Hattrick, Orang Dekat Akil Mochtar Kembali Menjadi Tersangka KPK
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan pemilik PT Promic Internasional, Muhtar Ependy, sebagai tersangka. Status tersangka untuk ketiga kalinya ini adalah dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Muhtar Ependy merupakan orang dekat terpidana korupsi Mahkamah Konstitusi (MK), M Akil Mochtar. Diketahui, Muhtar dalam kapasitas sebagai terpidana pernah memberikan keterangan dalam rapat Pansus Angket DPR terhadap KPK di Gedung DPR pada Selasa, 25 Juli 2017.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, sebelumnya KPK sudah menetapkan Muhtar Ependy sebagai tersangka dalam dua kasus dalam tiga delik. Pertama, perkara menghalangi penyidikan hingga proses persidangan (Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor) dan memberikan keterangan palsu (Pasal 22 UU Pemberantasan Tipikor) dalam tahap penyidikan hingga persidangan suap pengurusan sengketa 15 pilkada di MK dan TPPU atas nama M Akil Mochtar.
Perkara ini sudah diputus di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) pada Maret 2016 dan berkekuatan hukum tetap (inkract). Majelis kasasi memvonis Muhtar dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Status Muhtar pun menjadi terpidana. (Baca: Muhtar Ependy Dihukum 5 Tahun Penjara)
Delik kedua, pada Maret 2017 KPK sudah menetapkan Muhtar sebagai tersangka penerima suap bersama-sama dengan M Akil Mochtar dalam pengurusan putusan sengketa pilkada dua daerah di Sumatera Selatan pada 2013, yakni Kota Palembang dan Kabupaten Empat Lawang yang disidangkan di MK. Kasus ini masih dalam tahap penyidikan dan pemberkasan. (Baca: Bupati Empat Lawang Ngaku Tidak Kenal Muhtar Ependy)
Setelah mencermati fakta-fakta persidangan dan putusan hingga tingkat kasasi di MA atas para terpidana suap pengurusan sengketa pilkada, kemudian dibuka penyelidikan baru terkait dengan TPPU. Dari hasil penyelidikan ditemukan alat bukti yang cukup kemudian ditingkatkan ke penyidikan.
"Kali ini KPK kembali menetapkan ME (Muhtar Ependy) sebagai tersangka. KPK menemukan dugaan ME melakukan tindak pidana pencucian uang," ujar Basaria saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (9/3/2018) malam.
Basaria membeberkan, fakta-fakta persidangan dan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap para terpidana yang dimaksud, yakni M Akil Mochtar, mantan Wali Kota Palembang (almarhum) Romi Herton, Masyito (istri Romi), mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri, dan Suzanna (istri Budi).
Penerimaan uang Muhtar bersama Akil terpecah menjadi dua bagian. Pertama, Muhtar menerima titipan untuk Akil dari Romi melalui Masyito sebesar Rp20 miliar secara bertahap. Kedua, Muhtar menerima dari Budi melalui Suzanna sebesar Rp10 miliar dan USD500.000.
Mantan staf ahli Kapolri Bidang Sosial Politik ini merinci, dari total uang sekitar Rp35 miliar tersebut kemudian dipecah menjadi tiga bagian. Pertama, sebesar Rp17,5 miliar yang diserahkan langsung ke Akil. Kedua, sebesar Rp3,8 miliar yang ditransfer Muhtar ke rekening CV Ratu Samagad, perusahaan milik Akil dan dipimpin Ratu Rita (istri Akil).
"Sebesar Rp13,5 miliar diduga dikelola ME (Muhtar) atas pengetahuan serta persetujuan M Akil Mochtar untuk membeli sejumlah aset. Tersangka ME diduga telah membelanjakan Rp13,5 miliar tersebut berupa tanah dan bangunan, puluhan kendaraan roda empat (mobil) dan belasan kendaraan roda dua (motor) yang diatasnamakan orang lain," tegasnya.
