Pimpinan DPR dan MPR Bertambah, Ini Komposisinya
A
A
A
JAKARTA - Sidang Paripurna DPR hari ini mengagendakan pelantikan untuk penambahan pimpinan DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Utut Adianto. Penambahan satu kursi pimpinan DPR merupakan tindak lanjut dari diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD hasil revisi yang sah berlaku sejak 15 Maret 2018.
Selain penambahan satu pimpinan DPR, UU MD3 juga mengatur adanya penambahan jumlah pimpinan MPR dari sebelumnya satu ketua dan empat wakil ketua menjadi berjumlah delapan orang dengan posisi satu ketua dan tujuh wakil ketua. Adapun untuk penambahan posisi wakil ketua MPR yang akan dilantik, yakni Ahmad Basarah dari Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Muzani dari Fraksi Partai Gerindra, dan A Muhaimin Iskandar dari Fraksi partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dalam pelantikan pimpinan MPR juga akan dirotasi dari Fraksi Partai Golkar, yakni Siti Hediati Hariyadi atau karib disapa Titiek Soeharto yang akan dilantik sebagai wakil ketua MPR menggantikan Mahyudin. "Kami terima surat dari PDI Perjuangan untuk isi kursi wakil ketua DPR, rencananya besok (hari ini) dilantik pukul 10 pagi," kata Ketua DPR Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Bambang berharap dengan dilantiknya Utut menjadi wakil ketua DPR bisa menambah konfigurasi politik DPR dan menjaga suasana kondusif. "Lengkaplah sudah konfigurasi politik karena PDIP sebagai parpol pemenang pemilu. Harapan kami PDIP dengan partai lain pendukung pemerintah, menjaga suasana kondusif agar pemerintah bekerja dengan baik," ungkapnya.
Pada hari yang sama, MPR juga mengagendakan menggelar rapat gabungan untuk menentukan waktu pelantikan terhadap tiga pimpinan baru plus satu pimpinan rotasi yang diajukan Fraksi Partai Golkar. "Jadi, dalam sidang paripurna pada Selasa (hari ini) akan dilakukan pelantikan pimpinan DPR terlebih dahulu. Setelah itu, baru di MPR, kita gelar rapat gabungan dulu. Bagi kami, karena UU MD3 sudah disahkan, maka kita laksanakan," kata Ketua MPR Zulkifli Hasan.
Sementara itu, Utut mengaku akan menerima tugas yang diberikan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri untuk menduduki posisi wakil ketua DPR. "Tugas diberikan ini tentu saya jawab dengan sebaik-baiknya dan penugasan khusus belum ada. Selama 19 bulan ke depan ini saya selesaikan masa periode ini dengan sebaik-baiknya," katanya.
Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Mahyudin bakal melawan keputusan partainya yang merotasi dirinya dari jabatan wakil ketua MPR untuk digantikan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. Menurut Mahyudin, aturan UU 2 Tahun 2018 tentang MD3 menyebutkan bahwa pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. Pimpinan MPR diberhentikan sebagaimana dimaksud apabila diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota DPD atau tidak bisa melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan MPR.
"Dengan demikian, pergantian itu tak bisa terjadi jika tidak memenuhi syarat tersebut," kata Mahyudin di Kompleks Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Mahyudin mengungkapkan dirinya sebenarnya tidak mau berkonflik. Apalagi berkonflik dengan kepengurusan partai, tetapi ketika ada suatu aturan yang menurutnya dilanggar, apa lagi itu menyangkut haknya, tentu harus bersikap membelanya. "Saya akan membela diri dan hak saya. Partai Golkar kan bukan punya Pak Airlangga sendirian, milik semua, termasuk saya," katanya.
Terkait pernyataan Airlangga yang menyebutkan bahwa dirinya sudah setuju dengan rencana pergantian wakil ketua MPR, Mahyudin dengan tegas membantah. Menurut Mahyudin, rumor yang beredar justru menyebutkan bahwa pergantian wakil ketua MPR ini merupakan tawar-menawar politik saat itu dari Airlangga agar Titiek tidak maju sebagai ketua umum Golkar di musyawarah nasional luar biasa (munaslub) yang lalu.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengungkapkan, pergantian tersebut merupakan aspirasi dari sejumlah kader Partai Golkar yang menginginkan adanya keterwakilan perempuan di pimpinan MPR. Jadi, menurut dia, tidak ada kelanjutan konflik ataupun hal-hal sifatnya buntut dari munas lub yang telah menetapkan Airlangga sebagai ketua umum.
