KPK Tetapkan Cagub Maluku Utara Ahmad Hidayat Tersangka Korupsi

Jum'at, 16 Maret 2018 - 22:50 WIB
KPK Tetapkan Cagub Maluku...
KPK Tetapkan Cagub Maluku Utara Ahmad Hidayat Tersangka Korupsi
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan penetapan calon gubernur Maluku Utara (Malut) di Pilkada 2018, Ahmad Hidayat Mus dan adiknya, Zainal Mus sebagai tersangka korupsi Bandara Bobong bersamaan dengan 'Jumat Keramat'.

Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menyatakan, KPK telah melakukan proses pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) dan penyelidikan terkait ‎perkara dugaan korupsi pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobon pada APBD 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula, Malut.

Dari hasil tersebut disimpulkan telah terpenuhi bukti permulaan yang cukup dan berdasarkan hasil gelar perkara (ekspose) kemudian dinaikan ke tahap penyidikan. Bersamaan dengan itu juga ditetapkan dua orang sebagai tersangka.

"Dua tersangka yaitu, pertama AHM (Ahmad Hidayat Mus) ‎Bupati Kabupaten Kepulauan Sula periode 2005-2010 dan kedua ZM (Zainal Mus) Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula periode 2009-2014," tegas Saut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (16/3/2018).

‎Ahmad Hidayat Mus saat ini merupakan calon gubernur Malut berpasangan dengan calon wakil gubernur Rivai Umar dalam pilkada serentak 2018. Ahmad-Rivai diusung Partai Golkar dan PPP.

Di sisi lain, Zainal Mus saat ini merupakan Bupati Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah periode 2017-2022‎. Ahmad dan Zainal merupakan kakak dan adik. Saut menggariskan, penetapan Ahmad sebagai tersangka tidak ada kaitannya dengan upaya menggagalkan pencalonan Ahmad sebagai cagub Malut.

Dia menegaskan, sesuai dengan kewenangan Pasal 11 UU KPK bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap penyelenggara negara, penegak hukum, atau pihak lain yang terkait dengan korupsi yang dilakukan penyelenggara negara atau penegak hukum.

"Apa yang dilakukan KPK saat ini adalah semata proses hukum yang didasarkan pada kewenangan yang diberikan UU kepada KPK dan kecukupan bukti," tegasnya.

Mantan staf ahli kepala BIN ini menuturkan, Ahmad dan Zainal diduga telah melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya.

Akibatnya, dari pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobong, Kabupaten Kepulauan Sula tersebut terjadi kerugian negara.

"Dugaan kerugian negara berdasarkan perhitungan dan koordinasi dengan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah sebesar Rp3,4 miliar sesuai dengan sumlah pencairan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula," ujarnya.

Terhadap kakak dan adik ini, Saut melanjutkan, KPK menyangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Saut membeberkan, secara umum konstruksi perkara ini ada dua bagian. Pertama, diduga pengadaan lahan Bobong pada APBD 2009 di kabupaten tersebut adalah pengadaan fiktif.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula seakan membeli tanah milik Zainal dengan seakan-akan dibeli dari masyarakat. Kedua, dari total Rp3,4 miliar yang dicairkan kemudian malah diberikan ke sedikitnya tiga pihak.

"Senilai Rp1,5 miliar diduga ditransfer ke ZM (Zainal) sebagai pemegang surat kuasa menerima pembayaran pelepasan tanah dan senilai Rp850 juta diterima oleh AHM (Ahmad) melalui pihak lain untuk menyamarkan. Sedangkan sisanya diduga mengalir ke pihak-pihak lainnya," ujarnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6797 seconds (0.1#10.140)