Anak dan Narkoba
A
A
A
Peredaran narkoba sudah semakin memprihatinkan. Bahkan, para bandar narkoba tak hanya menyasar orang dewasa, tapi juga anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Sangat ironis. Fenomena ini kalau tidak segera diantisipasi dengan langkah yang serius dan komprehensif, kehancuran generasi penerus bangsa tinggal menunggu waktu.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut dari 87 juta populasi anak di Indonesia, 5,9 juta di antaranya telah menjadi pencandu narkoba. Lebih mengerikannya lagi, 1,6 juta anak dari jumlah tersebut telah menjadi pengedar barang haram tersebut.
Data ini cukup mencengangkan kita semua betapa pengaruh narkoba sudah sedemikian kuat mencengkeram negara ini. Negara seolah tak berdaya menghadapi dan melawan kedigdayaan dari serangan para bandar narkoba ini.
Kalau kita mencermati berita akhir-akhir ini, serangan dari para bandar narkoba memang begitu masif. Pada Sabtu (10/2/2018), TNI AL berhasil menangkap kapal MV Sunrise Glory yang mengangkut satu ton lebih sabu-sabu di perairan Selat Philips, perbatasan Indonesia dengan Singapura atau di sekitar perairan Batam, Kepulauan Riau. Sabu seberat lebih satu ton itu disimpan dalam 41 karung beras dan disembunyikan di antara tumpukan palka kapal. Tidak lama berselang, pada Selasa (20/2/2018), petugas gabungan Bea Cukai dan Polri juga menangkap kapal Taiwan di Pelabuhan BC Batam di Sekupang yang membawa 86 karung sabu seberat 1,6 ton.
Dua contoh penyelundupan sabu-sabu dari luar negeri ini mengindikasikan betapa Indonesia benar-benar menjadi pasar bagi peredaran narkoba jaringan internasional. Belum lagi, sebelumnya, banyak juga pabrik narkoba yang berhasil digerebek oleh aparat hukum di Tanah Air. Indonesia tidak hanya menjadi pasar narkoba, negara ini pun sudah dikategorikan menjadi negara produsen barang haram tersebut.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa para bandar narkoba bisa leluasa dan seperti tidak memiliki rasa takut lagi untuk memasarkan barang ilegalnya ke Indonesia? Pertanyaan ini sudah seharusnya menjadi bahan renungan kita semua bahwa negara kita telah diacak-acaki para bandar narkoba. Pertama, kurang tegasnya penegakan hukum atas kasus narkoba ditengarai menjadi faktor utama mengapa Indonesia menjadi surga bagi para bandar narkoba. Banyak pelaku narkoba hanya divonis ringan, bahkan tidak sedikit yang dihukum rehabilitasi.
Memang ada para bandar narkoba kelas kakap yang dihukum berat, bahkan sampai divonis hukuman mati. Namun, kita tahu pelaksanaan eksekusi terpidana mati kasus narkoba sampai sekarang juga tidak jelas waktunya. Padahal, banyak di antara mereka telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Pada awal pemerintahan, Presiden Joko Widodo tampak galak dan tegas dalam mengeksekusi para terpidana mati narkoba. Namun, belakangan, kebijakannya menjadi tidak jelas yang mana eksekusi para terpidana mati hanya menjadi wacana.
Kedua, masih terkait yang pertama. Indonesia dikelilingi setidaknya tiga negara yang sangat tegas terhadap pelaku kejahatan narkoba. Sebut saja Malaysia, Singapura, dan Filipina. Bahkan belakangan, Filipina di bawah Rodrigo Duterte memiliki kebijakan kontroversial untuk membasmi narkoba di negaranya. Pemerintah Filipina telah mengeksekusi langsung tanpa pengadilan ribuan pelaku kejahatan narkoba mulai dari penduduk sipil, aparatur pemerintah, bahkan polisi. Disinyalir, para bandar narkoba pun akhirnya diduga mengalihkan operasinya ke Indonesia yang memiliki hukum lembek terhadap penjahat narkoba.
Karena itu, tidak ada jalan lain bagi pemerintah dan aparat hukum Indonesia selain mengobarkan perang terhadap narkoba. Jangan memberi celah sedikit pun bagi tumbuh suburnya perdagangan narkoba di negara ini. Memberantas narkoba memang tak bisa hanya mengandalkan pemerintah, seluruh pihak termasuk masyarakat wajib ikut memeranginya.