"Ini hanya pergantian biasa-biasa saja di dalam Partai Golkar, di samping memang ada aspirasi bahwa pimpinan MPR mesti ada perempuan juga," ungkapnya.
Selain penambahan satu pimpinan DPR, UU MD3 juga mengatur adanya penambahan jumlah pimpinan MPR dari sebelumnya satu ketua dan empat wakil ketua menjadi berjumlah delapan orang dengan posisi satu ketua dan tujuh wakil ketua. Adapun untuk penambahan posisi wakil ketua MPR yang akan dilantik, yakni Ahmad Basarah dari Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Muzani dari Fraksi Partai Gerindra, dan A Muhaimin Iskandar dari Fraksi partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dalam pelantikan pimpinan MPR juga akan dirotasi dari Fraksi Partai Golkar, yakni Siti Hediati Hariyadi atau karib disapa Titiek Soeharto yang akan dilantik sebagai wakil ketua MPR menggantikan Mahyudin. "Kami terima surat dari PDI Perjuangan untuk isi kursi wakil ketua DPR, rencananya besok (hari ini) dilantik pukul 10 pagi," kata Ketua DPR Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Bambang berharap dengan dilantiknya Utut menjadi wakil ketua DPR bisa menambah konfigurasi politik DPR dan menjaga suasana kondusif. "Lengkaplah sudah konfigurasi politik karena PDIP sebagai parpol pemenang pemilu. Harapan kami PDIP dengan partai lain pendukung pemerintah, menjaga suasana kondusif agar pemerintah bekerja dengan baik," ungkapnya.
Pada hari yang sama, MPR juga mengagendakan menggelar rapat gabungan untuk menentukan waktu pelantikan terhadap tiga pimpinan baru plus satu pimpinan rotasi yang diajukan Fraksi Partai Golkar. "Jadi, dalam sidang paripurna pada Selasa (hari ini) akan dilakukan pelantikan pimpinan DPR terlebih dahulu. Setelah itu, baru di MPR, kita gelar rapat gabungan dulu. Bagi kami, karena UU MD3 sudah disahkan, maka kita laksanakan," kata Ketua MPR Zulkifli Hasan.
Sementara itu, Utut mengaku akan menerima tugas yang diberikan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri untuk menduduki posisi wakil ketua DPR. "Tugas diberikan ini tentu saya jawab dengan sebaik-baiknya dan penugasan khusus belum ada. Selama 19 bulan ke depan ini saya selesaikan masa periode ini dengan sebaik-baiknya," katanya.
Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Mahyudin bakal melawan keputusan partainya yang merotasi dirinya dari jabatan wakil ketua MPR untuk digantikan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. Menurut Mahyudin, aturan UU 2 Tahun 2018 tentang MD3 menyebutkan bahwa pimpinan MPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. Pimpinan MPR diberhentikan sebagaimana dimaksud apabila diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota DPD atau tidak bisa melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan MPR.
"Dengan demikian, pergantian itu tak bisa terjadi jika tidak memenuhi syarat tersebut," kata Mahyudin di Kompleks Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Mahyudin mengungkapkan dirinya sebenarnya tidak mau berkonflik. Apalagi berkonflik dengan kepengurusan partai, tetapi ketika ada suatu aturan yang menurutnya dilanggar, apa lagi itu menyangkut haknya, tentu harus bersikap membelanya. "Saya akan membela diri dan hak saya. Partai Golkar kan bukan punya Pak Airlangga sendirian, milik semua, termasuk saya," katanya.
Terkait pernyataan Airlangga yang menyebutkan bahwa dirinya sudah setuju dengan rencana pergantian wakil ketua MPR, Mahyudin dengan tegas membantah. Menurut Mahyudin, rumor yang beredar justru menyebutkan bahwa pergantian wakil ketua MPR ini merupakan tawar-menawar politik saat itu dari Airlangga agar Titiek tidak maju sebagai ketua umum Golkar di musyawarah nasional luar biasa (munaslub) yang lalu.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengungkapkan, pergantian tersebut merupakan aspirasi dari sejumlah kader Partai Golkar yang menginginkan adanya keterwakilan perempuan di pimpinan MPR. Jadi, menurut dia, tidak ada kelanjutan konflik ataupun hal-hal sifatnya buntut dari munas lub yang telah menetapkan Airlangga sebagai ketua umum.
"Ini hanya pergantian biasa-biasa saja di dalam Partai Golkar, di samping memang ada aspirasi bahwa pimpinan MPR mesti ada perempuan juga," ungkapnya.
(amm)