KPK akan segera melakukan identifikasi ulang terkait aset-aset TPPU Muhtar dengan kembali melihat putusan Akil. Khususnya dalam putusan Akil ada aset-aset yang dikuasai Muhtar diputus majelis untuk dikembalikan ke Muhtar. "Nanti pemberkasan kasus suap dan kasus TPPU tersangka ME akan di-split, dipisahkan antara tindak pidana suap dan TPPU," ucap Basaria.
Atas perbuatannya, Muhtar disangkakan dengan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, dalam putusan atas nama Akilr memang ada sebagian barang bukti, termasuk aset yang disebutkan atau diputuskan majelis hakim dikembalikan ke pihak di mana barang bukti tersebut disita. Tapi karena banyak pihak lain yang terkait dengan perkara Akil, maka ada sebagian barang bukti yang belum dikembalikan dan kemudian dipergunakan untuk perkara pihak tersebut.
"Kalau tidak ada relevansi atau kaitannya sama sekali tentu kita kembalikan. Dalam konteks dugaan TPPU tersangka ME (Muhtar) ini maka tentu kita masih membutuhkan barang bukti tersebut. Nanti kita identifikasi lebih lanjut untuk penanganan perkara ini," ujar Febri.
Untuk penyidikan kasus TPPU Muhtar penyidik sudah memeriksa Panitera MK Kasianur Sidauruk sebagai saksi. Kasianur merampungkan pemeriksaan sekitar pukul 15.33 WIB. Kasianur membenarkan dirinya diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan TPPU dengan tersangka Muhtar.
Dalam pemeriksaan Kasianur dikonfirmasi 32 pertanyaan, di antaranya tentang hubungan Muhtar dengan Akil, putusan sengketa pilkada, dan aset-aset yang diduga milik Muhtar. "Kita (saya diperiksa) ada kaitannya dengan TPPU yang dilakukan oleh Muhtar Ependy. Iya kira-kira begitu (ditanya tentang aset-aset Muhtar)," tegas Kasianur di pintu lobi depan Gedung Merah Putih KPK.
Muhtar Ependy merupakan orang dekat terpidana korupsi Mahkamah Konstitusi (MK), M Akil Mochtar. Diketahui, Muhtar dalam kapasitas sebagai terpidana pernah memberikan keterangan dalam rapat Pansus Angket DPR terhadap KPK di Gedung DPR pada Selasa, 25 Juli 2017.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, sebelumnya KPK sudah menetapkan Muhtar Ependy sebagai tersangka dalam dua kasus dalam tiga delik. Pertama, perkara menghalangi penyidikan hingga proses persidangan (Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor) dan memberikan keterangan palsu (Pasal 22 UU Pemberantasan Tipikor) dalam tahap penyidikan hingga persidangan suap pengurusan sengketa 15 pilkada di MK dan TPPU atas nama M Akil Mochtar.
Perkara ini sudah diputus di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) pada Maret 2016 dan berkekuatan hukum tetap (inkract). Majelis kasasi memvonis Muhtar dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Status Muhtar pun menjadi terpidana. (Baca: Muhtar Ependy Dihukum 5 Tahun Penjara)
Delik kedua, pada Maret 2017 KPK sudah menetapkan Muhtar sebagai tersangka penerima suap bersama-sama dengan M Akil Mochtar dalam pengurusan putusan sengketa pilkada dua daerah di Sumatera Selatan pada 2013, yakni Kota Palembang dan Kabupaten Empat Lawang yang disidangkan di MK. Kasus ini masih dalam tahap penyidikan dan pemberkasan. (Baca: Bupati Empat Lawang Ngaku Tidak Kenal Muhtar Ependy)
Setelah mencermati fakta-fakta persidangan dan putusan hingga tingkat kasasi di MA atas para terpidana suap pengurusan sengketa pilkada, kemudian dibuka penyelidikan baru terkait dengan TPPU. Dari hasil penyelidikan ditemukan alat bukti yang cukup kemudian ditingkatkan ke penyidikan.