Minimal memulai dari diri sendiri untuk tidak mengonsumsi narkoba. Di sini keluarga dan guru di sekolah sangat berperan penting dalam memberikan pendidikan agama dan moral agar anak tidak sampai terjerumus barang terlarang tersebut. Selamatkan keluarga dari bahaya narkoba!
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut dari 87 juta populasi anak di Indonesia, 5,9 juta di antaranya telah menjadi pencandu narkoba. Lebih mengerikannya lagi, 1,6 juta anak dari jumlah tersebut telah menjadi pengedar barang haram tersebut.
Data ini cukup mencengangkan kita semua betapa pengaruh narkoba sudah sedemikian kuat mencengkeram negara ini. Negara seolah tak berdaya menghadapi dan melawan kedigdayaan dari serangan para bandar narkoba ini.
Kalau kita mencermati berita akhir-akhir ini, serangan dari para bandar narkoba memang begitu masif. Pada Sabtu (10/2/2018), TNI AL berhasil menangkap kapal MV Sunrise Glory yang mengangkut satu ton lebih sabu-sabu di perairan Selat Philips, perbatasan Indonesia dengan Singapura atau di sekitar perairan Batam, Kepulauan Riau. Sabu seberat lebih satu ton itu disimpan dalam 41 karung beras dan disembunyikan di antara tumpukan palka kapal. Tidak lama berselang, pada Selasa (20/2/2018), petugas gabungan Bea Cukai dan Polri juga menangkap kapal Taiwan di Pelabuhan BC Batam di Sekupang yang membawa 86 karung sabu seberat 1,6 ton.
Dua contoh penyelundupan sabu-sabu dari luar negeri ini mengindikasikan betapa Indonesia benar-benar menjadi pasar bagi peredaran narkoba jaringan internasional. Belum lagi, sebelumnya, banyak juga pabrik narkoba yang berhasil digerebek oleh aparat hukum di Tanah Air. Indonesia tidak hanya menjadi pasar narkoba, negara ini pun sudah dikategorikan menjadi negara produsen barang haram tersebut.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa para bandar narkoba bisa leluasa dan seperti tidak memiliki rasa takut lagi untuk memasarkan barang ilegalnya ke Indonesia? Pertanyaan ini sudah seharusnya menjadi bahan renungan kita semua bahwa negara kita telah diacak-acaki para bandar narkoba. Pertama, kurang tegasnya penegakan hukum atas kasus narkoba ditengarai menjadi faktor utama mengapa Indonesia menjadi surga bagi para bandar narkoba. Banyak pelaku narkoba hanya divonis ringan, bahkan tidak sedikit yang dihukum rehabilitasi.
Memang ada para bandar narkoba kelas kakap yang dihukum berat, bahkan sampai divonis hukuman mati. Namun, kita tahu pelaksanaan eksekusi terpidana mati kasus narkoba sampai sekarang juga tidak jelas waktunya. Padahal, banyak di antara mereka telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Pada awal pemerintahan, Presiden Joko Widodo tampak galak dan tegas dalam mengeksekusi para terpidana mati narkoba. Namun, belakangan, kebijakannya menjadi tidak jelas yang mana eksekusi para terpidana mati hanya menjadi wacana.
Kedua, masih terkait yang pertama. Indonesia dikelilingi setidaknya tiga negara yang sangat tegas terhadap pelaku kejahatan narkoba. Sebut saja Malaysia, Singapura, dan Filipina. Bahkan belakangan, Filipina di bawah Rodrigo Duterte memiliki kebijakan kontroversial untuk membasmi narkoba di negaranya. Pemerintah Filipina telah mengeksekusi langsung tanpa pengadilan ribuan pelaku kejahatan narkoba mulai dari penduduk sipil, aparatur pemerintah, bahkan polisi. Disinyalir, para bandar narkoba pun akhirnya diduga mengalihkan operasinya ke Indonesia yang memiliki hukum lembek terhadap penjahat narkoba.
Karena itu, tidak ada jalan lain bagi pemerintah dan aparat hukum Indonesia selain mengobarkan perang terhadap narkoba. Jangan memberi celah sedikit pun bagi tumbuh suburnya perdagangan narkoba di negara ini. Memberantas narkoba memang tak bisa hanya mengandalkan pemerintah, seluruh pihak termasuk masyarakat wajib ikut memeranginya.
Minimal memulai dari diri sendiri untuk tidak mengonsumsi narkoba. Di sini keluarga dan guru di sekolah sangat berperan penting dalam memberikan pendidikan agama dan moral agar anak tidak sampai terjerumus barang terlarang tersebut. Selamatkan keluarga dari bahaya narkoba!
(rhs)