Pakar Tepis Kekhawatiran Berlebih Soal Bahaya Sampah Plastik
A
A
A
JAKARTA - Pakar pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof DR Ahmad Sulaeman menepis anggapan keberadaan mikroplastik, plastik berukuran 1-5.000 mikron yang terdapat di lingkungan air maupun darat terpapar dalam sumber pangan manusia bisa menimbulkan dampak kesehatan langsung yang serius jika dikonsumsi manusia.
"Terlalu dini untuk mengatakan paparan mikroplastik dalam bahan makanan itu sangat berbahaya. Kita perlu riset lebih mendalam lagi. Hingga saat ini belum ada data dan kerangka aturan yang mengatur kandungan mikroplastik dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia," kata Prof Ahmad dalam siaran pers, Kamis (15/3/2018).
Menurutnya, masalah cemaran limbah plastik termasuk mikroplastik yang terjadi dimana mana dan telah menjadi fokus perhatian dunia. Baru-baru ini jagad sosial media (sosmedO dihebohkan munculnya video seorang penyelam asal inggris, Rich Horner, saat melakukan penyelaman di kawasan Nusa Penida, Bali.
Video itu menampakkan kondisi laut Indonesia yang telah tercemar dengan berbagai kemasan sampah plastik. Guru Besar FEMA IPB ini menambahkan sebanyak 72 persen makanan olahan laut di Eropa mengandung mikroplastik, bahkan di Amerika telah mencapai 94 persen.
"Masyarakat tidak perlu ragu untik mengkonsumi makanan dan minuman yang telah mendapat sertifikat keamanan pangan dari BPOM. Untuk makanan minuman yang bukan pabrikan, harap perhatikan sumber, proses pengolahan dan proses penyajiannya agar hiegenis dan gizinya terjaga," ungkapnya.
"Sebagai tips bagi para penggemar makanan laut sebaiknya tidak mengkonsumsi atau menghindari jeroan ikan dan membuang semua isi perut termasuk usus," imbuhnya.
Pakar plastik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Akhmad Zainal Abidin mengemukakan, sejatinya plastik memiliki molekul yang besar dan ikatan sangat kuat. Sehingga bahan plastik bersifat tidak mudah bereaksi atau larut dalam zat apapun.
"Plastik itu tidak bereaksi. Kalau komponen plastik masuk ke dalam tubuh, pasti kemasannya keluar lagi. Karena itu plastik digunakan untuk wadah makanan macam-macam, dan bisa dikatakan aman," jelasnya di Jakarta.
Dia berpendapat, penelitian tentang mikroplastik selama ini tidak dilakukan oleh ahli yang menggeluti Polymer Science. Mereka hanya menduga-duga karena latar belakang keilmuan penelitinya kebanyakan memiliki latar belakang ilmu yang berbeda.
"Metode yang digunakan belum ada standar Sehingga secara ilmiah masih kontroversi," tegasnya.
Prof Akhmad mengungkapkan, plastik selama ini justru ramah terhadao manusia dan sering digunakan untuk kepentingan medis sebagai alat bantu kesehatan, seperti pembuatan katup jantung sintetis, perbaikan tulang yang rusak, bahkan untuk kecantikan termasuk bedah plastik.
"Jadi masalah mikroplastik ini lebih ke masalah lingkungan dan perlu upaya pengelolaan yang baik. Saya merupakan pendukung dan pendorong konsep MASARO (Manajemen Sampah Zero)," tegasnnya.
"Terlalu dini untuk mengatakan paparan mikroplastik dalam bahan makanan itu sangat berbahaya. Kita perlu riset lebih mendalam lagi. Hingga saat ini belum ada data dan kerangka aturan yang mengatur kandungan mikroplastik dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia," kata Prof Ahmad dalam siaran pers, Kamis (15/3/2018).
Menurutnya, masalah cemaran limbah plastik termasuk mikroplastik yang terjadi dimana mana dan telah menjadi fokus perhatian dunia. Baru-baru ini jagad sosial media (sosmedO dihebohkan munculnya video seorang penyelam asal inggris, Rich Horner, saat melakukan penyelaman di kawasan Nusa Penida, Bali.
Video itu menampakkan kondisi laut Indonesia yang telah tercemar dengan berbagai kemasan sampah plastik. Guru Besar FEMA IPB ini menambahkan sebanyak 72 persen makanan olahan laut di Eropa mengandung mikroplastik, bahkan di Amerika telah mencapai 94 persen.
"Masyarakat tidak perlu ragu untik mengkonsumi makanan dan minuman yang telah mendapat sertifikat keamanan pangan dari BPOM. Untuk makanan minuman yang bukan pabrikan, harap perhatikan sumber, proses pengolahan dan proses penyajiannya agar hiegenis dan gizinya terjaga," ungkapnya.
"Sebagai tips bagi para penggemar makanan laut sebaiknya tidak mengkonsumsi atau menghindari jeroan ikan dan membuang semua isi perut termasuk usus," imbuhnya.
Pakar plastik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Akhmad Zainal Abidin mengemukakan, sejatinya plastik memiliki molekul yang besar dan ikatan sangat kuat. Sehingga bahan plastik bersifat tidak mudah bereaksi atau larut dalam zat apapun.
"Plastik itu tidak bereaksi. Kalau komponen plastik masuk ke dalam tubuh, pasti kemasannya keluar lagi. Karena itu plastik digunakan untuk wadah makanan macam-macam, dan bisa dikatakan aman," jelasnya di Jakarta.
Dia berpendapat, penelitian tentang mikroplastik selama ini tidak dilakukan oleh ahli yang menggeluti Polymer Science. Mereka hanya menduga-duga karena latar belakang keilmuan penelitinya kebanyakan memiliki latar belakang ilmu yang berbeda.
"Metode yang digunakan belum ada standar Sehingga secara ilmiah masih kontroversi," tegasnya.
Prof Akhmad mengungkapkan, plastik selama ini justru ramah terhadao manusia dan sering digunakan untuk kepentingan medis sebagai alat bantu kesehatan, seperti pembuatan katup jantung sintetis, perbaikan tulang yang rusak, bahkan untuk kecantikan termasuk bedah plastik.
"Jadi masalah mikroplastik ini lebih ke masalah lingkungan dan perlu upaya pengelolaan yang baik. Saya merupakan pendukung dan pendorong konsep MASARO (Manajemen Sampah Zero)," tegasnnya.
(maf)