"Kali ini KPK kembali menetapkan ME (Muhtar Ependy) sebagai tersangka. KPK menemukan dugaan ME melakukan tindak pidana pencucian uang," ujar Basaria saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (9/3/2018) malam.
Basaria membeberkan, fakta-fakta persidangan dan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap para terpidana yang dimaksud, yakni M Akil Mochtar, mantan Wali Kota Palembang (almarhum) Romi Herton, Masyito (istri Romi), mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri, dan Suzanna (istri Budi).
Penerimaan uang Muhtar bersama Akil terpecah menjadi dua bagian. Pertama, Muhtar menerima titipan untuk Akil dari Romi melalui Masyito sebesar Rp20 miliar secara bertahap. Kedua, Muhtar menerima dari Budi melalui Suzanna sebesar Rp10 miliar dan USD500.000.
Mantan staf ahli Kapolri Bidang Sosial Politik ini merinci, dari total uang sekitar Rp35 miliar tersebut kemudian dipecah menjadi tiga bagian. Pertama, sebesar Rp17,5 miliar yang diserahkan langsung ke Akil. Kedua, sebesar Rp3,8 miliar yang ditransfer Muhtar ke rekening CV Ratu Samagad, perusahaan milik Akil dan dipimpin Ratu Rita (istri Akil).
"Sebesar Rp13,5 miliar diduga dikelola ME (Muhtar) atas pengetahuan serta persetujuan M Akil Mochtar untuk membeli sejumlah aset. Tersangka ME diduga telah membelanjakan Rp13,5 miliar tersebut berupa tanah dan bangunan, puluhan kendaraan roda empat (mobil) dan belasan kendaraan roda dua (motor) yang diatasnamakan orang lain," tegasnya.
KPK akan segera melakukan identifikasi ulang terkait aset-aset TPPU Muhtar dengan kembali melihat putusan Akil. Khususnya dalam putusan Akil ada aset-aset yang dikuasai Muhtar diputus majelis untuk dikembalikan ke Muhtar. "Nanti pemberkasan kasus suap dan kasus TPPU tersangka ME akan di-split, dipisahkan antara tindak pidana suap dan TPPU," ucap Basaria.
Atas perbuatannya, Muhtar disangkakan dengan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, dalam putusan atas nama Akilr memang ada sebagian barang bukti, termasuk aset yang disebutkan atau diputuskan majelis hakim dikembalikan ke pihak di mana barang bukti tersebut disita. Tapi karena banyak pihak lain yang terkait dengan perkara Akil, maka ada sebagian barang bukti yang belum dikembalikan dan kemudian dipergunakan untuk perkara pihak tersebut.
"Kalau tidak ada relevansi atau kaitannya sama sekali tentu kita kembalikan. Dalam konteks dugaan TPPU tersangka ME (Muhtar) ini maka tentu kita masih membutuhkan barang bukti tersebut. Nanti kita identifikasi lebih lanjut untuk penanganan perkara ini," ujar Febri.
Untuk penyidikan kasus TPPU Muhtar penyidik sudah memeriksa Panitera MK Kasianur Sidauruk sebagai saksi. Kasianur merampungkan pemeriksaan sekitar pukul 15.33 WIB. Kasianur membenarkan dirinya diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan TPPU dengan tersangka Muhtar.
Dalam pemeriksaan Kasianur dikonfirmasi 32 pertanyaan, di antaranya tentang hubungan Muhtar dengan Akil, putusan sengketa pilkada, dan aset-aset yang diduga milik Muhtar. "Kita (saya diperiksa) ada kaitannya dengan TPPU yang dilakukan oleh Muhtar Ependy. Iya kira-kira begitu (ditanya tentang aset-aset Muhtar)," tegas Kasianur di pintu lobi depan Gedung Merah Putih KPK.
(thm)