. Bahkan diatur pula dalam UU tersebut, bahwa pemberhentian terjadi apabila memenuhi dua syarat, yakni diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota DPD, dan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan MPR. "Saat ini klausul-klausul tersebut belum terjadi dalam upaya pergantian Mahyudin," katanya.

Kendati demikian, Zulkifli menegaskan bahwa MPR akan tetap memproses surat dari Partai Golkar terkait usulan pergantian pimpinan MPR tersebut. Namun, memproses bukan berarti menyetujui. "Diproses berarti akan dijawab, dirapatkan. Tapi diproses itu kan belum tentu setuju. Di proses itu dirapatkan, kemudian dijawab sesuai dengan UU dan peraturan. Kan begitu," tuturnya.

Keputusan pergantian Mahyudin dari posisi wakil ketua MPR sendiri muncul dalam Rapat Pleno DPP Partai Golkar. Dalam rapat itu disepakati bahwa Siti Hediati Hariyadi akan ditempatkan sebagai pengganti Mahyudin. Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto sendiri menegaskan, pergantian Mahyudin sebagai wakil ketua MPR memang sudah diputuskan dalam rapat pleno Golkar. Bahkan, dia pun telah menindaklanjutinya dengan melakukan konsultasi ke Ketua MPR Zulkifli Hasan.

Tidak hanya itu, Airlangga mengaku telah bertanya pada Sekretaris Jenderal MPR RI Ma'ruf Cahyono terkait dengan teknis pergantian kursi pimpinan MPR. "Soal pergantian wakil ketua MPR, kami tentu berkonsultasi dulu ke MPR, bagaimana mekanismenya, baru kemudian proses administrasinya menyusul," ujar Airlangga. Menteri Perindustrian ini bahkan mengklaim tak ada penolakan dari Mahyudin. Bahkan, Airlangga mengaku telah bertemu dengan Mahyudin membicarakan soal pergantian tersebut.

Sementara itu, Mahyudin dengan tegas menolak digusur dari jabatan wakil ketua MPR. Dia menampik klaim Airlangga bahwa dirinya sudah setuju dengan rencana pergantian tersebut. "Saya tidak akan mundur. Ngapain saya mundur. Apa alasannya, kan kerja saja sudah baik selama ini. Masa mengundurkan diri," ujarnya.

Dia mengungkapkan upaya pergantian dirinya dengan Titik Soeharto lebih karena faktor politis, bukan karena persoalan kinerja. Menurutnya, penggantian dirinya sebagai bagian dari kesepakatan Titiek Soeharto dengan Airlangga Hartarto saat munaslub pergantian ketua umum Golkar akhir tahun lalu. "Karena memang ada kesepakatan Mbak Titiek enggak maju caketum dipromosikan jadi wakil ketua MPR. Dalam politik, itu biasa saja," ujarnya.

Menurut Mahyudin, rencana pergantian dirinya sudah santer terdengar sejak Munaslub. Dia menduga pergantian dirinya karena berbeda gaya politik dengan ketua umum. "Bisa jadi ini karena masalah suka dan tidak suka, tapi memang semenjak munas kemarin sudah ada gaungnya," katanya.

Terkait polemik ini, Koordinator Bidang Kepartaian DPP Partai Golkar Ibnu Munzir menilai hanya persoalan komunikasi. Karena itu, dia menyarankan agar Mahyudin bisa kembali bertemu dengan Airlangga untuk menyelesaikan polemik tersebut secara baik-baik. "Selesaikan dan bicarakan sebaik dan searif mungkin. Lakukanlah pertemuan berdua antara Pak Mahyudin dan Pak Airlangga biar clear masalah. Kan ini semua soal komunikasi politik saja," ungkapnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Sirmadji menambahkan, pergantian kader partai di jabatan publik bukan hanya karena yang bersangkutan tidak berprestasi atau melakukan kesalahan, melainkan juga demi kepentingan organisasi. Menurutnya, pergantian Mahyudin oleh Titiek Soeharto demi kepentingan organisasi. "Penugasan partai itu tidak hanya ketika seseorang itu mempunyai kesalahan. Jangan sampai ada kesan, salah saya apa sehingga saya diganti? Tidak," ungkap Sarmuji.

Titiek dipilih untuk menggantikan Mahyudin karena faktor representasi keterwakilan perempuan di parlemen. Menurutnya, hingga kini belum ada pimpinan MPR/DPR yang berasal dari kalangan perempuan.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5836 seconds (0.1#10.140)